BAB 44 - Mendapatkan Restu

87 2 0
                                    

"Apa yang dapat saya katakan pada anda tentang saya? saya hanyalah seorang anak yatim piatu yang dibesarkan di sebuah panti asuhan bersama adik perempuan saya. Kami tumbuh dan di besarkan oleh seorang ibu panti asuhan yang sudah kami anggap seperti orang tua kami sendiri. Namanya Bu Samira, beliau yang membesarkan saya dan adikku Adelia dengan penuh kasih sayang hingga saya seperti sekarang ini," jelas Gian pada kedua orang tua Keyzia.

Ada rasa tersentuh dalam hati kedua orang tua Keyzia saat mendengar penjelasan Gian. Mereka tidak menyangka, meskipun sempat kehilangan putri mereka. Setidaknya nasib Keyzia lebih beruntung dibanding Gian.

"Baiklah, lalu apakah adikmu ada bersamamu atau ..."

Belum sempat Andreas melanjutkan ucapannya, Gian langsung menjawab.
"Adik saya Gweena sudah tiada. Ia meninggal saat berusia delapan belas tahun, karena tragedi mengerikan. Waktu itu Gweena pulang larut malam karena menyelesaikan tugas kuliahnya, tapi sayangnya saat perjalanan pulang ia bertemu dengan preman-preman yang waktu itu sedang dalam keadaan mabuk dan dengan tega melecehkannya secara bergantian. Saya terlambat menemukannya hingga saat saya sampai di tempat itu, saya mendapati adik saya sedang dalam keadaan sekarat dan dalam kondisinya sangat mengenaskan," jelas Gian panjang lebar. Tanpa ia sadari air matanya menetes begitu saja membasahi wajahnya.

Andreas dan Helen, cukup terkejut mendengar semua pernyataan yang diberikan Gian. Mereka tidak menduga, Gian memiliki luka dalam yang ia tutupi selama ini.

"Maafkan kami. Kami tidak bermaksud membuka luka lamamu, kami hanya ingin tahu tentang dirimu," sesal Andreas merasa bersalah.

"Tidak apa-apa om, tante. Saya juga mengatakan semua tentang saya agar om dan tante juga tidak merasa ada yang saya tutupi dari anda berdua. Saya hanya ingin calon mertua saya tahu tentang siapa saya yang sebenarnya," tegas Gian dengan gamblang.

Ia sudah siap dengan keputusan apapun yang diberikan oleh kedua orang tua Keyzia padanya.

Andreas dan Helen saling menatap, mereka sepakat untuk mempertimbangkan kembali lelaki pilihan putri mereka.

"Baiklah, kami sudah mendengar semua yang nak Gery sampaikan tapi beri kami sedikit waktu untuk membicarakan hal ini ya," ucap Andreas sambil memberikan isyarat pada sang istri untuk bicara empat mata.

"Jadi bagaimana keputusanmu mas?" tanya Helen pada sang suami. Saat ini kedua orang tua Keyzia telah duduk berdua di ruang tengah dan membiarkan Keyzia dan Gery di ruang tamu.

"Aku masih tidak menyukai pilihan Keyzia. Kau dengar sendirikan, lelaki itu tidak jelas asal-usulnya. Dia bahkan dibesarkan di panti asuhan. Keluarganya pun sudah tidak ada. Bagaimana dengan reputasiku nanti?" Andreas masih saja bersikap angkuh.

Ternyata setelah sekian lama tidak bertemu dengan putrinya, tidak merubah sifat egois Andreas. Lelaki itu masih saja angkuh.

"Mas, jangan bicara seperti itu. Aku juga dulu bukan siapa-siapa. Aku hanya seorang gadis yatim piatu yang tidak sengaja bertemu denganmu di panti asuhan. Aku bisa merasakan apa yang dirasakan pemuda itu, karena aku juga dibesarkan di panti asuhan," pungkas Helen pada suaminya.

Mendengar semua keterangan Gery. Membuatnya teringat pada masa lalunya. Helen yang tinggal di panti asuhan, tidak sengaja bertemu dengan Andreas. Seorang pria tampan dan kaya raya yang merupakan salah satu donatur terbesar di panti asuhan Harapan Bunda, tempat ia dibesarkan.

Pertemuan pertama mereka, ketika Andreas tak sengaja memperhatikan seorang gadis muda yang pemurung dan cenderung tidak mau bergaul. Helen muda, sangat tertutup dan lebih suka menyendiri. Namun, karena merasa penasaran yang tingkat dewa dari Andreas, ia selalu mencoba mendekati Helen.

Awalnya Helen tidak terlalu memperdulikan Andreas tapi seiring berjalannya waktu bunga-bunga cinta bersemi dihati keduanya. Andreas menyatakan cintanya pada Helen, tapi tidak semudah itu mendapatkan hati gadis pujaannya.

Berkali-kali Helen menolaknya, dengan alasan tidak ingin berpisah dengan ibu panti yang telah merawatnya semenjak ia kecil, tapi setelah berkali-kali mencoba meluluhkan hati dan meyakinkan Helen. Akhirnya wanita itu mau menerima Andreas, dan mereka memutuskan untuk menikah dan hubungan mereka masih baik-baik saja hingga detik ini.

"Itu beda perkaranya Helen. Aku bertemu denganmu di tempat yang aku memang mengetahui kondisimu, sedangkan dia ..."

"Mas, apa bedanya aku dengan pemuda itu, kalau aku perhatikan dia pemuda yang baik, hanya nasibnya yang tidak terlalu beruntung," ucap Helen menyela alasan suaminya.

"Baiklah, aku akan memberikan pemuda itu kesempatan. Aku akan merestui hubungan mereka dengan satu syarat," ucap Andreas pada sang istri.

"Apa yang mas mau?" tanya sang istri merasa heran.

"Aku mau pemuda itu tinggal bersama kita. Aku ingin berkumpul dengan keluargaku. Melihat putriku menikah dan memiliki anak serta melihat tumbuh kembang mereka di rumah ini," pungkas Andreas.

"Kalau memang itu syaratnya, sebaiknya mas kasih tahu Gery." Ujar sang istri.

Setelah membicarakan semuanya dengan sang istri, Andreas kembali menghampiri Gery dan Keyzia.

"Bagaimana keputusan papa dan mama?" Keyzia merasa tidak sabaran untuk mendengar kata setuju dari kedua orang tuanya. Ia sangat berharap orang tuanya mau menerima Gery.

"Setelah mama dan papa berembuk tadi, kami telah mendapatkan jawaban untuk permintaan kalian," tukas Helen yang membuat putrinya semakin penasaran.

"Ah... mama. Ayolah, mengapa masih bermain tebak-tebakan?" rengek Keyzia pada sang mama.

Dia sengaja bersikap manja seperti itu, karena Keyzia tahu persis. Hanya sang ibu yang mampu meluluhkan hati ayahnya

"Jawabannya ..." Helen sengaja mengulur waktu untuk memberikan jawaban.

Ia sengaja membuat putrinya penasaran, karena Helen tahu persis kalau jawaban yang akan diberikannya nanti pasti akan membuat Keyzia melompat kegirangan.

"Pa, ayolah. Katakan jawabannya," Keyzia merasa kesal karena ibunya sengaja menggodanya. Kemudian ia mendekati sang ayah untuk mendapatkan kepastian.

"Kami menerima lamaran nak Gery, tapi ada satu syarat yang harus kalian penuhi," jelas Andreas membuat putrinya semakin penasaran.

"Syarat apa itu om?" ikut merasa penasaran akhirnya, Gery ikut angkat suara.

"Syaratnya, kamu harus tinggal bersama kami di sini. Apa nak Gery setuju?"

"Apa? kenapa saya harus tinggal di sini? bukankah akan lebih baik jika setelah menikah Keyzia tinggal di apartemen saya saja om?" sergah Gery. Ia merasa sangat tidak enak hati jika harus tinggal serumah dengan mertuanya.

"Bukan apa-apa nak Gery. Tidak ada maksud apapun dari papa meminta kalian tinggal di sini. Papa hanya ingin, di saat-saat terakhir papa nanti papa bisa berkumpul dengan anak cucu papa. Rasanya sudah terlalu lama papa tidak bersama keluarga papa. Papa sangat merindukan kebersamaan itu. Apa nak Gery setuju?"

Gery mencoba mencerna dengan baik perkataan calon mertuanya itu. Ada rasa menghangat yang kini menjalar dihatinya dan hal itu pula yang membuatnya terharu.

"Baiklah, om. Eh pa, kalau memang itu yang papa inginkan aku setuju. Bagaimana denganmu Key?" ucap Gery sambil menoleh pada calon istrinya. Keyzia menjawab dengan anggukan. Sungguh hari ini adalah hari yang sangat berharga karena untuk pertama kalinya Andreas tidak menunjukkan sikap keras kepalanya pada sang putri.

"Terimakasih pa. Terimakasih banyak, akhirnya setelah bertahun-tahun papa mau memberikan restu atas permintaanku," pungkas Keyzia kemudian memeluk erat sang ayah. Tidak ada hal yang paling membahagiakan bagi Keyzia saat ini kecuali mendapat restu kedua orang tuanya.

Menjadi Istri Pengganti (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang