18. Bangsawan Lagi

6 2 0
                                    

Kata-kata raja membuat kami bingung menatap satu sama lain. Aku mendengarkan baik-baik.

"Ratusan tahun yang lalu, Zigala punah karena kaum Bawah menyerang mereka."

"Mustahi. Mereka itu orang kuat, kita saja tidak bisa membuh mereka." Goldey tidak percaya sama sekali.

Raja menjelaskan, "Ini rahasia para raja Darxon dari dulu, sebenarnya, jauh di ujung utara Pulau Kemarau, ada sebuah daerah bernama Marvil. Di sanalah kaum Bawah yang membasmi Zigala hidup. Mereka bukan seperti kaum Bawah yang kalian bayangkan. Rata-rata umur mereka lebih dari 500 tahun. Postur tubuhnya ibarat 10 kaum kita. Mereka raksasa yang sangat kejam. Leluhur kita membuat perjanjian agar mereka tidak pernah mengganggu kita asalkan kita hanya menetap di Darxon yang kering, sementara mereka menguasai seluruh Pulau kemarau yang lain."

"Aku sendiri tidak pernah melihat mereka. Namun tetap percaya, karena itulah satu-satunya hal paling penting yang diingatkan para leluhur, Jangan pernah usik Zigala dan Marvil!"

Aku memiliki banyak pertanyaan di kepalaku, tetapi tidak satu pun yang kutanyakan. Lebih tercengang mendengar perkataan raja. Hampir mustahil ada manusia yang hidup lebih dari 500 tahun, apalagi posturnya seperti raksasa.

"Apa alasanmu membocorkan rahasia kerajaan kepada kami?" Goldey yang bertanya.

"Aku berpikir kalau peluang kita menyerang Berlian akan lebih besar jika para raksasa itu ikut bersama kita." Itu ide yang gila.

Darrel dan Erwin tidak setuju. Masuk akal karena raja sendiri tidak bisa memastikan kalau para raksasa akan suka rela membantu kami. Goldey hanya diam. Dia menatapku menunggu jawaban.

Aku bertanya kepada raja, "Jika raksasa memang ada, mengapa mereka tidak menyerang Berlian?"

Raja Josuan tertawa, "Jagat, raksasa itu orang bawah, sifat asli mereka tetap masih ada-"

"Mereka takut sama Bangsawan." Darrel memotong kalimat raja.

Raja Josuan hanya mengangguk.

"Aku dan Darrel akan ke Marvil," kataku kepada raja, Darrel ingin menegurku.

"Kami akan membawa pasukan perang terbaik untukmu, Raja."

Aku menarik tubuh ujung baju Darrel. Isyarat agar dia tidak membantah lagi. Urusan para raksasa sekarang jadi tanggung jawabku. Raja pun memberi sebuah pedang kecil bersarung emas, katanya untuk memberi bukti kepada para raksasa kalau aku datang karena utusan raja.

Raja memerintahkan Goldey dan pengrajin lainnya untuk membuat banyak kapal perang yang kuat. Kami tidak akan berlabuh dan menjarah. Ini adalah perang yang nyata. Perlu waktu berbulan-bulan untuk meluncurkan banyak kapal, dan Goldey menyanggupi tenggang waktu dalam enam bulan.

Dalam dua minggu kami akan kehabisan makanan dan air bersih. Separuh penjarah ditugaskan melaut untuk mencari makan dan persediaan seadanya. Ini akan jadi dua musim terberat bagi kaum Bawah. Namun alih-alih jadi lemah, kami akan bertahan dan semakin kuat.

Pedang-pedang terbaik ditempa di api yang agung. Kapak dan tombak dikerjakan dengan cukup cepat. Senjata-senjata yang dibutuhkan dipahat dengan banyak tenaga. Perisai kayu yang kokoh diolah sebaik baja. Baju besi diperbanyak, akan cukup membantu kalau prajurit dilengkapi pakaian yang dapat memantulkan hantaman-hantaman pedang.

Aku dan Darrel tidak ikut menjarah untuk kebutuhan selama enam bulan ini. Sebelum ke Marvil, aku ditugaskan untuk melatih prajurit. Lima tahun hidup di Darxon membuat reputasiku menjulang ke langit. Dilegalkan atau tidak, aku seperti tukang pukul terbaik Raja Josuan.

Aku mengajari prajurit bertempur dengan tangan kosong, belati, dan kapak. Darrel yang masih muda ikut memberi pelajaran tentang pedang dan perisai. Dua puluh tahun tinggal di Julister membuatku tahu banyak tentang cara bertarung bangsawan. Mereka liar dan buas. Sekali terjun ke lapangan pasti akan menghadiahkan kemenangan.

Kaum Bawah pernah kalah di perang sebelumnya saat menentukan nasib Berlian jatuh di tangan siapa. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya tidak dimiliki kaumku. Perbedaan apa yang kami tidak punya. Aku tidak sempat belajar cara perang atau bertarung kepada ayah. Dia mati saat aku masih kecil sekali. Namun ayahku adalah tangan kanan mendiang Raja Julister, dan itu menjelaskan sedikit banyak bahwa kaum Bawah bisa mengungguli Bangsawan.

Sebulan sebelum hari keberangkatan, aku dan Darrel akan ke Marvil untuk melakukan negosiasi dengan para Raksasa. Kami akan melewati jalur laut dari arah timur. Goldey membuat satu kapal yang sangat besar. Mungkin bisa membawa beberapa raksasa yang ukurannya paling kecil. Jika kami beruntung mengajak para raksasa ikut ke Berlian, mereka pasti mempunyai kapal raksasa. Tapi jika yang ikut hanya satu atau dua raksasa, mereka bisa menumpang di kapal kami.

Hari yang kutunggu tiba, kami akan ke Marvil besok. Saat ini aku ingin menikmati senja di tepi Darxon. Duduk membuka beberapa memori kebahagiaan dan kesedihan. Yang paling kuingat adalah Rahul. Aku masih menyimpan kain merah pemberiannya di sakuku.

Rahul akan bangga kepadaku. Besok lusa akan jadi hari yang berbeda. Namun aku selalu bertanya kepada diri sendiri, apa aku membawa orang-orang Bawah ini kepada kejayaan atau justru menyeret mereka menuju kesengsaraan.

Sementara pikiranku sibuk berpikir aneh-aneh, sebuah kapal mendekat ke dermaga. Kapal itu berasal dari arus Laut Sentosa. Aku berusaha melihatnya dengan seksama. Dan ketika jaraknya semakin dekat, aku mengenali kapal itu milik Bangsawan Julister.

Aku memang kuat. Tetapi pemandangan ini membuatku gemetar. Kapal itu hanya satu. Dia menari percaya diri di atas ombak cantik menuju ke Pulau Kemarau.

Meskipun jumlah Bangsawan yang datang tidak banyak. Itu bisa memiliki banyak arti. Aku pergi memperingati sang raja.

Perang Berlian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang