Raja menyuruh kami untuk menunggu sampai besok. Aku dan Darrel memutuskan untuk membuat kemah kecil sepuluh meter dari benteng kerajaan. Mengajak lima prajurit lainnya bersama supaya bisa memperbesar kemungkinan menang kalau Bangsawan kembali dan mengepung balik kami. Hanya untuk jaga-jaga.
Kami menunggu sampai pagi. Lalu menyapu hutan lagi dan tidak menemukan apa-apa di hari kedua. Ini cukup melelahkan. Musuh berkeliaran di Kemarau. Tujuh orang yang merepotkan ini membuat pertahanan benteng kerajaan diperkuat. Setiap pos jaga diisi. Wajib melapor kalau ada hal aneh dan mencurigakan. Sementara anak muda di kapal sudah diberi perintah untuk menyalakan api di atas bukit dekat dermaga kalau Bangsawan mendekat.
Aku tidak menyuruhnya bertarung. Dia hanya perlu melarikan diri dan memberi informasi. Soal bertarung sudah kuserahkan kepada sepuluh prajurit yang kukirim ke sana untuk menjaga kapal. Aku tetap ragu kalau sepuluh itu cukup melawan Bangsawan.
Kakiku cukup lelah di hari ketiga. Tidak ada kabar apa-apa. Bangsawan menghilang seperti hantu. Sudah berhari-hari kami tidak melihatnya. Ini bukan hal baik, ketakutan mewabah ke Darxon dan seluruh penjuru Kemarau. Lebih baik musuh ada di depanmu daripada berada di bayang-bayang yang tidak kau duga.
Alih-alih mendapat Bangsawan, kami malah memburu rusa. Lumayan untuk makan malam di perkemahan. Darrel mengaku paling jago memasak, padahal tidak. Aku mengenalnya dan tidak pernah melihat dia masak. Tapi ia bersikeras mengaku begitu. Aku membiarkannya dan kemudian menyesal. Makan rusa masakan Darrel seperti menabur pasir di mulut. Kering dan tidak enak sama sekali.
Kami menyalakan api kecil untuk memasak dan menghangatkan diri di ngarai-ngarai sempit supaya nyala asap dan api tidak terlihat. Jika kaum Bangsawan bersembunyi, begitu pun dengan kami. Mereka akan menghindar jika melihat kelompokku nongkrong di sini, atau bisa lebih berbahaya, menyerang kami saat masih kenyang.
Di malam kelima, bulan menyala indah di atas Kemarau. Sangat terang hingga bisa membantu penglihatan di tengah hutan yang lebat. Aku memutuskan melakukan patroli bersama Darrel dan lima prajurit. Hingga tengah malam, kami tidak mendapatkan apa-apa.
Aku sedang dalam perjalanan kembali ke kemah bersama prajurit saat mendengar bunyi berisik dari segerombol kecil pepohonan. Aku menduga itu kumpulan serigala yang sedang menyantap makan malamnya. Kami berhati-hati merangkak semakin dekat, lalu mendengar gerutuan dan batuk-batuk. Itu pasti manusia. Kami mengintip melalui semak-semak dan menemukan Serge dan enam pasukannya berjongkok mengelilingi bangkai rusa. Wajah mereka berlepotan darah, mata mereka gelap, tangannya sedang memotong daging rusa itu dengan pisau.
Itu pemandangan yang sangat mengerikan. Jarang Bangsawan memakan daging mentah, hampir tidak mungkin. Tetapi di sini mereka tidak punya pilihan. Aku tidak melihat tujuh Bangsawan biasa di sini. Mereka adalah kawanan iblis yang mengerikan. Pasukanku takut, gemetar, dan ingin kabur. Aku menyakinkan mereka. Kami tidak bisa menang tujuh lawan tujuh. Minimal harus dua kali lipat melawan kelompok mengerikan ini.
Aku melakukan yang biasanya kulakukan, menunggu dan sabar. Kami butuh momen untuk menyerang. Aku tidak memakai pedang, melainkan belati. Tangan kanan Darrel memeluk kapak kecil yang sangat tajam. Dia haus ingin membunuh, tetapi anak ini sabar.
Empat hari bersembunyi di kegelapan, empat hari tanpa makan, minum, dan api yang hangat telah menjadikan mereka buas. Aku berpikir. Harus melampaui mereka. Ini saat yang bagus untuk menangkap Serge.
Aku punya rencana. Kami akan membiarkan mereka kenyang. Aku berbisik kepada Darrel, ia pun pergi memisahkan diri dari kami.
"Kita orang Bawah, itulah mengapa kita akan menang," ucapku pelan kepada lima pasukan. Rencana sudah disusun. Kemungkinanya lima puluh persen. Aku tidak punya pilihan. Kalau bukan sekarang kapan lagi.
Aku berdiri. Muncul pelan-pelan di balik semak-semak. Tujuannya bukan untuk menyerang, tetapi menciptakan kepanikan. Mereka menoleh. Pasukanku bangkit, berjalan pelan di depanku. Kami seperti prajurit mengerikan yang keluar dari bayangan untuk membunuh Bangsawan.
Kami sepenuhnya muncul di depan Bangsawan. Pasukan Serge langsung was-was, mengambil pedang, dan berbaris melindungi bos mereka. Aku menyeringai menatap Serge. Menunjukkan rasa percaya diri. Aku masih berdiri saja dan tidak menyerang, tetapi tanganku sudah terangkat dengan pedang.
Prajurit Serge menyapu lokasi sekitar. Tidak ada orang lain, mereka yakin. Enam lawan tujuh. Serge tertawa karena yakin akan menang. Di belakang mereka ada rawa, tidak akan ada yang muncul di sana. Kanan dan kiri gelap dan penuh ranting yang patah, cukup mudah mengetahui ada yang bergerak melewatinya. Hanya ada satu jalan keluar, lewat depan, dan di sanalah kami berdiri perkasa.
Kami bersabar. Menunggu Bangsawan bergerak duluan dan menyerang. Itulah yang mereka lakukan. Enam orang maju meninggalkan Serge di belakang. Berniat membunuh kami sekalian. Kami mundur selangkah seperti orang takut.
Bangsawan membuat kesalahan. Ini tanah kami dan kami tau banyak tentang lapangan pertarungan ini. Di balik bayang hitam yang tidak disiram cahaya rembulan, Darrel memanjat Rawa dan muncul dengan kesunyian. Tidak ada yang menyadari sampai ia meletakkan kapaknya di leher Serge.
"Permainan selesai, Anak-anak," ucap Darrel lalu tertawa.
Pasukan Berlian terkejut saat menyadari arah suara dari belakang, tempat bos mereka ditinggalkan. Serangan mereka mendadak berhenti. Semua melihat ke belakang dan ketakutan. Ibarat pelayan yang setia, lebih baik mati ketimbang memberikan raja kepada musuh. Serge sudah di ambang kematian, pasukannya pun menciut. Mereka melakukan kesalahan karena meremehkan kami.
Darrel berbisik di telinga Serge. Dia ketakutan karena sadar bahwa Darrel menyimpan rasa dendam yang begitu besar. Hanya butuh sedikit dorongan dan anak ini akan mencelupkan kapak ke leher Serge dengan pelan.
"Turunkan senjata kalian, jangan melawan!" Serge megatakannya dengan keras dan malu.
Darrel mengikat tangan Serge dengan tali sementara kami mengurus yang lainnya. Ketujuh berlian duduk di atas lututnya masing-masing seperti memohon kepada kami.
Serge kuseret ke depan. Kupaksa berdiri menatap ke arah pasukannya yang gagah dan berani. Aku memberi isyarat, enam orang pasukanku, termasuk Darrel, berdiri di belakang Para Berlian. Belati mereka ditempel ke leher para Bangsawan.
"Kau harus membawa kami ke rajamu!" Serge panik dan kebingungan.
Aku menamparnya.
"Kalian pasukan yang tangguh," kataku kepada enam Bangsawan. "Tidak ada rasa takut untuk mati. Mampu mengatasi segala keterpurukan dengan hati yang tangguh demi kejayaan Berlian. Tapi sayangnya, mengatasi rasa tidak takut mati bukanlah puncak dari keagungan seseorang." Aku menatap mereka satu persatu. Serge masih mengaduh di bawah kakiku.
"Sekarang bayangkan kalian mati dan keluarga kalian tidak berarti apa-apa bagi Julister. Ayahku adalah tangan kanan raja. Dia orang Bawah dan dibunuh dengan brutal. Mereka tidak mengenang ayahku seperti mengenang leluhurnya. Mereka tidak akan mengenang kalian, oh sembilan pasukan Julister yang agung. Keluarga kalian akan ditelantarkan. Itulah rasa takut yang melebihi kematian. Perasaan saat keluarga kalian dibantai dan tidak diberi makan, apalagi sedikit rasa hormat."
Kata-kataku menembus baju besi mereka. Masuk ke dalam hati dan meninggalkan rasa takut yang baru. Mereka menatap Serge meminta kebenaran, apakah aku berbohong. Serge menggeleng tidak kuasa menjawab, karena jauh di lubuh hatinya, dia sedang berduka.
Aku mengangguk memberi isyarat. Enam belati yang berada di tangan pasukanku menyayat leher pasukan Bangsawan dengan cepat, membentuk garis vertikal merah, sehingga mereka tidak perlu merasakan rasa sakit yang berat. Enam orang itu tumbang. Kini tinggal kami dan Serge. Kami harus membawanya ke raja.
Darah membasahi belati dan tangan pasukanku yang marah. Namun mereka memiliki sedikit rasa bersalah karena membunuh enam orang tanpa senjata.
"Tegakkan kepala kalian, ini sebuah keberhasilan!"
Aku berubah makin buas. Begitu juga dengan Darrel. Satu nyawa sudah pernah direbut, dan nyawa lainnya jadi begitu mudah diatasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perang Berlian [END]
AcciónBerlian adalah bagian bumi yang terasingkan, di sana berdiri beberapa kerajaan, mereka percaya bahwa umat manusia ini dibedakan dengan ras dan golongan. Jagat seorang kaum Bawah, ras yang mengabdikan diri menjadi petani, kuli, tukang, suruhan dan pe...