Dengan kalem sambil melipat semua pakaian suaminya, Laras bergeser dan duduk agak disudut balai-balai bersandarkan dinding pos penjagaan, sambil menyaksikan bagaimana Kinda yang telah telanjang bulat sedang berciuman bibir dengan suaminya yang juga telah polos.
Dalam keadaan keduanya yang demikian, Laras mengagumi betapa jelitanya tubuh milik adiknya itu,..
Tentunya dengan postur badan yang begitu langsing, semakin menonjolkan betapa besar dan sempurnanya sepasang buah dada sang adik.
Laras juga bisa membandingkan bagaimana lingkar paha Kinda ternyata terlihat sedikit lebih kecil dibandingkan miliknya sendiri, dimana saat berpikir sampai disini?,..
Laras malah mulai terangsang dan serta mengendurkan tali celana ringkasnya, sambil melepas kancing bajunya satu persatu.
Posisi Kinda dan Waseso sama-sama duduk berdampingan, namun tidak butuh waktu lama, karena seiring dengan semakin kencangnya suara kecupan yang seolah tidak mau kalah dengan suara turunnya hujan,..
Kedua tangan Kinda terlihat merangkul tengkuk suaminya dan menjatuhkan tubuhnya diatas balai-balai, sehingga tentu saja tubuh Waseso langsung ikut terseret jatuh menimpa tubuh Kinda.
Ketika tubuh keduanya telah bertumpukan, dalam arti posisi selangkangan mereka berdua sejajar, meski batang sang suami belum dimasukkan ke dalam liang milik adiknya,..
Laras bisa menyaksikan secara jelas bagaimana panjangnya batang sang suami yang tinggal sekitar setengah ruas jari saja sudah bisa menyentuh payudara Kinda?,..
Sampai disini, Laras segera membayangkan bagaimana seandainya dirinya tertembus mentok batang kesayangan mereka tersebut?,..
Glekkk,....
Sambil menelan ludah meski sedikit merasa ngilu, si Nona Bidadari Tabib membasahi bibir dengan lidah, serta merasakan bagaimana nonoknya berkedut pelan, merespon benaknya yang sempat mengembara liar tadi.
Kemudian Laras melihat bagaimana sang suami nampak bangkit bersimpuh dengan kedua tulang keringnya, serta menempatkan pinggang diantara kedua paha Kinda yang terbuka mengangkang serta lutut ditekuk, lalu satu tangannya terlihat sedang menggenggam ujung batang tersebut dan nampak menarikan si kepala plontos di celah lembah adiknya yang terlihat merekah menggairahkan?,..
Laras merasa semakin gelisah dan menjadi gerah, sehingga dia langsung membuka semua bajunya sehingga polos tak tertutup sehelai benangpun dan bersamaan dengan suara pekik lirih Kinda, yang jelas terlihat baru saja terhujam?,..
Malah Laras yang melepas desah lebih keras dibandingkan Kinda, sambil kedua tangannya mulai menjangkau kedua buah dadanya sendiri dan memainkan sepuluh jarinya disitu, disertai berbagai gerakan remasan.
Maka di dalam pos penjagaan tersebut terdengarlah berbagai suara saling sahut, yaitu rintihan nikmat yang keluar dari sepasang bibir Kinda yang indah, juga lenguhan yang dihasilkan oleh bibir Laras akibat perbuatan jarinya yang bergantian meremas serta memilin-milin putingnya sendiri,..
Serta suara decik mesra yang berasal dari pergesekan alat vital Kinda yang pasif dan batang milik Waseso, yang sedang melakukan gerakan tusukan konstan dan berirama, seiring dengan turun-naiknya pinggul sang suami.
Disitulah Laras terlihat lebih memperhatikan titik sumber penyatuan mereka berdua dan menjadi terpana, karena dilihatnya bahwa Kinda adiknya terlihat sudah bisa mengalahkan Laras,..
Karena barusan dia menyaksikan sendiri, bagaimana pinggul adiknya mulai terlihat berani melakukan perlawanan.
Diantaranya nampak seperti bergoyang dan bahkan sedikit melakukan hentakan keatas menyambut hujaman pinggul sang suami, sehingga kini mulut bawah adik Kindanya telah berhasil menelan setengah tingginya batang sang suami :
"wuiihh,.. adik Kinda sudah bisa menelan setengahnya?,.. hmmm aku nanti tidak boleh kalah,.."
Baru saja dia selesai membatin, ketika dia terpikat oleh sesuatu yang menarik penglihatannya, sehingga dia beringsut mendekat dan satu tangannya terulur ke arah selangkangan Kinda, sekaligus berkata sambil terlihat menjangkau serta menjepit "benda" dimaksud dengan jempol dan ujung jari telunjuknya, dimana pinggul Waseso otomatis menghentikan kegiatan tusukan :
"tahan sebentar kak Eso,.. ini apa sich?,.. Owalahhh,.. ternyata milik adik Kinda seperti punyaku juga ya?,.. hihihi,.."
"ihhhh,.. geli kaaakkk,.. apa sich kak Laras iniihhh?,.."
"wkwkwk,.. kak Eso apakah dengan adanya daun jendela ini mengganggu?,.."
Demikian Laras bertanya sambil masih menjepit, serta sedikit melakukan tarikan terhadap "benda" dimaksud, yang tentu saja Kinda sebagai pemilik merasa risih dan geli, apalagi batang sang suami masih tertancap diam pada lorongnya, meski saat itu dalam posisi seperempat saja yang terbenam.
"enggak tuh,.. justru kalau dia ikut terjejal ke dalam, malah seperti mengganjal enak,.."
"kak Larasssssss,.. iihhhhhh,.."
"wkwk,.. lihat lah milik ku,.. sama kan dengan milikmu adikku?,.."
Setelah melepas jepitan jarinya, dengan santainya Laras mendekatkan selangkangannya ke dekat wajah Kinda?,..
Entah Laras lupa atau agar sang adik dapat lebih jelas memperhatikan sesuatu yang hendak ditunjukkannya,..
Padahal tidak perlu harus mendekat demikian, karena tentu saja dengan kemampuan tenaga dalam Kinda yang setara dengan diri Laras, sehingga meski tanpa didekatkan pun?,..
Kinda bisa melihat jelas dan menyaksikan, bagaimana tangan si Nona Bidadari Tabib kakaknya sedang membuka celah nonoknya dan membentangkan "benda" dimaksud, yaitu sepasang daging lucu yang berbentuk seperti sayap kupu-kupu.
Namun dengan suara serak menahan birahi, Kinda berkata :
"tapi masih lebar milikku lah,.. iya kan suamikuhhh?,.. ssshhhhh?,.."
Waseso benar-benar tidak habis mengerti dengan kedua isterinya tersebut, saat ditengah-tengah kegiatan yang sedang serba nanggung tersebut?,..
Kok ya bisa-bisanya mengadakan sebuah diskusi tidak penting dan bahkan melibatkan dirinya,..
Walau demikian, hatinya dibuat kagum dengan keakraban mereka yang terlihat demikian akur, apalagi semenjak dia menyaksikan bagaimana tadi mereka berdua melakukan sut yang terlihat adil.
Selama ini, dirinya mengalami dikerubut langsung dalam satu pembaringan hanya dengan isterinya yang kembar dan pernah sekali dikerubut tiga sekaligus yaitu dengan Mawar, Lasmi dan Sukma.
Tetapi demi melihat bagaimana perbuatan Kinda dan Laras barusan, yang meski tidak memiliki ikatan hubungan sedarah tetapi bisa sedemikian harmonis?,..
Tak urung hati kecilnya merasa beruntung sekaligus bersyukur.
Namun pikirannya tidak bisa mengembara terlalu lama, karena dilihatnya mereka berdua seperti menunggu jawaban darinya, maka sambil mulai kembali meneruskan gerakan pinggul melakukan hujaman turun naik, Waseso menjawab :
"iyaaa,.. lebih lebar milik adik Kinda sedikit,.."
"owhhh,.. kirain sama,.."
"sepertinya,.. milik adik Laras sama dengan milik kedua adik kembar,.."
"owhhyaaa?,.. wahhh,.. aku harus melihat milik mereka berdua jika demikian,.. adik Kinda sudah pernah melihat milik mereka?,.."
"belummm,.. ihhhhh,.. kak Laras inihhh,.. ssshhhhh,.. jauhan dikit gihhhh,.. aaahhhhh,.. adik sedang konsentrasi nichhh,.. oohhhhh,.. percepat dikit sayanggg,.."
"wkwkwk,.. iya,.. iya,.. kan aku cuma bertanya,.."
"ssshhhhh,.. aaahhhh,.. moso tanyahh,.. tanyahhh,.. pas Kindaa,.. sedanggg,.. uuhhhh,.. menikmatihhh,.. awasss,.. nanti aku balas,.. oohhhhhhhh,.. iya begitu sayanggg,.."
"ihhhh,.. ampunnnnn jangannnn,.."
Barulah setelahnya Laras mulai diam dan kembali asyik menonton, sambil meneruskan kegiatan mengusap-usap benda yang tadi mereka jadikan topik pembicaraan.
Tentunya kali ini yang dia usap adalah benda miliknya sendiri yang juga sudah berasa sangat licin serta gatal.
Dimana dia juga menyadari, bahwa warna bagian dalam "miliknya" yang paling rahasia dan jelita tersebut nyata sama dengan kepunyaan sang adik termuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
HASRAT BIDADARI - Pendekar Dibalik Layar 3
Fiksi PenggemarSeri ke III, dari dua sekuel "Pendekar Dibalik Layar I & II" Menuturkan sebagian jawaban perjalanan hidup yang begitu rumit dari seorang pemuda dusun bertampang biasa, namun berwatak mulia dan memperoleh karunia luar biasa, berupa warisan ilmu silat...