Bab 46

97 0 0
                                    

"Apa kamu yakin ini jalannya sayang?" tanya Keyzia yang bersama Gian. Keyzia memperhatikan sekeliling, tapi tidak terlihat tanda-tanda ada bangunan layaknya sebuah yayasan panti asuhan seperti yang dikatakan Gian.

"Aku yakin yang ini jalannya tapi kenapa semua jadi berbeda ya?" Gian mulai kebingungan melihat tempat yang ia tuju tidak seperti yang ia bayangkan.

"Coba kita tanyakan pada pemilik warung di sana. Mungkin panti asuhannya udah pindah," tukas Keyzia sambil menunjuk ke warung yang terletak di seberang jalan.

Gian mengikuti permintaan Keyzia dan segera menuju ke warung lalu ia memberhentikan mobil di depan warung. Gian segera turun dari mobil.

"Aku tanya bapak-bapak itu dulu. Kamu tunggu sebentar ya sayang," Keyzia menganggukkan kepala menuruti permintaan Gian.

Lelaki itu langsung melangkahkan kakinya ke warung.
"Maaf pak, saya mau bertanya, apa bapak tidak keberatan ?"

"Iya silakan nak. Ada apa ya?" tutur pria paruh baya yang nampak merasa tidak mengenali Gian.

"Perkenalkan saya Gian Pratama. Dua puluh tahun lalu saya pernah dibesarkan di panti asuhan yang pernah didirikan tepat di depan warung bapak ini, tapi sekarang panti asuhan itu tidak ada," tunjuk Gian pada lahan kosong yang telah rata dengan tanah.

"Oh iya mas. Dulu memang panti asuhan Tali Asih masih ada, tapi dua tahun yang lalu udah dibeli sama pengusaha besar. Jadi seluruh tanah sudah dibeli sama cukong besar itu mas," jelas pemilik warung itu padanya.

Deg!!!

Gani merasa sangat terpukul oleh ucapan orang itu. Ia tidak menduga panti asuhan yang selama ini dipertahankan oleh Bu Samira tiba-tiba telah berpindah tangan pada orang lain.

"Terus anak-anak panti bagaimana pak?" tanya Gian lagi padanya.

"Kalau saya tidak salah dengar, dulu katanya Bu Samira beserta anak-anak panti dipindahkan ke tempat yang cukup jauh dari kota,"

"Apa? Lantas Bu Samira dan anak-anak bagaimana keadaan mereka?" Gian semakin khawatir dengan keadaan Bu Samira dan anak-anak panti.

"Saya tidak tahu mas. Saya ga pernah mendapatkan kabar apapun dari Bu Samira atau anak-anak panti. Setelah mereka dipindahkan tidak ada lagi terdengar kabar tentang mereka."

"Oh ya, kalau boleh tahu tanah itu akan di bangun apa? dan sudah berapa lama kejadian pemindahan itu pak?" Gian semakin panik begitu mengetahui Bu Samira dan anak-anak panti sudah tidak ada di sana. Kemana ia harus mencari keberadaan mereka?

"Kalau tidak salah baru dua tahun ini mas. Pengusaha itu akan membuat mall dan tempat hiburan di sana," jelas pemilik warung itu lagi.

"Baiklah pak. Terimakasih atas informasinya. Oh ya bapak tahu siapa pengusaha itu?"

Sesaat pemilik warung itu berpikir tapi akhirnya ia menggelengkan kepala.
"Maaf saya tidak tahu,"

"Ya sudah kalau begitu. Terimakasih pak."

***

"Bagaimana? Apa yang dikatakan orang itu padamu?" Keyzia yang melihat Gian yang gelisah mulai khawatir.

"Bu Samira dan anak-anak sudah tidak tinggal di sini lagi. Mereka sudah pindah," ujar Gian dengan sangat pelan. Sungguh, ia merasa sangat cemas dengan keadaan Bu Samira.

"Mereka pindah kemana?"

"Aku tidak tahu sayang. Bapak itu juga tidak tahu di mana Bu Samira dan anak-anak tinggal saat ini," ucapnya sambil menyuar rambutnya kasar. Gian benar-benar merasa tidak baik-baik saja saat ini.

"Lalu apa yang harus kita lakukan? Kemana kita harus mencari mereka?" Keyzia ikut panik begitu mendengar cerita Gian.

"Jalan satu-satunya yang harus kita lakukan adalah ke rumah Bu Samira. Aku coba hubungi Bu Samira dulu. Semoga saja nomornya tidak ganti."

"Ya sudah hubungi saja. Mudah-mudahan Bu Samira bisa menjelaskan semuanya," pungkas Keyzia.

Gian segera menghubungi nomor ponsel Bu Samira. Sudah berkali-kali Gian menghubunginya tidak ada jawaban sama sekali. Bahkan ia mengirimkan chat pada nomor ibu panti asuhan itu tapi tetap saja tidak ada balasan.

'Kemana Bu Samira? Ayolah Bu, angkat teleponnya. Apa yang terjadi padanya, mengapa teleponku tidak diangkat?' Gian menggenggam erat ponselnya kemudian melemparnya ke dashboard. Ia sangat kesal karena tidak bisa menghubungi Bu Samira.

Merasa penasaran, Gian memutuskan pergi ke rumah Bu Samira.

"Sayang, kita mau kemana lagi?" Tanya Keyzia merasa heran.

"Ke rumah Bu Samira. Aku harus menemui Bu Samira sekarang juga. Aku takut terjadi sesuatu padanya!" Gian mulai panik dan mempercepat laju kendaraannya.

"Kamu tahu alamat rumahnya?" tanya Keyzia lagi.

"Tahu sayang. Dulu Bu Samira sering mengajakku ke rumahnya.  Semoga saja Bu Samira tidak pindah rumah."

"Hmm baiklah kalau begitu, tapi bisakah kamu mengendarai mobilnya dengan pelan? Aku tidak bisa bernafas jika seperti ini," keluh Keyzia pad calon suaminya.

"Ah... maafkan aku sayang. Aku lupa saat ini bukan hanya ada kita berdua saja di sini tapi juga calon bayi kita," ucap Gian sambil menepuk keningnya.

Dia baru ingat saat ini Keyzia sedang hamil. Sangking paniknya Gian sampai lupa jika Keyzia sedang hamil.

"Iya tidak apa-apa tapi tolong pelan-pelan bawa mobilnya," pinta Keyzia lagi.

Setelah mendapatkan peringatan dari Keyzia, Gian mulai memelankan laju mobilnya. Tanpa terasa hari semakin sore, perjalanan mereka cukup lama menuju rumah Bu Samira.

***

Sesampainya di rumah Bu Samira, terlihat begitu ramai orang berdatangan.

"Mengapa banyak sekali orang yang datang ke rumah ini?" tanya Keyzia penasaran.

"Entahlah aku juga tidak tahu. Bagaimana kalau kita tanyakan saja pada orang itu?" tunjuk Gian pada seseorang yang sedang berada di dalam rumah.

"Ayo kita temui orang itu," ajak Keyzia sambil memegang tangan Gian. Ia merasa kurang nyaman karena keramaian di sana.

"Maaf pak, ada apa ya ramai-ramai di sini?" sapa Gian pada seorang pria paruh baya di ruangan tengah rumah Bu Samira.

"Adek-adek ini siapa? Ada perlu apa di sini?" Pria itu balik bertanya.

"Kenalkan saya Gian dan ini Keyzia calon istri saya. Kami ke sini ingin menemui Bu Samira tapi..."

"Mohon maaf sekali, Bu Samira yang kalian cari itu telah tiada," jelas orang itu.

"Apa maksud anda pak?" Gian menyipitkan mata memperhatikan orang itu.

"Iya Bu Samira telah meninggal. Beliau dirawat selama beberapa hari ini di rumah sakit tapi ia tidak kuat menahan sakit yang ia derita selama ini, hingga akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhirnya malam tadi," jelas orang itu lagi pada Gian.

Gian menelan salivanya kasar mendengar ucapan orang itu. Sungguh ia tidak menduga akan bertemu dengan Bu Samira dalam keadaan seperti ini. Tadinya Gian ingin memberikan kejutan pada ibu panti yang telah merawat dan membesarkannya tapi yang terjadi malah dialah yang diberikan kejutan.

"Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un, saya sungguh-sungguh tidak pernah tahu tentang beliau selama ini. Saya ke sini untuk memberikan kabar tentang rencana pernikahan saya tapi ternyata..." Gian tidak mampu melanjutkan ucapannya. Hatinya benar-benar terpukul mendengar berita kepergian Bu Samira.

"Sayang, kamu yang sabar ya. Sebaiknya kita ikuti saja prosesi pemakaman Bu Samira. Mungkin dengan seperti itu kamu bisa melihat beliau untuk ayng terakhir kalinya," ujar Keyzia dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Gian.

Mereka pun mengikuti pengurusan jenazah serta pemakaman Bu Samira dan untuk terkahir kalinya Gian mengantarkan orang yang sangat ia hormati sekaligus telah dianggap sebagai ibu olehnya itu ke tempat peristirahatan terakhirnya.

Menjadi Istri Pengganti (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang