Entahlah sekembalinya Mayang ke rumah, margin yang seharusnya dia buat dengan West, nyatanya bertolak belakang, wanita itu malah memikirkan West belakangan ini. Bagaimana kalau East benar-benar pulang?
Mayang sempat mencari tahu lewat Bu Miary, mungkin beliau tahu. Mayang datang lebih awal hari itu. "East bilang ke ibu kapan dia akan berhenti?"
"East tidak pernah membahas itu dengan ibu," jawab Bu Miary. "O dia udah bilang ke kamu kapan akan berhenti?" Bu Miary seperti kaget. "Dia akan segera kembali ke Istanbul?"
"...."
Bu Miary memperhatikan Mayang yang diam. "Komunikasi kalian lancar kan?"
"Aku ke belakang dulu Bu," Mayang tak menjawab omongan Bu Miary.
---
Hampir mendekati jam 12. West sedang dalam perjalanan pulang dari toko suvenir. Pria itu merasa harus membeli suvenir tambahan. Orang-orang di Istanbul pasti akan menagih oleh-oleh. Dia memutuskan tak masuk kerja hari ini, tanpa memberi tahu Bu Miary.
West tak langsung ke apartemen. Dia menuju kantor Malagasy Express, mengirim boks terakhir. Pria itu menumpangi taksi. Setengah perjalanan West mengikis-ngikis boks di pangkuannya.
Perasaan West tiba-tiba melankolis. Mayang mengerubung di kepala. Sebentar lagi dia akan meninggalkan Madagaskar. Semua barang telah di-packing. Membayangkan pergi, seperti ada rasa tak rela meski hubungan mereka renggang. Haruskah dia bilang kalau akan segera meninggalkan Madagaskar?
Mendadak lamunan West buyar, ponsel di sakunya bergetar. Panggilan masuk dari East. Kakaknya ini belakangan lebih rajin menelepon.
"Assalamu alaikum East."
"Walaikum salam, ini Ibu, West." Bukan East ternyata.
West sedikit terkujut suara ibu sedikit resah.
"Ada apa Bu."
"East drop lagi, dia menyebut-nyebut Mayang," kalut Ibu. "Ibu lalu membuka ponsel kakakmu dan membaca obrolan kalian."
West hening sejenak. Jika ibu membaca semua obrolan mereka, mungkin beliau sudah tahu tujuan sebenarnya dia ke Madagaskar, termasuk East yang menginginkan Mayang ke Istanbul.
"Kondisi East lebih parah sekarang," tutur Ibu lagi. "Kau sudah mengatakan itu pada Mayang?" Ya sepertinya ibu sudah tahu semuanya. "Mayang setuju ikut?"
West menyandarkan kepala ke jok. Bagaimana bisa dia mengajak Mayang ke Istanbul, sedang saat ini ada jarak di antara mereka. Belum lagi reaksi Mayang nanti, setelah tahu bahwa dia adalah East palsu. Dibohongi ayahnya saja sudah mengangakan luka, apalagi ditambah dengan kebohongan identitas East?
"West?"
West kagok. Dia menghela napas. "Sedang kuusahakan Bu."
"Syukurlah," lega Ibu. "Doakan kakakmu ya, tim dokter lagi memeriksa kesehatannya." Ibu kemudian pamit.
West menyapu rambut. Apa yang harus dia lakukan? Tiba-tiba situasi marahnya Mayang di rumah Paman Bien melintas di kepala.
"Kita hampir sampai Pak," ujar supir taksi.
West memandang ke luar jendela, memastikan. Ponselnya kemudian bergetar lagi. Pesan singkat masuk. Dari Bu Miary.
Nanti malam tolong ke toko, kita kedatangan banyak bunga soalnya. Bantu ibu beres-beres. Anak-anak lain juga datang.
West mematikan layar.
Ya, dia harus ke toko, mungkin sekalian pamit pada Bu Miary.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer in Madagaskar, Winter in Istanbul [Completed]
SpiritualImpianku sederhana, mencintaimu seperti dulu. *** Mayang tak pernah menduga, menunggu pria selama setahun bisa menyuburkan rindu sekelam ini. Namun yang dia yakini, cinta mampu meruntuhkan segalanya. Sayang saat East datang membawa harapan, cinta ya...