BAB 35

147 2 0
                                    

Aariz telah berada di ruang rawat Nadia, ia menatap ke arah wanita yang kini terbaring lemah tak berdaya di brankar.
"Sayang, bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Aariz sambil menghampiri istrinya.

"Aku udah lebih baik mas," ucap Nadia dengan senyum yang masih terpancar dari wajahnya. Semenjak keracunan ia banyak memuntahkan isi perutnya karena dokter sengaja memberikan susu pada Nadia agar racun yang terminum olehnya bisa keluar bersamaan dengan muntahnya. Hal itu pula yang membuat Nadia menjadi lemas, terlebih lagi ia juga baru saja menjalani operasi untuk melahirkan bayinya. Semakin membuat Nadia lelah.

"Sayang, maafkan aku ya. Mas tidak peka padamu. Harusnya mas menjagamu tapi malah teledor sampai kamu keracunan," sesal Aariz menatap wajah lembut sang istri.

"Mas Aariz ga salah. Ini mungkin aku saja yang tidak teliti," Nadia tidak ingin menyalahkan siapapun dalam hal ini.

"Oh ya mas, bagaimana anak kita?" Nadia merasa perutnya sudah rata dan ia dapat memastikan bahwa anaknya telah lahir.

"Dokter meletakkannya di ruang inkubator karena bayi kita lahir prematur," mendengar penjelasan raut wajah Nadia yang bahagia berubah sedih.

Ia bahagia karena telah melahirkan bayinya dengan selamat, namun ia sedih mengetahuia bayinya dalam keadaan tidak baik-baik saja.

"Jangan bersedih sayang, kita pasti bisa membuat bayi kita lebih baik lagi. Saat ini bayi kita hanya perlu istirahat sebentar," bujuk Aariz menguatkan hati sang istri.

"Iya mas, apa aku boleh melihat bayi kita? aku ingin sekali mengetahui keadaannya," pinta Nadia pada suaminya.

"Hmm sebentar, aku panggilkan perawat dulu," pungkas Aariz kemudian ia bergegas menuju ke ruangan perawat untuk menjelaskan maksudnya.

"Suster, istri saya ingin menemui bayi kami yang berada di ruang inkubator, apa boleh kami mengunjungi bayi kami?"

"Sebenarnya untuk saat ini belum bisa pak, karena kondisi bayi masih rentan, jadi tidak ada yang boleh masuk ke ruangan itu," jelas perawat itu pada Aariz.

"Saya mengerti, tapi tolonglah sus. Istri saya sangat ingin mwlihat bayinya. Ini adalah anak pertama kami," pinta Aariz dengan sangat pada perawat itu lagi. Aariz tidak patah semangat untuk meminta bantuan perawat itu.

Perawat itu merasa iba pada Aariz dan ia mencoba meminta izin pada dokter yang merawat bayi Aariz. Setelah menghubungi dokter, akhirnya perawat mengizinkan Aariz dan Nadia untuk menemui bayi mereka.

***

Dengan langkah pasti Aariz menuju ke ruang rawat Nadia. Ia sangat senang karena perawat mengizinkan mereka menemui bayi mereka.

"Sayang ayo kita lihat bayi kita," ajak Aariz yang disambut dengan senyuman hangat Nadia. Kemudian Aariz menggendong tubuh mungil sang istri untuk diletakkan di kursi roda dan membawanya ke tempat dimana bayi mereka berada saat ini.

Ruangan bayi mereka tidak jauh dari ruang rawat Nadia, sehingga dengan mudah Aariz dan Nadia bisa menemukan bayi mereka.

Kini Aariz dan Nadia telah berada di ruang bayi. Mereka tidak diperbolehkan masuk ke ruangan itu karena begitu banyaknya bayi yang berada di dalam ruangan itu yang bernasib hampir mirip dengan bayi mereka. Ada yang karena sakit, ada pula yang lahir prematur makanya para bayi itu ditempatkan diruangan tersendiri.

Aariz dna Nadia memperhatikan bayi mereka dari kaca pembatas. Tampak bayi mungil mereka sedang tertidur lelap, dengan alat bantu pernafasan. Wajah mungil itu tampak lemah dan rapuh. Sungguh, hati Aariz dan Nadia sangat hancur melihat kondisi bayi mereka, tapi di luar semua itu mereka sangat bersyukur karena Tuhan telah memberikan kehidupan pada bayi mereka.

"Bayiku, hiks ... hiks ... putri kecilku, kenapa dia harus seperti ini? andai saja aku bisa menggantikannya, biar aku saja yang sakit jangan dia. Lihatlah betapa ringkihnya dia," lirih Nadia menatap bayinya dari balik kaca pembatas. Nadia mengusap kaca itu berkali-kali seakan ia menyentuh bayinya dan tanpa ia sadari buliran bening itu membasahi wajahnya.

Aariz tidak tega melihat Nadia yang tampak terluka menatapi bayinya. Iapun merasakan hal yang sama, tapi Aariz tidak bisa berbuat lebih. Aariz merangkul pundak Nadia untuk menguatkannya.

"Sabar sayang, kita pasti bisa melalui semua ini," pungkas Aariz. Nadia hanya mengangguk paham dan menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya.

***

Setelah mengunjungi bayi mereka, Aariz mengajak Nadia untuk kembali ke ruang rawatnya untuk beristirahat.

Nadia sangat penurut, ia mengikuti semua perkataan suaminya. Memang begitulah dirinya, tidak akan membantah apapun yang diucapkan suaminya padanya selagi itu dalam batas wajar.

Aariz menyuapi Nadia, karena pasca melahirkan Nadia belum makan sama sekali. Aariz takut istrinya ngedrop makanya ia langsung membujuk Nadia untuk makan.

"Sayang, coba ceritakan sama mas, bagaimana kronologisnya sampai kamu keracunan begitu?"  Aariz merasa penasaran dan langsung pada inti pembicaraan. Tak lupa ia menyuapi istrinya.

"Waktu mas Aariz rapat aku istirahat di ruang pribadi mas Aariz tapi seorang office boy membawakan makanan dan minuman untukku. Awalnya aku tidak ingin mencobanya karena masih mengantuk tapi karena lapar aku langsung menyantap semua pemberian office boy itu dan setelahnya aku merasa pusing lalu aku tidak tahu apa yang terjadi sesudah itu," jelasnya pada sang suami. Kemudian memakan makanan yang disuapi Aariz padanya.

"Jadi, ini semua karena kecerobohan office boy?!" nada bicara Aariz sedikit meninggi begitu mengetahui semua yang terjadi pada Nadia karena kecerobohan office boy dikantornya.

"Mas, jangan langsung marah seperti itu. Mungkin office boy itu juga tidak mengetahui makanan dan minuman yang diberikannya padaku mengandung racun," ucap Nadia mencoba menenangkan suaminya yang naik pitam.

"Bagaimana aku ga marah Nad, kamu dan anakku nyaris saja meninggal karena keteledorannya," ucap Aariz lagi tak terima. Sungguh, ingin sekali rasanya ia memecat pegawainya itu detik ini juga.

"Ini ga bisa dibiarkan Nad. Aku akan menyuruh  asistenku untuk memecatnya!" tekad Aariz kemudian mengambil ponselnya dari dalam saku celananya.

"Mas, jangan gegabah. Kita cari dulu pelaku sebenarnya. Aku ga yakin office boy itu berani berbuat seperti itu padaku. Bisa saja ia hanya disuruh seseorang," pungkas Nadia pada sang suami.

Mendengar ucapan Nadia, Aariz yang tadinya begitu berapi-api seketika kembali pada akal sehatnya. Benar juga yang dikatakan istrinya. Ia tidak boleh menuduh orang sembarangan tanla bukti yang kuat. Bisa-bisa semuanya berbalik pada dirinya.

"Hmm benar juga kamu Nad, mas terlalu panik dan emosi begitu tahu gara-gara office boy itu kamu hampir saja kehilangan bayi kita. Hampir saja aku memecatnya tanpa mencari tahu kebenarannya," tukas Aariz pada Nadia.

"Iya mas, kita harus cari tahu dulu pelaku sebenarnya, ujar Nadia pada suaminya.

Setelah bicara dengan sang istri, Aariz menghubungi petugas keamanan dikantornya dan meminta mereka mencarikan rekaman CCTV untuk mencari tahu pelaku orang yang mencoba mencelakai Nadia.

Menjadi Istri Pengganti (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang