Nadia yang terlanjur kecewa segera menuju ke pintu gerbang dan ketika baru saja sampai di sana, sebuah mobil taxi muncul. Nadia langsung memberhentikan taxi itu dan segera masuk ke dalam taxi.
"Nad ... Nad ... tunggu, aku bisa jelasin semuanya Nad. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan Nad," ucap Aariz sambil menggedor-gedor pintu taxi yang ditumpangi Nadia, tapi wanita itu tidak menghiraukan ucapan Aariz.
"Jalan pak," pinta Nadia pada supir taxi yang tampak kebingungan.
"Kita mau kemana non?" tanya supir taxi itu pada Nadia.
"Jalan aja dulu pak, nanti saya pikirkan mau kemana," pungkas Nadia. Hatinya sangat terluka pikirannya kalut, Nadia tidak bisa berpikir jernih saat ini.
Semua keluarga panik karena kepergian Nadia, Aariz yang begitu khawatir dengan istri dan anak yang dikandungan Nadia langsung mengambil kunci mobil.
"Ma, aku akan mencari Nadia, aku tidak mau terjadi hal yang buruk pada Nadia dan anakku. Tolong jaga Erhan ya ma," pinta Aariz pada sang ibu. Mumtaz yang paham akan kondisi putranya langsung menggendong cucu kesayangannya itu dan membiarkan Aariz mengejar istrinya.
"Apa perlu gue temanin Lo Riz?" Fathan yang prihatin pada kondisi Aariz menawarkan jasanya.
"Ga usah Tuan, kalau Lo mau bantuin gue mending kita berpencar saja mencari Nadia," usul Aariz padanya.
"Okay kalau begitu mau Lo, kita cari sama-sama, tapi Lo yakin kalau Lo bisa menyetir mobil sendirian dalam keadaan seperti ini?" cemas Fathan melihat wajah relasi bisnisnya yang panik.
"Ga apa-apa Than gue baik-baik saja," Aariz merasa dia masih bisa mengendalikan suasana.
"Than, gue ikut Lo ya. Gue ga mau kalau Nadia kenapa-napa, " pinta Fany yang melihat ke arah Fathan yang sedang masuk ke dalam mobilnya.
"Ayo, kalau mau ikut masuk saja," ajak Fathan pada Fany, wanita itu segera masuk ke mobil dan mereka pergi mencari Nadia bersama.
Ada rasa yang berbeda dalam hati Fany, meskipun hanya sebentar sedekat ini bersama Fathan, ia tetap merasa sangat senang. Kapan lagi Fany bisa sedekat ini dengan pria yang begitu ia kagumi. Walaupun kenyataannya, pria itu hanya menganggapnya sahabat. Setidaknya Fany bisa bersama Fathan saat ini.
***
Lama sudah berkeliling-keliling, namun taxi yang ditumpangi Nadia belum juga berhenti. Bertepatan di pemberhentian lampu merah, tadi yang di tumpangi Nadia pergi terlebih dahulu karena posisi mereka saat ini berada di tempat yang terdepan, sedangkan Aariz dan Fathan masih terhalang oleh lampu merah.
Sial! kenapa lampunya mesti merah sich? gue jadi kehilangan jejak Nadia! umpat Aariz sambil memukul stir mobilnya, ketika melihat taxi yang membawa Nadia lebih dulu dari padanya.
Aariz yang panik mencoba menghubungi Nadia dengan menelponnya.
"Halo nak, ini mama. Sepertinya ponsel Nadia ketinggalan di rumah," jelas Mumtaz pada putranya."Baiklah ma, kalau begitu akan mencari Nadia lagi,"
Aariz memutuskan pembicaraan dengan sang ibu. Ia sangat kecewa karena Nadia lupa membawa ponselnya. Bagaimana lagi ia akan menghubungi istrinya, dan dimana ia akan menemukan istrinya?
***
"Nadia pergi kemana ya, tiba-tiba menghilang begitu saja?" tanya Fany saat dalam perjalanan.
Fany dan Fathan juga ikut kehilangan jejak Nadia. Mereka benar-benar bingung harus kemana lagi mencari keberadaan Nadia.
"Kira-kira dia bakal kemana malam-malam seperti ini?" pikir Fathan sambil memperhatikan jalanan, ia sangat mengkhawatirkan keadaan Nadia.
Sementara itu, Nadia yang masih berada di dalam taxi merasa kebingungan harus kemana, tiba-tiba saja perutnya keroncongan, ia baru menyadari dirinya dan bayinya merasa lapar. Nadia memutuskan untuk berhenti di sebuah angkringan pinggir jalan.
"Terimakasih pak, sudah mengantarkan saya," ucapnya pada supir taxi sambil membayarkan uangnya.
Nadia, menuju ke angkringan. Cuaca cukup dingin malam itu, sedangkan Nadia hanya memiliki pakaian yang dikenakannya saja. Kepergiannya dari rumah benar-benar tidak membawa apapun saat ini. Sesampainya di angkringan Nadia melihat-lihat menu yang tersedia. Sangat menggiurkan, Nadia segera merogoh saku gamisnya dan ia hanya memiliki uang dua puluh ribu rupiah.
Nadia memesan makanan yang paling murah, ia memakan dengan lahap makanan yang disediakan oleh si pemilik kedai. Meskipun hanya dengan satu nasi kucing, dengan lauk tahu dan tempe bakar, cukup mengenyangkannya. Merasa sudah cukup untuk mengisi perutnya, Nadia segera mengambil uang disakunya untuk membayarkan semua yang telah di makannya tadi.
Namun, tangannya terhenti saat seseorang membayarkan makanannya.
"Bu, pakai uang ini saja," ujar lelaki yang baru saja membayarkan makanannya.
Nadia mendongakkan kepalanya melihat ke arah orang itu, "Fathan, Fany kalian ada disini?" Nadia cukup terkejut melihat Fathan dan Fany yang telah berada dihadapannya.
"Iya Nad, tadi kami mencarimu kemana-mana dan tanpa sengaja kami melihat seseorang yang mirip denganmu di sini, merasa penasaran kami segera memastikan dan benar saja itu kami," jelas Fany panjang lebar.
"Maaf Fan, aku merepotkan kalian," Nadia menundukkan kepala merasa tidak enak hati.
"Sudah Nadia, sebaiknya jangan seperti ini, kamu harus ingat akan kesehatan bayi kamu juga. Ayo aku antarkan kamu pulang," bujuk Fathan pada Nadia sambil mengulurkan tangannya, tapi Nadia tampak enggan untuk menyambutnya. Fathan dan Fany saling menatap satu sama lain.
"Ayo Nad, kenapa Lo diam aja?" ujar Fany sedikit mendesak Nadia.
"Maaf, aku ga bisa kembali ke rumah itu. Keberadaanku tidak dibutuhkan di sana. Mama Muftaz tidak menyukaiku, mas Aariz juga sudah menjalin hubungan dengan wanita lain," lirih Nadia yang merasa sedih. Hatinya sangat hancur saat ini, ia benar-benar kecewa pada suaminya.
"Nad, Jagan begitu. Mas Aariz ga akan mungkin mengkhianati Lo. Gue yakin mas Aariz ga akan mungkin menduakan Lo. Dia sangat mencintai Lo dan bayi yang ada di dalam kandungan Lo itu," Fany mencoba membujuk Nadia.
Ia sangat ingin membuat sahabatnya ini mengerti kalau saat ini ada seseorang yang ingin menghancurkan rumah tangga mereka.
"Aku sangat ingin mempercayai mas Aariz tapi entah kenapa hatiku masih saja terasa sakit mengingat semua yang terjadi tadi," imbuh Nadia dengan mata yang mulai memerah menahan tangis.
"Nad, kalau Lo ga mau pulang ke rumah masing-masing Aariz ga apa-apa, tapi Lo pulang sama gue ya. Lo bisa tinggal di apartemen gue," bujuk Fany lagi pada Nadia. Wanita itu hanya menatap Fany, ia merasa tidak enakhati menyusahkan sahabatnya.
"Iya Nad, sebaiknya kamu tinggal di apartemen Fany aja dulu, kasihan calon bayi kami, dia juga pasti lelah," timpal Fathan pada Nadia.
Merasa tidak enak terus-terusan menolak akhirnya Nadia mau mengikuti saran sahabatnya. Ia segera ikut ke mobil Fathan dan menuju ke apartemen Fany. Bersamaan dengan itu pula, hujan turun membasahi bumi, seakan ikut merasakan kesedihan Nadia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Istri Pengganti (Tamat)
Romance"Berjanjilah kau akan menikah dengan Aariz dan menjadi ibu dari putraku Ezhar, setelah aku tiada. aku sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit ini," pinta Zuraya saat ia baru saja melahirkan putra satu-satunya. Zuraya mengalami plasenta previa, a...