28. PERGI KE NEGERI SEBERANG

67 2 0
                                    

Ketika selesai makan malam, Waseso menyertai ayah mertuanya Ludira mengantar kedua tamu untuk kembali ke perkampungan, agar kedua paman bisa beristirahat di rumah khusus yang memang disediakan untuk setiap tamu yang berkunjung.

Setelah kepergian mereka, Fahira mengumpulkan saudari-saudarinya untuk mendengarkan rencana Shinta secara lebih detail, dimana nantinya kelompok pengembaraan akan dibagi menjadi dua.
Yang pertama berisikan Waseso, Kinda, Laras dan Werni.
Keberadaan Laras dalam kelompok pertama ini, adalah untuk mendukung kebutuhan pengobatan jika diperlukan, karena dirinya yang telah memiliki bekal pengetahuan dasar, dimana ilmu pengobatannya selama satu tahun lebih ini telah banyak mengalami peningkatan pesat.
Hal tersebut terjadi berkat pelajaran yang berasal dari Laksita, maupun juga dari suaminya.
Sehingga kemungkinan besar dapat membantu sang suami jika dibutuhkan menolong orang.
Sementara kedua gadis, yaitu Kinda dan Werni bisa mendampingi sang suami untuk melayani kebutuhan makan atau minum suami mereka, sekaligus mengecek keadaan negeri Gunumlatar sebelah selatan, yang katanya saat ini para pengungsi terpusat di sebuah kota pelabuhan bernama Kota Teluk Priangan.
Apalagi berdasarkan pertimbangan tertentu, mereka memang merasa bahwa Kinda berhak untuk selalu didekatkan dengan suami mereka, meski dalam hal ini yang bersangkutan malah tidak tahu menahu atau tidak merasakan kemauan tersembunyi para kakaknya sekalian.

Kelompok kedua adalah duabelas isterinya yang tersisa, dimana mereka akan bergerak ke utara menyisir tepian sungai Mahadam, hingga nantinya tiba di wilayah Sungai Putus.

Dan kesemuanya akan menempuh jalur orang persilatan agar mempersingkat waktu.
Adapun keberangkatan mereka juga sudah ditentukan yaitu pagi menjelang fajar, demikian mereka berpikir.

Khusus perjalanan pengembaraan yang berikut ini, mereka memutuskan untuk tidak melibatkan para paman atau kang Darma dan kang Maman, yang selain harus menunggui isteri mereka yang sedang hamil?,..
Perkampungan dan pondok Laguna membutuhkan perhatian untuk dijaga, dirawat dan dipelihara kebersihannya.

"bagaimana menurut kakak dan adik sekalian?,.. Apakah ada kurang sependapat atau ada usul lain yang perlu ditambahkan?,.."

Karena melihat semua kakaknya tidak menunjukkan gelagat bantahan atau tambahan, Kinda mengangkat satu tangan dan memberikan sebuah usulan yang sebenarnya aneh, yang setelah si adik termuda menyampaikan gagasan termasuk berbagai alasan yang mendasari?,..
Terjadilah sebuah diskusi yang akhirnya, semua kakaknya malah menyetujui secara bulat usulan Kinda yang sebenarnya diluar nalar tersebut.

***

Malamnya sekitar satu setengah jam kemudian, kembalilah suami mereka dari perkampungan.
Tetapi dibelakangnya nampak mengekor kedua isteri, yang sebenarnya tadi hendak mengungsi tidur ke rumah pakde Temoto, dimana bibir Kinda terlihat sedikit manyun.
Saat itulah Shinta bertanya :

"ada apa suamiku?,.."

"ya sebentar adik Shinta,.. adik Laksita dimana?,.."

"yaaa?,.. Aku disini,.."

Setelah yang dipanggil mendekat barulah Waseso berkata :

"bawalah air rebusan bunga Inti Es,.. berikan masing-masing satu tetes saja ketiap seperempat cangkir air minum hingga semua kebagian,.. termasuk dirimu,.. setelah itu kalian semua harus bersemedhi menghimpun kekuatan di gua kediaman guru kita,.."

Mendengar penjelasan Waseso hilanglah manyun bibir milik Kinda tadi, karena dia segera terlihat menggelayut manja di bahu suaminya :

"kirain tadi kenapa kak Eso buru-buru ngajak pulang kemari,.. padahal Kinda merasa sudah mengantuk,.."

"itulah makanya,.. bagaimana besok kalian bisa maksimal menolong orang?,.. kalau tubuh kalian saja semua terlihat lemas begitu,.."

"wkwk,.. habisnya,.. kak Eso juga yang membuat kami merasa lemas,.. xixixi,.."

Demikian Sari berkata, yang entah sejak kapan ikut menggelayut manja pada lengan kiri suaminya menukas seperti membela diri.
Adapun suaminya menangkis pendek :

"eittt,.. enak saja,.."

Sambil menunggu Laksita membagikan gelas berisi air rebusan, Waseso berkata :

"setelah minum,.. gantilah dengan baju ringkas dan segeralah menyusul, aku berangkat duluan,.."

Maka berkelebatlah Waseso dari serambi, dimana isterinya sekalian menangkap nada keseriusan yang disampaikan oleh suami mereka dan segera menuruti persis apa yang dikatakan.
Dari situ sudah bisa diambil kesimpulan, bahwa dalam hal tertentu mereka sekalian tidak bisa selalu mengatur dan justru mesti tunduk terhadap si suami.

Lalu satu persatu setelah mengganti pakaian, mereka melesat ke selatan dimana sang suami telah menunggu di depan pintu gua keramat dan membagikan instruksi, sebelum kelimabelasnya memasuki gua serta melakukan semedhi.
Ternyata khusus Lasmi, Mawar dan Sukma secara bergiliran menerima limpahan tenaga sakti terlebih dahulu dari suami mereka, karena memang kenyataannya hawa sakti mereka bertiga saat ini masih dua tingkat dibawah duabelas adik-adiknya.

Demikianlah khusus malam itu dan berikutnya, kelimabelas nona "meliburkan" diri dari aktivitas bercinta dan memusatkan seluruh perhatian mereka untuk menjalankan perintah sang suami yaitu melakukan semedhi selama dua malam berturut-turut tak terputus.
Guna menghimpun kekuatan serta menyegarkan kembali kondisi fisik dan mental mereka, sebelum kembali terjun ke dunia persilatan.

***

Keesokan pagi sebelum melepas pulangnya kedua paman mereka, sementara para isteri masih bersemedhi?,..
Waseso yang merasa perlu, sempat memberikan limpahan tenaga saktinya kepada Jenderal Birawa sebelum pulang.
Kemudian setelah itu, Waseso menyadari bahwa kepergiannya kali ini juga akan memakan waktu yang tidak sebentar?,..

Maka untuk semakin membuat hatinya tenang, dia sengaja mengumpulkan para paman, bibi, neng dan kakang, lalu kembali menyalurkan hawa sakti kepada mereka masing-masing.

Maka bisa dibayangkan betapa semakin tinggi tenaga dalam para pentolan perkampungan yang sangat tersembunyi itu.
Setelahnya Waseso balik ke gua keramat menyusul kelimabelas isterinya untuk menemani mereka bersemedhi.

***

Besoknya, bersamaan dengan terbitnya matahari meski tertutup mendung?,..
Waseso kembali mengenakan gaya berpakaian lamanya dengan setelan baju buluk namun bersih.
Adapun untuk celana, dia tetap mengenakan celana lama buatan istrinya Ni Luh, tentu saja dengan “kantong khusus”.
Barulah diluarnya juga mengenakan kain mirip sarung melilit pinggang sebagaimana hasil usulan Kinda.
Meski dalam hal cara berpakaian ini, sang suami tidak ambil pusing atau sekedar ingin tahu dan sedikitpun tidak berkeinginan untuk menanyakan sebab musabab perintah aneh para isterinya tersebut.
Dia bersama dengan kelimabelas isteri berpamitan kepada orang tua, paman, bibi, neng dan kakang semua.

Setelah tiba di persimpangan jalan, tepatnya dibawah sebuah pohon kapuk berbentuk aneh, mereka berbelok ke kanan alias pergi mengarah ke timur dan berpisah ketika tiba di pinggiran sungai Mahadam, yang memang terlihat sedang menunjukkan arus airnya yang ganas karena sedang banjir begitu hebat.

Sesudah bergiliran memeluk tubuh dan mencium bibir suami mereka, keduabelas istrinya pergi ke arah utara, sementara Waseso bersama tiga isterinya yang lain menyisir sungai ke selatan.
Hingga akhirnya menemukan sebuah tempat yang paling memungkinkan untuk dapat mereka seberangi atau lebih tepatnya mereka menemukan sebuah air terjun.
Dimana disitu terdapat ratusan batu alam sebesar tubuh kerbau yang berjajar melintang dan menyembul dari dasar sungai dari ujung sini hingga ujung seberang.
Meski letak batu satu dengan yang lain berjauhan, tetapi dengan ilmu meringankan tubuh mereka yang sangat hebat, kendala itu bukanlah menjadi rintangan berarti.
Akhirnya, dengan begitu mudah batu-batu tersebut mereka jadikan lompatan pijakan hingga kemudian telah berhasil menyeberang dan menginjakkan kaki di wilayah negeri Gunumlatar.

Dari sana keempatnya langsung melesat ke arah tenggara, lalu menyusuri tepian samudera serta pergi ke arah timur.



BERSAMBUNG

HASRAT BIDADARI - Pendekar Dibalik Layar 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang