Raja, aku dan para dewan berkumpul di Aula Dewan. Kami tidak tidur. Darrel berdiri gagah bersama dua prajurit lain di depan pintu. Berjaga-jaga.
"Ada yang ingin kau katakan, Jagat?" Tanya Raja.
Aku bingung. "Kita membutuhkan perak itu karena persiapan perang belum matang. Tetapi aku takut kalau pekerjaan ini membutuhkan waktu berbulan-bulan, dan kita sudah menunggu cukup lama untuk menyerang."
Erwin tertawa, "Kau tidak menawarkan solusi apa-apa, Jagat," dia membuatku kesal dan melanjutkan, "Kita kirim 50 orang ke sana, biarkan mereka bekerja dan jadikan itu sebagai tanda baik kalau kaum Bawah masih takut dan patuh. Sebulan kemudian, kita serang Narnar. Bangsawan tidak akan menduganya.
"Kau mau menjadikan 50 orang itu sebagai umpan?" Aku murka dengan solusi Erwin. Dia mengagguk.
"Kaum Bangsawan akan membunuh mereka saat tahu kita menyerang!" Aku membentaknya.
"Setiap perang membutuhkan korban, Jagat, itulah yang kau katakan. Dan seperti katamu juga, ini semua layak dilakukan." Erwin sudah gila. Aku tidak pernah mengatakan 50 orang layak untuk dikorbankan tanpa bisa melawan.
Erwin berbicara seperti iblis dan menjadikanku alasan omong kosongnya itu. Aku ingin meninju otaknya sampai memar agar dia tidak memikirkan hal bodoh lagi.
"Itu sama sekali tidak layak." Goldey menengahi kami. "Kita harus menolak tawarannya. Itu menegaskan kalau kaum Bawah di Darxon berbeda dengan orang yang dulu mereka temui di Berlian."
"Mereka akan tahu kalau kita memberontak, Goldey." Raja Josuan tidak sependapat. "Dan menurutku, ini bukan tawaran, melainkan perintah. Julister akan marah dan membunuh kita kalau menolak negosiasi yang dibawa jauh-jauh."
"Tidak, Tuan," kataku, "Mereka tidak bisa memaksa. Kita adalah orang bebas di sini."
"Orang bebas juga bisa mati dan dibantai, Bodoh!" Erwin mengataiku. Lagi.
"Atau kita bunuh mereka semua di sini. Mengambil perak, harta, dan senjata. Lalu menyerang Berlian secara mendadak," tambah Erwin.
"Wah, kau mengacau, Erwin."
"Kau takut, Jagat, apa aku harus memotong leher Bangsawan untukmu."
Terjadi pertikaian kecil antaraku dan Erwin. Dia keras kepala, begitu juga denganku. Kami mempertahankan ide masing-masing. Bagiku, membunuh Bangsawan di sini akan memicu amarah yang besar. Serge memang seperti anak terbuang, tetapi pengikutnya banyak. Mereka akan menyerukan pembantaian ke Pulau Kemarau.
Aku tidak ingin menumpahkan darah Bangsawan yang datang dengan damai. Tidak setuju untuk mengirim 50 kaumku ke Julister, dan mempersembahkannya sebagai umpan.
"Berikan 100 orang terbaik kita, lalu menunggu pekerjaan itu diselesaikan dengan cepat. Kemudian kita menyerang," itu saranku.
"Ayolah, Jagat, mereka meminta 50 orang," gerutu Goldey.
Erwin terkekeh kecil, "Kau lebih suka mengorbankan 100 orang."
"Apa rencanamu, Jagat?" Raja akhirnya bertanya. Inilah momen yang kutunggu.
"Jelaskan dengan bijak, Tuan Solusi!" ejek Erwin.
"Mereka meminta 50 orang, itu jumlah yang kecil. Cukup menunggu Raja Julister meniup peluit dan puluhan orang kita yang di sana akan mati. Kita beri mereka 100 orang terbaik, termasuk aku. Kami akan menyelesaikan pekerjaan itu dalam sebulan dan kembali ke Darxon. Saat itulah kita akan memulai perang." Mataku menyapu para dewan.
"Yang perlu kalian lakukan hanyalah menunggu!" Aku cukup meyakinkan tampaknya.
Raja suka ide itu, "Jika mereka bersikeras pada angka lima puluh?"
"100 Orang atau Bangsawan tidak mendapatkan apa-apa." Goldey kali ini menjawab. Aku mengangguk. Setuju. Raja pun manut. Sementara Erwin kesal, dia ingin membunuh Serge dan kacung-kacungnya.
***
"Ini tidur terburukku sepanjang hidup," gerutu Serge begitu pertemuan diadakan saat fajar pertama muncul.
"Serahkan senjata kalian," kata Raja Josuan. "Akan kukembalikan di kapal yang akan berlayar pulang ke Berlian."
"Jadi kalian setuju?" tanya Serge.
"Serahkan senjata kalian, Tuli!" Erwin membentak Serge. Dia pun menyuruh anak buahnya melemparkan pedang dan perisai mereka ke tanah. Dipungut oleh Orang Bawah dan dibawa pergi ke kapal seperti kata raja.
"Kami akan memberikan 100 orang," ucap Raja Josuan.
"Wah dermawan sekali, tetapi kami hanya meminta 50 orang, Tuan."
"Seratus atau tidak sama sekali," tegas Erwin.
"Kenapa kalian melipatgandakan pekerja? Perak? Baiklah, aku akan memberi masing-masin 20 perak, tetapi tetap 50 Orang Bawah." Serge tidak mau kalah.
Raja menggeleng. Tidak setuju.
"Baiklah, kenapa harus seratus? Kali ini, tolong sekali, Tuan, suruh anak gila itu diam!" Serge menunjuk Erwin. Aku ingin sekali tertawa.
"Supaya kalian berpikir dua kali untuk membantai kami." Raja Josuan menjawab apa adanya.
"Jangan selalu berpikir negatif, Tuan, kami datang dengan damai."
"100 atau tidak sama sekali?" Ini pertanyaan terakhir raja. Serge menganggapnya serius. Dia pria licik. Tidak langsung memutuskan, tetapi mengambil waktu untuk berpikir. Mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan, baik dan buruk.
"Kau memang pengecut, Serge, mengambil keputusan untuk rajamu saja tidak mampu," kata memancing emosinya.
Serge hanya melirikku dengan amarah. Dia masih memikirkannya. Kalau Serge sudah mempertimbangkan, enam puluh persen rencana kami sudah berhasil. Aku akan berangkat lagi ke Berlian dan mengerjakan tugas yang diberikan dalam sebulan. Lalu pulang untuk bersiap perang. Namun sayang, rencana itu gagal.
Di antara kerumunan orang Bawah. Ada campur aduk perasaan. Sebagian takut dan yang lain marah, seperti kataku tadi. Yang kukhawatirkan pun terjadi. Seseorang memecah keramaian dan maju ke arah Serge. Itu orang Bawah, umurnya cukup tua. Mungkin sepantaran dengan Goldey. Dia melompat sambil mengayunkan pedangnya ke tubuh Serge.
Serge tidak terlalu tinggi seperti Bangsawan lainnya. Dia juga tidak bertubuh kekar. Makanya dia tidak siap dengan serangan tiba-tiba dari kaum Bawah.
Itu bukan bagian dari rencanaku. Raja melihat panik, bukan rencananya juga. Tetapi Erwin tersenyum kecil.
Serge memang tidak siap. Tetapi anak buahnya selalu siap. Kacungnya bergerak, mengeluarkan belati dari dalam baju dan melemparkannya ke penyerang itu. Belati menancap di dadanya. Darah mengalir membasahi tanah Darxon. Pedang jatuh di antara kaki Serge dan Raja.
Kejadian itu seperti kabel listrik yang dicelupkan ke air. Memancing semua emosi. Kaum Bawah menarik pedang dari sarangnya. Begitu pun denganku. Para Bangsawan mengambil belati masing-masing. Kami tidak memeriksa senjata mereka dengan teliti karena tidak pernah berpikir kalau keadaan akan sekacau ini.
Satu nyawa tumbang. Jika setetes darah telah jatuh, tanah ini menuntut lebih banyak.
Aku pusing. Ini adalah kejadian terakhir yang aku inginkan. Kami akan berperang, tetapi hanya melawan sepuluh Bangsawan yang memegang belati. Kami akan menang. Tetapi berapa nyawa yang akan berhasil Bangsawan tumbangkan sebelum kalah.
Ini pertarungan jangka panjang. Meskipun kami menumbangkan mereka, Berlian pasti akan murka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perang Berlian [END]
БоевикBerlian adalah bagian bumi yang terasingkan, di sana berdiri beberapa kerajaan, mereka percaya bahwa umat manusia ini dibedakan dengan ras dan golongan. Jagat seorang kaum Bawah, ras yang mengabdikan diri menjadi petani, kuli, tukang, suruhan dan pe...