43. PENUTURAN BIBI

31 2 0
                                    

Sehabis mandi, petang itu Waseso menuju ke rumah bawah.
Namun setelah beberapa kali memanggil Bibi Sukanda tiada sahutan, pemuda itu segera melesat turun dan menuju ke arah dapur umum, tempat yang sepengetahuan Waseso dimana sang bibi sering menghabiskan waktu selain mengurus rumah pantau.

Benar saja,..
Karena si pemuda melihat si bibi sedang bercakap-cakap dengan seseorang, dimana dia segera membatin :

“benar juga yang dikatakan oleh adik Laras,.. gadis itu tidaklah bisu,.. dia hanya terlihat aneh dan sepertinya sekarang ini,.. dia malah lebih nyaman bergaul dengan bibi Sukanda,.. hmm,.. meski pakaiannya sudah berganti, tetapi kenapa wajahnya masih terlihat kotor, bahkan rambutnya masih dibiarkan awut-awutan begitu,.. ahhh,.. biarlah,.. yang penting dirinya sudah jauh terlihat lebih sehat,..”

Selesai membatin, si pemuda melangkah biasa dan berjalan mendekat.
Namun demi melihat kedatangannya, si gadis aneh tadi malah bergerak dengan bantuan sebuah batang kayu yang digenggam pada tangan kiri layaknya sebuah tongkat yang menopang kaki kiri yang buntung sebatas tumit.
Dimana gadis tersebut langsung bersembunyi dibalik tubuh si bibi.
Menemui kejadian itu, si pemuda tidak menampakkan gelagat tersinggung sedikitpun dan menyapa :

“selamat petang bibi Sukanda dan nona,..”

“selamat petang tuan muda tabib,..”

Yang menjawab hanya si bibi dan Waseso langsung melanjutkan :

“wahhh,.. berapa kali saya mesti mengingatkan kepada bibi,.. nama saya Waseso, bukan tuan muda,..”

“wkwk,.. maaf tu,.. ewh nak Waseso,.. habisnya bibi sangat menghormati nak Waseso,..”

“justru saya lebih menyukai jika bibi memangil nama seperti barusan,.. owhya bibi,.. apakah nona berambut putih yang sedang sakit ad,..”

“iya,.. dia sudah saya antar ke rumah sehat,.. tetapi anu,.. maaf nak Waseso,.. teman-teman dia malah ingin tidur dirumah itu juga,.. katanya selain tidak ada pasien lain,.. mereka sekaligus ingin menemani nona Juwita disana,..”

“owh,.. begitu ya?,.. hmm,.. kurasa tidak jadi masalah,.. apakah bibi bisa membantu memimpin saya untuk pergi kesana?,..”

“bisa,.. mari bibi antar,..”

Demikian si bibi menjawab, lalu menggandeng tangan kanan si gadis aneh dimana yang dimaksud juga berjalan dengan langkah gesit meski bertopang pada tongkatnya disamping kiri tubuh si bibi, sehingga keduanya menjadi penunjuk jalan bagi Waseso yang mengekor sambil membatin :

“hmmm,.. gadis ini memiliki tenaga dalam yang lumayan,.. tapi kenapa dia seperti menjaga jarak dengan diriku dan juga terhadap isteri-isteriku,..”

Setelah berjalan sekitar seratus meteran,..
Sampailah bibi Sukanda, si gadis aneh dan Waseso pada rumah dimaksud.
Sementara mereka berdua masuk kedalam, si pemuda sengaja berdiam diri diluar atau di depan pintu.
Sekitar tiga menit kemudian, bibi Sukanda seorang yang nampak keluar dan mempersilahkan si pemuda memasuki rumah.
Tentu saja si pemuda membuntuti langkah kaki sang bibi yang memasuki sebuah ruangan, dimana Waseso melihat si gadis aneh nampak duduk diam menyendiri di sebuah kursi pendek pada bagian sudut ruangan.

Adapun Waseso juga melihat beberapa gadis lain, yang seingatnya mereka adalah para nona yang tadi siang ditemuinya di pinggir pantai, dimana disitu dilihatnya ada juga kak Kirana-nya.
Ketika si pemuda melihat bahwa si nona berambut putih yang dilihatnya sedang tiduran diatas pembaringan dan menampakkan gejala hendak berdiri, maka dia segera berkata :

"nona,.. engkau tidak perlu bangkit berdiri,.. tetaplah duduk saja,.."

Ketika Waseso melirik dan ditemuinya kak Kirana sedang tersenyum kepadanya, Waseso datang mendekat :

HASRAT BIDADARI - Pendekar Dibalik Layar 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang