BAB 4

239 4 0
                                    

Demi menyelamatkan adik iparku dari fitnah, aku harus menikahinya. Akankah rasa cinta itu bisa bersemi di antara aku dan dia?

Bab 4

***

Aariz merenungi apa yang baru saja terjadi. Ia ingin sekali menyampaikan maksudnya pada Nadia, untuk menikahinya. Demi menyelamatkan kehormatan gadis muda itu, tapi Aariz belum menemukan cara untuk bicara dengannya.

Aariz berusaha mendekat kepada Nadia yang sedang sibuk di dapur. Sudah menjadi kebiasaan gadis itu semenjak Zuraya tiada, dialah yang mengerjakan semua tugas rumah. Bahkan ia lebih telaten dari pada Zuraya. Secara Nadia lebih banyak di rumah, berbeda dengan Zuraya, semasa ia hidup ia lebih banyak bekerja di luar rumah karena ia adalah wanita karir. Meskipun tetap mengerjakan tugas rumah tapi tidak setelaten Nadia.

Nadia dengan cekatan menyiapkan minuman dan sarapan pagi itu. Ia sudah tahu apa yang menjadi kesukaan Aariz dan juga Mumtaz ibu dari Aariz. Ia menata semua hidangan yang ia masak diatas meja makan dan segera memanggil Mumtaz dan Aariz, tapi langkahnya terhenti tatkala Aariz menghampirinya.

"Mas Aariz, aku baru aja mau memanggil kamu buat sarapan tapi kamu udah muncul duluan. Ayo mas silakan dicoba dulu sarapannya," ajak gadis itu pada Aariz yang baru saja sampai di ruang makan.

"Oh iya, terimakasih Nad, kamu udah menyiapkan semuanya ya?" Seketika pikiran Aariz membuyar saat Nadia membawanya ke meja makan, hidangan yang telah tertata rapi beserta minuman membuat Aariz terpana. Sebegitu perhatiannya mantan adik iparnya itu.

Aariz yang awalnya mau membicarakan hal serius jadi urung bicara karena perlakuan Nadia yang baik padanya.

"Sebentar, aku panggilkan mama dulu. Pasti mama belum sarapan," ucap gadis itu sambil berjalan menuju ke kamar Mumtaz.

"Ga perlu repot-repot memanggilku, aku sudah ada di sini," sinis Mumtaz pada Nadia.

"Iya ma, silahkan dimakan dulu sarapannya," meskipun sedikit kecewa dengan sikap Mumtaz padanya, tapi Nadia masih memperlakukannya dengan sangat baik.

Selanjutnya mereka semua menyantap sarapan yang telah dihidangkan oleh Nadia, tapi Nadia tidak ikut bersama mereka karena ia harus mengurus baby Ezhar. Bayi mungil itu harus mandi dan rapi sebelum sang ayahnya pergi, supaya kalau ayahnya berangkat kerja sudah melihat putranya dalam keadaan bersih dan rapi.

Setelah merapikan bayi mungil itu, Nadia langsung membawanya ke hadapan sang ayah untuk melepas keberangkatan sang ayah. Aariz sangat senang melihat bayi mungilnya sudah dalam keadaan rapi dan sedang meminum susu dari botol dot yang disiapkan Nadia. Aariz memelik dan mencium bayi mungilnya lalu berpamitan pada Nadia. Gadis itu menyambutnya dengan senyuman.

Dari kejauhan Mumtaz memperhatikan mereka, ada perasaan tidak senang melihat keakraban yang terjadi antara Nadia dan putranya. Ia takut kalau putranya benar-benar jatuh cinta pada gadis itu. Mumtaz mulai memutar otak untuk menjauhkan Aariz dari Nadia.

***

Di kantor, Aariz bekerja tanpa kehadiran sang istri, dulu sewaktu Zuraya masih hidup, wanita itu yang selalu mempersiapkan kebutuhannya untuk bekerja karena semenjak ia menikah dengan Zuraya. Ia memilih Zuraya untuk menjadi sekretarisnya jadi Aariz telah terbiasa dengan kehadiran Zuraya disetiap waktunya.

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruangannya, Aariz tersentak dari lamunannya.
"Riz Lo lagi ngelamun? Mikirin apa?" tanya Gian salah satu teman sekaligus wakil direktur di perusahaan yang ia pimpin.

"Ga kok, gue cuma lagi kangen sama Zuraya aja. Biasanya dia selalu ada di sini nyiapin kopi buat gue, becandain gue dan mempersiapkan dokumen-dokumen yang gue butuhkan, tapi sekarang dia udah ga bisa menemani gue lagi. Apa dia bahagia disana ya?" kenang Aariz pada istrinya. Sungguh saat ini ia sangat merindukan istrinya itu.

"Sabar ya Riz, memang berat buat membiasakan diri tanpa orang yang kita cintai, tapi percaya dech Tuhan bakal kasih pengganti yang lebih baik buat Lo," pungkas Gian yang mengerti akan keadaan sahabatnya itu.

"Boro-boro gue mikir cari pengganti Zuraya, sekarang aja gue masih kepikiran dia," Aariz merasa tidak suka membahas tentang pengganti istrinya.

"Tapi, itu adiknya Zuraya kan tinggal sama Lo tuch ngurusin baby Ezhar. Kenapa Lo ga coba nanya aja ke dia, mau ga si Nadia buat jadi pengganti Zuraya?" pancing Gian lagi padanya.

"Lo ngomong apa sich? Istri gue itu baru meninggal satu Minggu Lo malah nyuruh gue nikah lagi. Nanti gimana tanggapan orang sama gue?" Aariz menyela ucapan sahabatnya.

"Emang lo ga kasihan sama anak Lo? Terlebih lagi Nadia, dia ada di rumah Lo semenjak Zuraya ga ada. Lo pikir gimana perasaan dia selama ini?"

Benar juga yang dikatakan Gian, meskipun Nadia berniat hanya untuk mengurus si kecil Ezhar tapi sebagai wanita pasti ada rasa malu atau tak enak hati, harus berada satu atap dengan mantan kakak ipar.

Aariz nampak tercenung oleh ucapan sahabatnya itu, tidak dipungkiri ia juga merasa tidak enak hati pada Nadia, terlebih lagi mulut tetangga yang kang ghibah sering menjelek-jelekan Nadia. Pasti sangat menyakiti perasaan gadis muda itu.

"Hmm sebenarnya gue mau membahas hal ini juga sama Lo tapi gue bingung mau cerita dari mana," keluh Aariz pada sahabatnya.

"Ya udah kalau Lo mau cerita ya cerita aja, mungkin gue bisa kasih solusi buat Lo," Gian semakin penasaran dan ingin tahu.

Aariz menghela nafas dalam kemudian mulai bercerita, "jadi baru-baru ini gue mendengar selentingan gosip-gosip ga enak dari tetangga mengenai Nadia. Jadi gue berniat untuk mengajak Nadia menikah, hanya saja gue ga tau gimana cara ngomongnya ke dia," jelas Aariz pada sahabatnya itu.

"Nah, itu lebih baik dari pada nanti keberadaan di rumah Lo malah jadi fitnah. Gue setuju kalau Lo menikah sama dia," Gian memberikan semangat pada sahabatnya.

"Tapi masalahnya, nyokap gue ga setuju kalau gue menikahi Nadia. Soalnya Nadia itu tipe cewek agamis, dan nyokap gue selalu membandingkan Nadia sama Zuraya," jelas lelaki itu lagi. Sementara Gian mengangguk paham atas keluhan sahabatnya itu.

"Begini aja, Lo coba deketin si Nadia dulu, tanyain dia ga menikah sama Lo? Tanya dulu hatinya, kali aja dia udah punya gebetan. Jangan sampe Lo udah ngajak dia nikah taunya dia udah punya cowo. Kan mentah lagi ceritanya. Nah, kalau dia bilang ga punya gebetan Lo coba deketin dia. Apa tuch istilahnya dalam Islam?"

"Ta'aruf Gian,"

"Nah iya, ta'arufan gitu sama dia. Terus kalau dia mau nah Lo nikahin dia, terus perlahan coba deh Lo ajak dia untuk berpenampilan lebih modis, gue rasa nyokap bakal luluh deh sama si Nadia nantinya," jelas Gian lagi pada Aariz.

Perkataan sahabatnya itu seakan membuka pikirannya yang buntu, Aariz seakan mendapatkan pencerahan dari sahabatnya itu. Ia benar-benar tidak menduga, sahabatnya yang biasanya tidak pernah mau menjalin hubungan serius dengan wanita, sekarang malah memberikan solusi yang sangat berharga untuknya.

"Boleh juga tuh usulan Lo Yan, ga nyangka gue ternyata Lo bisa serius juga masalah pernikahan,"

"Ya jelas dong. Lo kan sahabat gue, lagian segila-gilanya gue, gue ga bakal menjerumuskan Lo," ucap Gian sambil menepuk bahu sahabatnya itu.

"Makasih ya solusinya, kayaknya boleh ni gue coba. Kali aja si Nadia mau," tukas Aariz pada sahabatnya.

Selanjutnya Aariz dan Gian melanjutkan pekerjaan mereka, saat jam pulang Aariz sengaja mampir ke sebuah butik, ia berencana untuk membelikan setelan gamis dan assesorisnya untuk Nadia, hitung-hitung sebagai ucapan terimakasih pada Nadia, sekaligus ia mencoba bicara serius pada Nadia  tentang niatnya untuk menikahi Nadia. Mudah-mudahan saja Nadia mau menerimanya.

Judul: Menjadi Istri Pengganti
Penulis: Dina 0505

Link:

https://read.kbm.id/book/read/a23a19a2-22a3-4f06-b993-51685ae7a993/ecf82b0a-c5ed-444d-b743-ac75734bd9fb

Menjadi Istri Pengganti (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang