Sejarak dua jam lebih cepat dari waktu di padepokan Laguna, saat itu hari telah lepas senja.
Adapun langit begitu gelap bahkan rintik air hujan mulai turun,..
Namun si gadis korban tetap melanjutkan ilmu meringankan tubuhnya, melesat mengarah ke selatan hingga secara kebetulan si gadis itu menemukan sebuah gua kecil, apalagi dia telah berlari hampir setengah harian sambil memanggul nona peri penolongnya.
Dia pun memasuki gua tersebut dan membaringkan tubuh si nona peri yang masih pingsan.Sesaat kemudian si gadis korban berdiri dan melakukan pemeriksaan sekitar gua, bertepatan dengan jatuhnya hujan lebat dan kilau kilat serta suara halilintar yang menggelegar.
Merasa semuanya terlihat aman, si gadis berjalan ke mulut gua dan terdengar suara si nona peri yang berkata lirih :"uhukkkk,.. air hujan menolong kita dan menghambat mereka melakukan pengejaran,.. uhukkk,.."
Tanpa berkomentar si gadis berbalik, lalu segera mendudukkan tubuh nona peri dan bermaksud menyalurkan hawa saktinya melalui punggung, tetapi si nona berkata :
"tenaga murnimu tidak akan mempan untukku,.. sebaiknya engkau pusatkan untuk dirimu sendiri,.."
Si gadis hanya mengangguk dan duduk bersila disamping si nona peri, yang juga terlihat mulai memusatkan konsentrasi.
Maka mereka pun larut dalam semedhi masing-masing.***
"pintunya biarkan terbuka saja suamiku, hanya tirainya saja yang ditutup,.."
Mendengar perkataan Fahira, Waseso yang sejak tadi telah membersihkan mulut dan baru saja memasuki kamar isterinya, melakukan apa yang diminta tanpa menaruh rasa curiga meski benaknya sempat berpikir :
"kain tirai berlubang seperti saringan begini,.. apakah tidak percuma sebagai penutup?,.. Apalagi kamar ini berpenerangan meskipun redup,.."
Selesai membatin, dia berbalik dan menjumpai isterinya sedang duduk di kursi depan meja rias, sambil terlihat menyisir rambut.
Akhirnya Waseso duduk di tepi pembaringan.
Tak berapa lama, Fahira bangkit berdiri dan ikut duduk di sisinya.Semua pikiran yang tadi berada dalam benak Waseso hilang lenyap entah kemana,..
Tergantikan oleh perasaan terpesona luar biasa, menyaksikan kejelitaan isterinya yang bentuk wajahnya sangat kental sebagaimana ciri khas gadis negeri gurun,..
Apalagi kedua bola matanya terlihat seperti memantulkan sinar temaram lampu kamar."kenapa suamiku?,.."
"engkau sungguh membuatku terpesona isteriku,.."
Dengan suara bergetar, Waseso berkata jujur sambil telapak tangannya terangkat dan mengelus lembut pipi Fahira sebelah kanan.
Jantung Waseso berdegup kencang merasakan betapa halus dan mulusnya pipi sang isteri.Tak kalah bergetar, isterinya menyahut dengan bisikan sangat lirih :
"kak Eso belum bercerita padaku, sejak kapan tertarik padaku?,.."
Suaminya menjawab, juga dengan bisikan :
"hatiku merasakan sesuatu,.. ketika engkau menyajikan suguhan kepadaku dan menjumpai perubahan pakde Narwa yang terlihat begitu bahagia semenjak engkau tinggal di rumahnya,.. karena dia banyak bercerita kepadaku segala perbuatan baikmu kepada lelaki tua yang kini menjadi ayah mertuaku,.."
Fahira sungguh kaget mendengarnya,..
Hal sekecil itu ternyata di ingat oleh sang suami, padahal saat itu dirinya sedang dalam penyamaran sebagai gadis buruk rupa.
Benar dugaannya, bahwa sang suami tidak semata tertarik pada kecantikan paras seorang wanita.
Dengan tersenyum manis, kembali istrinya bertanya :"terus?,.."
"aku benar-benar jatuh hati kepadamu, semenjak engkau menyelamatkan adik kita Kinda,.."
Fahira menunjukkan senyum genitnya yang pertama kali :
KAMU SEDANG MEMBACA
HASRAT BIDADARI - Pendekar Dibalik Layar 3
Fiksi PenggemarSeri ke III, dari dua sekuel "Pendekar Dibalik Layar I & II" Menuturkan sebagian jawaban perjalanan hidup yang begitu rumit dari seorang pemuda dusun bertampang biasa, namun berwatak mulia dan memperoleh karunia luar biasa, berupa warisan ilmu silat...