Aku dan raja berlari ke luar gerbang mengambil dua kuda milik tujuh dewa. Lalu menjemput Maura di dalam halaman depan istana. Melemparnya ke atas badan kuda. Aku dan raja pun membelah jalan menunggangi kuda, ingin menghadang para Bangsawan dengan melakukan negosiasi dalam jarak yang lumayan jauh dari kaumku.
Maura mengerang di belakangku. Mulutnya kusumbat dengan kain agar dia tidak banyak bicara. Aku dan raja sampai di tanah luas, berada jauh dari istana. Kami berdiri menunggu serbuan para Bangsawan. Kini mataku bisa melihat Dennis mendekat, wajahnya merah, mulutnya mengeluarkan busa seperti anjing gila.
Saat jarak kami sudah dekat, aku melempar tubuh Maura ke tanah. Lalu menuruni kudaku. Raja Josuan tetap duduk di atas kudanya.
Dennis berhenti saat melihat Maura. Wajah marahnya tersenyum seperti iblis. Para Bangsawan yang mengikutinya berhenti, menunggu perintah raja.
"Halo anjing kecil!"
Dennis mengenali wajahku. Pasti tidak mudah melupakan seorang Bawah yang menentangnya di Julister, lalu menjadi pemimpin pemberontakan."
Aku mengacungkan jari tengah. "Kau akan menyerahkan Himala, lalu Maura menjadi milikmu."
"Kau sudah gila, bahkan orang bodoh pun tidak akan menukar sebuah kota dengan seorang perempuan lemah!" Dennis menghina Maura.
"Dia keluargamu," kataku.
"Saat aku menjadi raja, keluargaku satu-satunya adalah Nersia. Aku akan melakukan apa pun untuk rakyatku!" Dennis mengatakannya dengan wajah sombong sambil menuruni kuda. Lalu berjalan ke arahku dan Maura.
Dia menjatuhkan pedang dan belati ke tanah. Maju dalam keadaan damai. Aku pun menurunkan senjataku. Menunggu apa yang akan dilakukannya.
Dennis menarik rambut Maura agar berlutut di depannya. Mengeluarkan sumpalan kain dari mulut. Maura meludah. Tersenyum ke arah Dennis, lalu melihatku dengan tatapan meremehkan. Maura masih berlutut saat Dennis berdiri di belakang tubuh saudarinya. Aku tidak menduga. Dengan kecepatan dan kekuatan, Dennis menusuk leher Maura, satu jarinya melubangi leher putih nan cantik yang tergores karena perang.
Maura mengerang kesakitan. Jemari Dennis masih menancap di lehernya. Raja Josuan mengeluarkan pedang. Aku mengambil senjataku. Mundur menuju kuda.
Saat aku sudah menaiki kudaku, Dennis berkata, "Perang akan dimulai saat aku mencabut jemariku dan membiarkan darah Maura mengalir ke tanah Himala. Waktumu tidak banyak, Cacing tanah, pulanglah ke pasukanmu, lalu kau akan menyaksikan aku membunuh seluruh orang-orangmu!"
Saat kalimat Dennis selesai. Aku dan raja menunggangi kuda dengan kecepatan maksimal. Mencoba mencapai para pasukan. Memberi mereka kabar kalau negosiasi kita telah selesai. Perang telah dinyatakan. Aku merasakan darahku mendidih di dalam balutan daging dan kulit. Tulang-tulangku terasa hangat tidak sabar bertarung mati-matian.
Saat kami sampai di tengah halaman istana. Seluruh pasukan telah berada di posisi masing-masing. Para raksasa menggenggam tombak di masing-masing tangannya. Menunggu perintah.
Malam terasa sepi untuk sementara. Angin tidak meraba kulit. Tanah terhampar dengan tenang tanpa getaran. Langit pun meneteskan rintikan hujan dengan pelan. Lalu dalam semenit berikutnya, teriakan menggema di depan istana.
Dennis dan para Bangsawan telah tiba.
Aku menaiki gerbang. Di sela-sela tubuh para raksasa, aku melihat cahaya-cahaya di antara pasukan Bangsawan.Semakin dekat. Semakin memerah.
Itu panah api. Mereka berniat membakar istana.
Aku memberi perintah. Ratusan tombak raksasa terlontar ke langit. Membelah angin-angin malam yang mulai bertiup lagi. Para Bangsawan medongak ke atas, melihat kayu-kayu besar terbang. Menatap ngeri besi-besi tajam di ujungnya. Seperti salju yang turun ke bumi. Tombak-tombak itu jatuh. Menancap di badan-badan kuda. Membuat hewan itu jatuh terluka, menghempaskan para pasukan yang menungganginya.
Puluhan tombak lain juga ikut jatuh menancap langsung ke tubuh para Bangsawan. Menembus kepala dan tubuh mereka. Beberapa tombak hanya membentur baju besi, namun karena ukuran dan kekuatan lemparan, para pasukan Bangsawan terlempar ke belakang. Terinjak-injak kuda pasukannya sendiri.
Aku bisa melihat hampir ratusan pasukan lawan terjatuh ke tanah. Namun mataku tertuju pada satu orang, Dennis maju tanpa rasa takut.
Aku memberi isyarat lagi. Sekarang Erwin mengangguk, memberi isyarat kepada seratus pasukan. Saat para Bangsawan berada dalam jangkauan, tombak-tombak dilempar. Tubuh-tubuh lawan telah dibidik sempurna.
Aku melihat seratus tombak dibawa angin malam. Mataku terkena silau cahaya. Ternyata di antara tombak kami, ratusan anak panah meluncur ke langit. Api merah menyala di ujungnya. Mereka tidak membidik tubuh raksasa yang terbuka lebar. Anak panah itu dilontarkan lebih tinggi, lalu meluncur dengan cepat ke dalam gerbang. Bahkan melewati goldey dan seluruh pasukan kaum Bawah
Saat lemparan tombak kami membunuh puluhan lawan, anak panah mereka membakar istana.
Dennis berhenti. Para pasukannya pun mengikuti. Mereka tidak menyerang kami. Aku melihat wajah marahnya tersenyum sinis. Dia sedang menunggu sesuatu.
Aku mendengar teriakan-teriakan dari arah para pasukanku. Api tadi menjalar cepat. Membakar istana. Kayu-kayu jatuh terbakar. Mengenai beberapa pasukan. Aroma hangus tercium di hidungku. Kini apinya semakin besar. Membuat tubuh kami terpanggang jika tidak segera keluar.
Goldey menatapku, aku mengangguk.
"Keluar!" Goldey memberikan perintah agar semua pasukanku keluar gerbang. Berkumpul di depan bersama para raksasa.
Senyum Dennis merekah. Sial. Aku tidak menduga kalau dia tidak mempunyai otak dan hati. Dia membunuh Maura, lalu membakar istana Himala yang telah berdiri ribuan tahun. Senyumnya semakin mengerikan saat dia melihat ratusan kaumku berlari keluar istana. Dia melenyapkan benteng pertahanan kami.
Kini hanya tinggal satu aturan, berperang sampai salah satu menang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perang Berlian [END]
AksiBerlian adalah bagian bumi yang terasingkan, di sana berdiri beberapa kerajaan, mereka percaya bahwa umat manusia ini dibedakan dengan ras dan golongan. Jagat seorang kaum Bawah, ras yang mengabdikan diri menjadi petani, kuli, tukang, suruhan dan pe...