15. Tahun Berlalu

8 3 0
                                    

Lima tahun telah berlalu. Aku berdiri perkasa di atas kapal penjarah dengan sayatan pedang di tangan kiriku. Kesunyian bergemuruh dalam jiwaku. Kami pergi seperti hewan buas yang napsu makan, melanglang buana ke penjuru dunia, namun pulang hanya dengan sedikit perak dan beberapa ikan.

Kehidupan di Pulau Kemarau seperti neraka yang sesak. Jika ingin makan, kami harus melintasi lautan dan menjarah kampung orang-orang yang tidak kukenal. Kadang melampaui pulau, kami membawa pulang harta benda untuk dibagikan ke Kaum Bawah di Darxon. Namun beberapa tahun ini, kami tidak mendapat jarahan yang bagus.

Umurku dua puluh lima tahun. Tubuhku jangkung dan bahuku lebar. Kata Goldey aku seperti seorang bangsawan, memiliki fisik yang cukup bagus. Rambutku panjang terurai ke belakang. Mata hitamku sangat ramah jika bertemu dengan orang, tetapi cukup menyeramkan saat bertatap dengan musuh.

Darrel terduduk lesu. Bersandar di badan kapal. Hasil jarahan kami sama sekali tidak bagus. Sebentar lagi, orang Bawah bisa mati karena kelaparan. Penyakit akan mudah menyebar.

Darrel sekarang berusia dua puluh dua tahun. Dia tumbuh menjadi pemuda yang kuat. Tinggi tubuhnya memang tidak bertambah, namun keahlian pedangnya sudah melesat. Darrel yang malang kini menjadi orang yang tidak kenal rasa takut. Setelah banyak kejadian yang menimpanya di Julister, Laut Hijau, dan Kemarau, dia menjadi begitu perkasa hingga dikenal sebagai petarung terbaik yang dimiliki kaum Bawah. Sanjungan itu sudah disabetnya padahal ia belum membunuh satu orang pun.

Lima tahun kami tinggal di Darxon. Setelah kejadian pertama dengan Goldey, dialah orang yang paling menyayangi kami seperti seorang ayah sekaligus teman. Kami dibiarkan tinggal di rumahnya selama berbulan-bulan hingga akhirnya aku membangun rumah sendiri.

Goldey bukan seorang dewan. Bukan orang penting yang namanya disejajarkan dengan raja dan para petinggi lainnya. Dia hanya orang biasa. Tetapi kedudukannya di samping Raja Josuan hampir melebihi para dewan. Goldey adalah seorang ahli kapal. Dia menciptakan puluhan kapal untuk misi penjarahan kaum Bawah. Tangannya yang lihai memanjakan kayu dan mengubahnya jadi perahu menjadikan dia sebagai pria terhormat.

Dalam urusan bertarung, Goldey adalah salah satu dari yang terbaik. Lekukan tubuh kecilnya yang licik menjadikan pria itu lawan yang cukup susah untuk dikalahkan. Belati kecil yang pernah digunakan untuk meracuni Darrel adalah senjata pamungkasnya. Meski begitu, kalau ia diberi kapak atau pedang, teknik bertarungnya tidak kalah jauh dengan Bangsawan.

Aku dan para penjarah pulang. Sampai di dermaga Kemarau saat senja yang indah. Sayang tidak ada yang menikmatinya karena kami sibuk memikirkan harus makan apa besok.

Seperti biasa, kami harus melapor ke raja di Aula Dewan. Kumpulan orang Bawah bergembira menyambut kepulangan keluarganya. Sebagian karena memang rindu keluarga, sebagian yang lain karena menunggu harta. Sementara kami tidak membawa apa-apa. Hanya bagian kecil dari kepingan perak.

Malam itu pun raja mengadakan rapat dengan para dewan, penjarah dan beberapa rakyat biasa. Sidang juga dilaksanakan. Kaum Bawah yang melanggar aturan atau berbuat onar akan dijatuhi hukuman. Aku mau pulang ke rumah dan tidak melihat sidang ini, karena menurut pengalamanku dalam lima tahun terakhir, acara ini pasti diakhiri dengan eksekusi mati.

Namun aku terpaksa harus menetap di aula karena ada beberapa hal mendesak yang akan dibahas. Darrel berdiri di sampingku menunggu sidang dibuka.

"Silakan maju ke depan, Nak." Erwin mengambil alih perhatian aula.

Seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun maju. Membungkukkan badannya, memberi hormat kepada raja. Disusul seorang pria tangguh yang badannya seperti seorang prajurit. Aku mengenal pria itu, namanya Ferdi dan ia cukup sering masuk ke sidang. Terutama sebagai tersangka.

"Ayahku sedang sakit, dia membutuhkan makanan. Namun orang ini mencuri harta kami saat malam. Aku melihatnya sendiri." Anak kecil tadi melapor kepada raja.

Ferdi tersenyum berdiri di sampingnya. Dia membela diri, "Anak ini hanya mimpi. Aku tidak kemana-mana semalaman, dia hanya frustasi karena ayahnya sakit dan berniat menuduhku atas kesialannya. Tanya saja, apa dia punya saksi mata?"

Anak itu menggeleng pelan. Matanya ketakutan sekali. Aku tidak tega melihat lebih lama. Hatiku kesal melihat Ferdi. Dia pria terlicik di sini. Aku mulai membenci sistem hukum di Darxon.

Katakanlah kau mencuri barang seseorang. Lalu dia melaporkanmu ke raja dan dewan. Kau harus mengembalikan harta curian dan kemudian dihukum mati. Namun jika tidak punya saksi, salah seorang dari kalian harus menantang bertarung satu lawan satu. Yang menang adalah orang yang benar karena takdir memihaknya. Dan dalam kasus ini, si anak kecil tidak mungkin membuat tantangan itu.

Anak itu menangis, menyeka air matanya, dan bilang kalau ia akan bertarung melawan Ferdi. Dia mengambil pedang kecil di pinggangnya. Tangannya gemetar. Air matanya masih jatuh pelan-pelan. Suasana ini cukup haru bagi kami yang memiliki hati nurani. Namun bagi Ferdi, ini hanya lelucon.

"Aku tidak akan melawan bocah ini. Tidak akan menantangnya juga. Aku membebaskannya dari semua fitnah keji ini dan akan menganggap kalau dia tidak pernah menuduhku mencuri," kata Ferdi ke arah raja.

"Aku akan menang, kebenaran akan menang," kata si bocah pelan.

"Tantangan sudah dibuat, Kau harus melawannya, Ferdi." Raja mengatakan hal itu seolah wajar saja anak kecil bertarung dengan pria yang tinggi tubuhnya saja dua kali lipat darinya.

Hukum di Darxon memang tegas. Kalau tantangan dibuat, harus diterima. Tidak memandang dia kecil atau besar, miskin atau kaya, lelaki atau perempuan. Hukum memandang semua orang Bawah sama saja.

Kukira Ferdi akan memohon kepada raja dan mengakui dirinya bersalah. Jujur adalah sebuah pengecualian di sini. Kalau tersangka sudah mengakui perbuatannya, maka dia hanya perlu mengembalikan harta itu dan tidak akan dieksekusi. Namun pria itu mencabut pedangnya dan tersenyum ke arah anak kecil yang gemetaran. Dia sungguh berniat membunuhnya.

"Aku akan mewakili anak ini." Darrel melompat di antara si bocah dan Ferdi. Dia membungkukkan kepalanya ke arah raja dan Erwin, meminta izin.

Jika Darrel masih anak kecil yang kukenal dulu. Aku akan menarik dan melarangnya bertarung. Tetapi sekarang ia sudah dewasa, aku akan membiarkan dia membuat beberapa keputusan atas kemauannya sendiri. Tidak ada yang pasti di dunia ini. Sesekali kaum Bawah benar soal takdir, yang benarlah yang akan memenangi pertarungan. Aku tidak yakin Darrel bisa mengalahkan Ferdi yang tubuhnya ibarat baja dan besi. Tetapi aku yakin kalau anak kecil itu berkata jujur.

Meskipun begitu, aku ingin sekali melarangnya karena pertarungan ini antara terbunuh dan membunuh. Darrel tidak pernah membunuh siapa-siapa. Bahkan saat menjarah kota dan perkampungan di benua lain, dia hanya memukul sampai tumbang. Sedikit mencederai tetapi tidak pernah membuat musuhnya mati.

Raja mengangguk. Keputusan sudah dibuat dan aku harus menyaksikan apa yang akan disuguhkan takdir.

Perang Berlian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang