1. Pencuri Kecil

76 14 0
                                    

Empat kerajaan di Berlian berdiri bebas sendiri-sendiri, sejajar dan semartabat. Tidak ada yang menjadi raja seluruh Berlian. Namun itu semua hanya janji suci pemerintahan. Semua orang juga mengerti kalau kerajaan Julister sangat mendominasi dari segi apapun, baik prajurit, pertahanan, makanan, pasar, semuanya adalah yang terbaik di Berlian. Hal-hal seperti itu membuat mereka kuat, dan yang kuat menjadi raja tanpa harus dibincangkan demokrasi.

Besok adalah hari Pertarungan Kaum Bawah. Itu adalah acara kejam dan jauh dari perilaku manusia seharusnya. Setiap keluarga kaum Bawah harus mengutus satu orang untuk bertarung duel satu lawan satu, dan lawannya adalah kaum bawah sendiri. Bangsawan merasa terpuasakan saat melihat kami ditempatkan di satu ruangan kecil, bertarung sampai ada yang mati.  Demi hiburan itu, setiap raja datang dengan anggota keluarganya dan beberapa prajurit ke Julister.

Julister menjadi tuan rumah acara busuk itu. Mereka menggunakan banyak tenaga kaum Bawah untuk menciptakan tembok pertahanan yang kokoh. Kaumku bekerja bertahun-tahun membangun 3 dinding raksasa. Jika ingin menuju tepat ke jantung kerajaan, mereka harus melewati dinding itu satu persatu.

Bayangkan kau menyerang Julister, saat mencapai dinding pertama, kau harus berhadapan dengan para prajurit yang siap mati demi rajanya. Katakanlah kau berhasil, ada dinding kedua yang dihuni oleh para elit yang tampan dan cantik, tapi jangan menganggap remeh kemampuan bertarungnya. Berandailah kau berhasil menerobos, maka ada dinding ketiga yang di dalamnya berdiri megah sebuah istana tempat Raja Yazan duduk dengan beribawa.

Kaum Bawah dari Julister hanya boleh menetap di dinding pertama, beberapa orang terpercaya saja yang diizinkan masuk dinding selanjutnya.

Rombongan Kerajaan Xenia datang saat matahari baru merangkak ke atas, disambut meriah ke istana kerajaan. Kemudian diikuti oleh rombongan Kerajaan Arum yang baru sampai setelah seminggu berlayar menggunakan kapal di pinggir Laut Sentosa. Mudah saja bagi mereka untuk menunggangi kuda, namun seperti leluhurnya dulu, Raja Arum lebih suka jalur laut.

Di penghujung sore, sepuluh kuda hitam berlari kencang menuju gerbang. Itu adalah rombongan Kerajaan Nersia. Duduk tegap di atas seekor kuda seorang lelaki tua yang kepalanya dilingkari mahkota. Dan di antara semua kuda itu, seekor kuda putih menawan ikut memasuki gerbang. Seorang gadis cantik menggenggam tali kendali kuda dengan kuat. Ia putri Raja Nersia.

Aku mengamati semua tamu undangan yang datang dari pagi hingga sore. Lalu menyelinap ke salah satu menara tua yang sudah tidak dipakai lagi, dari sana aku geram dan marah, betapa besok sangat dekat. Besok aku harus menghadiahkan nyawa demi tradisi kaum Bangsawan. Aku tidak akan melawan kaumku sendiri.

Dari menara itu pula, aku melihat seorang Bangsawan menyeret pemuda berumur tujuh belas tahun. Sudah biasa pemandangan seperti ini tersuguhkan, namun kali ini aku tidak akan membiarkannya, karena pemuda itu adalah Darrel. Seseorang yang aku kenal.

Aku turun berlari dari menara dan menghampiri mereka.

"Lepaskan dia, Tuan," kataku sambil berdiri gagah.

Yang diajak bicara malah marah dan geram, sebelum murkanya kelewatan, aku memberikan gestur badan membungkuk seperti sedang memohon.

"Orang Bawah sepertimu berani menyuruhku?"

Bangsawan itu terkekeh kecil meremehkan. Dia memegang bahuku dengan keras, "Anak ini akan kubunuh di depan matamu."

Tepat setelah menyelesaikan kalimatnya, si Bangsawan mengeluarkan pedang tajam dari sarungnya.

"Kau tidak bisa melakukan itu," kataku muak, "Orang Bawah Julister tidak boleh dibunuh oleh orang asing. Dan kau, meskipun seorang Bangsawan, hanyalah orang asing di sini. Raja Julister akan menghukummu, meskipun kau datang dari Kerajaan Nersia."

Aku tersenyum menyindir. Bangsawan itu agak terkejut karena aku bisa tahu tempat asalnya.

Pedang yang alih-alih diarahkan ke Darrel, dilayangkan ke leherku. Aku cukup siap dengan serangan itu, aku menangkisnya dengan pedang kayu. Serangan yang kurang keras itu hanya memakan setengah pedangku. Tambahkan sedikit tenaga, maka aku bisa terbunuh.

Aku melepas genggaman pedang tumpul itu. Merogoh saku celana dan mengambil pisau kecil yang terselip di sana. Bangsawan itu geram. Wajahnya tersenyum licik, tetapi matanya menatapku dengan amarah. Bagi kaum Bawah, begitulah wujud kematian.

Perang Berlian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang