Saat semua telah siap. Tanpa menghabiskan waktu lama. Aku sampai di dermaga Marvil lagi untuk melanjutkan perjalanan ke Berlian. Aku berhenti sebentar sebelum menapaki kaki di kapal. Menoleh ke belakang. Melihat Miller berjalan memimpin dua ratus pasukan raksasa. Mereka memakai topi baja, sebagian menggenggam tombak, sebagian menggenggam pedang. Mereka melewatiku. Menaiki kapal. Lalu berdiri rapi di kapal masing-masing menghadap ke arah Miller yang ingin mengucapkan orasi keberangkatan.
"Kita telah menjarah ke pulau-pulau, merusak ribuan rumah, mengepung puluhan benteng, namun hari ini, jangan pikir kita sedang liburan ke istana. Selama ratusan tahun hidup, ini kali pertama kita akan menyerbu Berlian. Mengorbankan seluruh tenaga demi takdir baru kaum Raksasa!"
Para raksasa bersorak. Menghentakkan genggaman tombaknya ke badan kapal. Menimbulkan sorak-sorai seolah-olah ini perjalanan ke pesta.
Aku berjalan menaiki kapal. Menjadi satu-satunya orang berukuran kecil di antara para raksasa. Bahuku masih merasakan kesakitan. Dua belati terselip di pinggang. Saat satu kakiku menapaki kapal, suara orang-orang berlari membuatku menoleh.
"Bang Jagat!" Army berlari ke arahku. Diikuti seluruh letnanku, lalu di belakang mereka, aku melihat hampir seluruh kaum Bawah berlari menghamburiku.
"Izinkan kami ikut!" Army mewakili seluruh letnan.
Aku menggeleng. Tidak menyetujui. Elijah protes, aku tetap bersikeras. Lalu Finn meneriakiku, "Biarkan aku ikut, Bang, kau sudah lihat apa yang mampu kulakukan. Aku tidak lemah!"
Para letnanku yang lain mengeluh lagi, "Kami juga tidak lemah!"
Aku hanya tersenyum melihat mereka ribut. "Kalian tidak lemah, aku menjadikan kalian sebagai letnanku karena kalian kuat, dan selama aku pergi, tinggallah di sini untuk menjaga kaum Bawah."
Lalu di antara kerumunan, Ratu Elsa maju menghampiriku. Dia memegang kedua tanganku. "Kami menunggumu di sini, Jagat, kau adalah anak yang sangat kuat. Lihatlah kami semua," kata ratu melirik ibu-ibu di belakangnya. "Kau adalah anak kami. Saat kau sampai di Berlian, jangan bertarung untuk membunuh, tapi bertarunglah untuk memaafkan."
Aku menaiki kapal meninggalkan kaumku dengan rasa hampa. Kepalaku mencoba mencerna apa yang dikatakan Ratu Elsa. Dia membicarakan amarah, apa selama ini aku benar-benar terlihat marah dan tidak pernah menunjukkan kasih sayang. Perkataannya memukul hatiku. Aku ingin sekali percaya bahwa apa yang kulakukan adalah demi kaumku, namun bagaimana kalau ternyata ini semua demi dendamku kepada para Bangsawan.
Matahari belum terbit dengan sempurna saat dua puluh kapal raksasa bergerak. Angin pagi meraba kulit wajah. Aku berusaha keras meninggalkan semua dendam di laut. Karena kami sedang menuju ke hari yang baru.
Kapal kami bergerak ke arah selatan. Memutari Darxon. Itu jalan terdekat dan teraman menuju Narnar.
Miller maju bergabung denganku di ujung kepala kapal.
"Jagat," sapanya, "kita akan ke Narnar, pastikan kau tidak mati!"
Aku tersenyum, meliriknya, lalu berkata, "Putarlah arah kapal, kita akan melalui Laut Sentosa bagian utara. Dari arah atas sana, kita akan menuju Berlian."
Miller kebingungan. "Kenapa?"
Aku tersenyum sekali lagi. "Kita tidiak akan ke Narnar, kita menuju Himala di Kerajaan Nersia."
Inilah rahasia yang diucapkan Raja Josuan saat terakhir bertemu denganku. Dia yakin Ferdi akan menukarkan informasi dengan beberapa perak.
Saat para Bangsawan menunggu di Narnar, kami akan ke Himala dan melakukan penyerangan dengan tiba-tiba.
***
Angin laut menyentuh wajahku. Membelai lembut kulitku yang penuh luka. Perjalanan ke Himala adalah perjalanan menuju kemenangan. Kami sudah merencanakan ini sejak Ferdi membawa kabur Serge ke Berlian. Raja Josuan mengutarakan pendapatnya, dia berpikir kalau Ferdi pasti akan menukar informasi penyerangan kami ke Narnar. Pengkhianat itu akan menjual apa saja demi harta. Bahkan, jika dia mempunyai keluarga, kuyakin dia akan menjual mereka juga.
Saat ini, raja dan para pasukan pasti sudah sampai di Berlian. Memantau dari jauh keadaan Himala. Menunggu momen untuk menyerbu. Aku berharap tidak terlambat, mereka membutuhkanku dan para raksasa. Jika yang raja katakan benar, jika Ferdi memberi informasi rahasia kami, maka para pasukan Bangsawan akan melakukan pengepungan di Narnar. Menunggu kedatangan kami. Namun saat mereka mengirim pasukan-pasukannya ke sana, Himala akan menjadi target yang lemah.
Dari puluhan kota di Berlian, raja menginginkan Himala karena satu alasan: Rajanya sudah tua. Aku menyetujuinya, bahkan aku sendiri sangat mengidamkan Himala. Di sana ada seseorang yang terlalu hina untuk bisa bernapas di Berlian. Dia akan membayar apa yang pernah dilakukannya di Julister saat menyeret leher Darrel.
Dia adalah Dennis.
Lima hari kami berlayar. Tidak ada tantangan apa pun. Kapal perang raksasa melaju mengantarku dan para petarung besar ke Himala. Kami berlayar agak jauh dari tepi Berlian supaya tidak ada mata-mata Bangsawan yang melihat. Aku lebih banyak diam di kapal. Tidak ada yang mengajakku bicara. Para raksasa merasa aku bukan bagian dari mereka. Aku pun merasa begitu, rasa benciku kepada mereka masih mengendap di hati.
Hanya Miller yang mengajakku bicara. Dia menghadiahkan sebuah pedang tua. Mengatakan kalau itu adalah pedangnya yang berusia 500 tahun lebih. Saat dia masih muda dan kecil. Pedang itu memiliki tubuh tajam berwarna putih. Saat malam, pedang itu menyinarkan cahaya hijau gelap. Menjadi lentera di tengah-tengah bumi tanpa cahaya.
Aku menerima hadiahnya karena pedangku telah patah saat memukul Dante. Tidak mungkin hanya membawa belati ke Berlian, para Bangsawan jauh lebih kuat daripada kaum Bawah. Seribu pasukan kaum Bawah, ditambah lima ratus raksasa, ini pertaruhan besar. Seluruh nasib kaum Bawah tergantung dengan perang ini. Jika kami kalah, maka kalahlah seluruh orang yang terlahir sebagai orang miskin. Jika kami tumbang, tumbanglah cita-cita orang susah yang ingin mengubah takdir. Jika perang ini memusnahkan mimpi kami, sejarah akan ditulis, seluruh cita-cita, mimpi, dan harapan yang akan muncul di permukaan, kelak akan dikubur dengan pengalaman yang hari ini kami pertaruhkan.
Dua puluh kapal raksasa semakin mendekat ke Himala. Aku bersama Miller memimpin pasukan. Kapal perang kami berlayar di depan, lalu di belakang kami bergerak rapi kapal-kapal lain membentuk huruf V.
"Jagat," sapa Miller. "Kita telah sampai. Majulah ke depan untuk menyapa raja dan pasukan-pasukanmu."
Aku mengangguk. Lalu melangkah ke depan. Beberapa ratus meter di depan. Puluhan kapal mengapung di laut Sentosa dalam diam. Hatiku berdebar. Saat melihat wajah Raja Josuan tersenyum menyambutku, aku tahu strategi kami berjalan dengan sangat baik.
Syukurlah aku tidak terlambat, darahku mendidih ingin menyerang para Bangsawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perang Berlian [END]
ActionBerlian adalah bagian bumi yang terasingkan, di sana berdiri beberapa kerajaan, mereka percaya bahwa umat manusia ini dibedakan dengan ras dan golongan. Jagat seorang kaum Bawah, ras yang mengabdikan diri menjadi petani, kuli, tukang, suruhan dan pe...