BAB 18

163 2 0
                                    

Nadia baru saja masuk ke dalam rumahnya. Ternyata ibu mertuanya memperhatikan dirinya saat dia diantarkan oleh Fathan. Rasa curiga muncul dalam hati Mumtaz, beraninya dia pulang dengan lelaki lain saat putraku tidak ada dirumah. Sebenarnya Nadia itu dari mana?  batin Mumtaz tidak terima. Ia tidak ingin putranya dipermainkan oleh Nadia.

"Nadia, kamu dari mana dan siapa yang mengantarkan kamu tadi?" Mumtaz mengintrogasi menantunya yang baru saja pulang. Ia menatap sinis pad

"Aku baru saja dari dokter ma, tadi aku mengambil hasil tes ini," ujar Nadia dengan wajah berbinar. Ia sangat yakin, setelah melihat hasil tes yang akan diberikannya akan mampu meluluhkan hati ibu mertuanya.

Mumtaz baru saja akan mengambil surat yang diberikan Nadia, tapi tiba-tiba saja dari kejauhan terdengar suara Aariz yang baru saja datang.

Nadia urung untuk memberikan hasil tes kehamilannya pada sang ibu mertua. Perhatian mereka kini teralihkan oleh Aariz yang baru saja datang.

"Assalamualaikum, aku pulang," ujar Aariz dengan sangat bahagia. Ia benar-benar sangat merindukan keluarga kecilnya.

"Mas Aariz, pulangnya kok ga ngasih kabar?" tanya Nadia yang terkesiap atas kedatangan suaminya.

"Aku sengaja pulang tidak memberitahukan kamu ataupun mama, karena aku ingin memberikan kejutan untuk kalian. Tadi abis dari bandara aku langsung meminta supir di rumah menjemputku jadi aku bisa pulang lebih cepat," jelas Aariz sambil tersenyum. 

Sesuai yang diharapkan, ia berhasil membuat keluarganya terkejut, Aariz merasa senang karena kehadirannya benar-benar tak terduga.

"Ya udah mas Aariz istirahat dulu, biar aku siapkan minuman dan makanan. Nanti aku mau kasih tahu kabar gembira buat mas Aariz dan juga ibu," tukas Nadia sambil menuju dapur. Ia ingin sekali memberikan pelayanan terbaik untuk sang suami. Sementara itu, Mumtaz masih saja merasa penasaran dengan menantunya itu.

Setelah selesai membersihkan diri, Aariz kembali  ke ruang makan. Ia bersiap untuk makan masakan buatan sang istri. Di ruang makan, Nadia dan sang ibu tengah menantinya. Sementara si kecil Ezhar didudukkan di bangku khusus bayi. Saat ini bayi kecil itu sudah bisa duduk sendiri jadi Nadia tidak perlu bersusah payah untuk menggendongnya saat makan.

"Wah, enak ni masakannya. Aku jadi ga sabaran untuk memakannya," puji Aariz pada sang istri, ia sangat senang dengan perlakuan istrinya ini. Disampingnya terlihat baby Ezhar yang menggerak-gerakkan tangan dan kakinya merasa gembira.

"Cucu Oma, lapar ya. Udah ga sabar mau maem?" sapa Mumtaz pada cucu satu-satunya itu.

"Mungkin dia kangen sama Aariz ma, sini nak papa peluk dulu," ucap Aariz sambil menggendong putranya dan menciuminya dengan sayang.

Bayi mungil itu terkekeh merespon sentuhan dari sang ayah. Mungkin ia juga merindukan ayahnya karena beberapa hari ini mereka tidak bertemu. Aariz merasa senang melihat putranya begitu bahagia, ia mengembalikan putranya ke tempat duduk bayi yang telah disediakan. Selanjutnya Aariz melanjutkan makannya, begitu juga Mumtaz dan Nadia.

Disela-sela makan, Nadia berpikir, sebaiknya aku beritahukan sekarang atau nanti saja ya tentang kehamilanku ini? batin Nadia bertanya-tanya.

"Sayang, kamu lagi memikirkan apa? kok makanannya dari tadi belum dihabiskan, padahal masakan yang kamu buat ini enak banget loh. Ni aku saja sampai nambah, "  Aariz menunjukkan piringnya yang baru saja ia tambahkan nasi dan lauk.

Benar, ia tidak berbohong mengenai masakan Nadia yang enak itu. Makanya Aariz selalu rindu untuk cepat pulang, selain ingin mendapatkan perhatian Nadia, ia juga selalu merindukan masakan buatan sang istri.

"Ga kok mas, sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan pada mas Aariz dan juga mama," imbuh wanita berumur dua puluh tiga tahun itu pada suaminya.

"Memangnya kamu mau menyampaikan apa sayang?" Aariz mulai penasaran dengan apa yang ingin diutarakan sang istri padanya.

Nadia menggenggam erat hasil tes kehamilan yang masih tertutup rapat dalam amplop, ia merasa gugup untuk menyampaikan maksudnya pada suami dan ibu mertuanya. Perlahan Nadia meletakkan amplop putih itu ke atas meja sambil menatap ke arah Aariz dan mertuanya.

"Ini mas, mas cek sendiri saja," ucap Nadia sambil memberikan amplop putih itu pada suaminya.

Aariz yang merasa penasaran langsung membuka isi amplop itu dan, seketika matanya langsung berbinar, senyum sumringah terbit begitu jelas diwajahnya saat ia membaca dan memperhatikan isi amplop itu.

"A ... apa ini sungguhan? apa aku tidak salah lihat?" Aariz merasa tak percaya. Ia sungguh-sungguh di buat sport jantung oleh istrinya.

"Iya mas, itu benar. Aku sedang hamil, dan usia kandunganku baru menginjak dua Minggu," jelas Nadia lagi. Aariz yang merasa bahagia sepontan saja ia memeluk sang istri hingga membuat tubuh mungil Nadia melayang ke udara.

"Aariz, jangan begitu nak. Istri kamu lagi hamil. Ayo dudukkan Nadia di sini, nanti dia malah shock," cegah Mumtaz yang terkejut melihat ekspresi kebahagiaan putranya.

Entah sadar atau tidak, Mumtaz ikut merasakan kebahagiaan putranya. Ia merasa bahagia karena akan memiliki cucu kedua. Perasaannya yang dulunya membeku pada Nadia mulai mencair. Terlihat dari raut wajahnya yang ikut bahagia.

"Mama ikut senang Nad, makasih nak kamu sudah memberikan kehidupan baru untuk keluarga kita," ucap Mumtaz pada Nadia.

Perubahan begitu kontras terlihat di meja makan. Betapa tidak, tadinya Mumtaz begitu mencurigai menantunya dan ingin sekali menginterogasinya, tapi begitu ia mendengar bahwa menantunya itu sedang hamil, kekesalannya meluap begitu saja.

"Ini suatu kejutan luar biasa sayang. Tadinya aku pikir aku yang membuat kejutan untuk kalian, ternyata kamulah yang memberikan kejutan terindah untukku sayang," Aariz begitu bahagia sampai matanya berkaca-kaca, bahkan ia menggenggam erat tangan sang istri untuk menyalurkan rasa bahagianya.

"Tadinya aku berniat untuk menelpon mas untuk memberitahukan kehamilanku, tapi aku rasa akan lebih baik kalau mas langsung mengetahuinya. Aku sudah bayangkan bagaimana ekspresi bahagia mas Aariz ketika mengetahui hal ini," lugas Nadia pada suaminya. 

Ternyata benar yang dikatakan orang-orang, kehadiran seorang anak dalam kehidupan kita bisa merubah semuanya menjadi lebih indah.

"Oh ya, nanti kita harus buat acara untuk merayakan calon pewaris keluarga Mahesa," usul Mumtaz pada anak dan menantunya.

"Benar banget tuch kita harus buat acara syukuran. Tamu kecil kita akan segera tiba," Aariz ikut menyetujui, "lihat nak, sekarang kamu bakal menjadi Abang," lanjut Aariz menyapa putra kecilnya sambil menoel pipi chuby putranya. Seakan paham dengan ucapan sang ayah, bayi mungil itu mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum. Membuat Aariz menjadi gemas akan tingkahnya.

Aariz merasa sangat bahagia dengan kehamilan Nadia, berulang kali ia memperhatikan hasil tes kehamilan beserta hasil tes USG. Ia sudah tidak sabar untuk melihat bayinya segera lahir ke dunia.

"Sayang, maaf ya aku ga sempat menemani kamu untuk pergi ke dokter," sesal Aariz pada sang istri.

"Ga apa-apa mas. Aku bisa mengerti, kamu kan lagi kerja. Lagian aku ga masalah kok mas," ucap Nadia menenangkan suaminya.

Menjadi Istri Pengganti (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang