33. Letnan Terkuat

3 0 0
                                    

Teriakan itu menggema di malam sepi. Menghujamkan rasa sakit yang lebih besar daripada yang kuterima dari Miller. Aku menoleh. Berlari seperti cahaya ke arah Army. Para letnanku memegang kepala. Army bahkan sudah menangis. Beberapa terisak. Mereka tahu persis seperti apa wujud kematian.

Aku bisa merasakan Miller berjalan pelan ke arahku. Dia membiarkanku berduka. Aku bertumpu dengan kedua lututku. Menggoyang-goyangkan tubuh letnan ketujuhku. Mengecek napasnya. Astaga. Aku akan kehilangan seseorang yang berada di bawah tanggung jawabku. Sebelum Army berteriak, aku bahkan tidak menghafal nama Calleb.

Aku memberinya kematian saat mengangkatnya menjadi letnan.

Aku masih memeluk kepala kecilnya. Dia tidak bernapas. Ibu-ibu kaum Bawah menjerit histeris. Salah satu anak polosnya telah mati.

"Aku tidak berusaha membunuhnya," kata Miller. "Kalian memang orang lemah."

Untuk pertama kali dalam hidup, aku kehilangan logikaku. Aku berdiri menghadapnya. Bersiap membunuh semua raksasa.

Saat aku ingin menyerbunya. Aku melihat sepintas bayangan. Mataku menoleh ke kanan. Seseorang di antara tumpukan kaum Bawah berdiri. Tubuhnya kecil sekali.

Itu letnan kesembilanku. Finn.

Semua orang masih larut dalam kesedihan. Finn menerjang ke arah Jasper sambil melolong seperti serigala gila. Dante berlari ingin melindungi anaknya. Finn berhasil mengelak dari kapak besar. Dante mengayunkan kapaknya lagi. Finn meloncat ke depan, mendarat tepat di kakinya. Kapak tadi menancap di tanah kering. Saat dia mengangkat kapak lagi, Finn sudah meluncur di antara dua pahanya, lalu berlari secepat kilat ke arah Jasper, mengeluarkan dua pisau.

Astaga. Tuhan, aku seperti sedang melihat diriku. Itu cara bertarungku. Itu caraku menghindari Dante kemarin.

Aku membeku. Apa yang dilakukan Finn? Dia bisa mati kalau melawan. Aku membenci diriku karena tidak bisa bergerak sedikit pun. Aku membeku karena rasa kaget. Raksasa lain bahkan belum bergerak saat Finn sampai di depan Jasper.

Jasper masih terbalut luka yang kusebabkan. Dia bukan raksasa pertarung. Dia hanya melayangkan kakinya untuk menendang Finn.

Finn lagi-lagi berhasil mengelak. Dia memutari Jasper, lalu melancarkan serangannya ke betis kiri raksasa. Jasper masih mengaduh kesakitan saat Finn menyayat pergelangan kaki kanannya yang baru berdiri tegak. Jaringan otot Jasper pecah mengeluarkan darah. Keseimbangannya hilang. Dante berusaha berlari ke arah anaknya. Namun Finn seperti hantu, dia sangat cepat hingga sulit ditangkap mata.

Dalam hitungan detik, Finn menancapkan satu belati di belakang lutut Jasper. Lalu menancapkan belati satu lagi di atas tusukan pertama. Finn menancap berkali-kali. Dia mendaki tubuh raksasa secepat mungkin. Akhirnya dia menusuk bisep kanan Jasper. Lalu meloncat ke bahunya.

Finn melilit leher Jasper dengan kaki kecilnya sebisa mungkin. Itu bukan untuk mematahkan leher, tapi agar Finn tidak terjatuh ke bawah. Kini dia berada di belakang kepala Jasper. Memegang dua belati di masing-masing tangannya.

"Untuk Calleb, saudara letnanku!"

Finn berteriak keras. Dua tangannya terangkat ke udara. Dante terlambat. Dua belati menancap sempurna di kedua sisi leher Jasper.

Jasper tumbang jatuh ke tanah. Mati di depan ayahnya.

Finn terjatuh ke tanah.

Dia bangkit pelan-pelan saat Dante menangisi anaknya.

Finn menatapku dari jauh. Bibirnya tersenyum. Matanya menangis.

"Satu dibayar satu!" teriak Finn ke arahku.

Perang Berlian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang