BAB 5

226 4 0
                                    

Awalnya pernikahan yang kami jalani, hanya sebuah keterpaksaan demi menjalankan amanah, tetapi siapa yang menduga seiring berjalannya waktu rasa itu bertumbuh.

Bab 5

***

Sesampainya di toko Aariz melihat setelan gamis dan assesoris yang cocok untuk Nadia, tapi ia sempat kebingungan karena terlalu banyak model dan pilihan. Tiba-tiba seorang penjaga boutique datang.

"Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya penjaga perempuan itu padanya.

"Ahm itu mbak saya lagi mencari gamis yang cocok buat perempuan yang suka bercadar. Kira-kira yang cocok yang mana ya?" Aariz memperhatikan model gamis yang cocok untuk Nadia.

"Kalau begitu perlihatkan pada saya modelnya," pinta Aariz pada wanita itu.

"Baiklah, sebentar saya ambilkan," ujar wanita itu. Kemudian ia mengambil beberapa model abaya yang berada di etalase

"Kalau itu sich bagusnya model abaya saja pak. Biasanya model abaya lebih simple, praktis dan bisa di padu padan kan dengan hijab apapun," jelas wanita penjaga boutique itu padanya.

"Ini pak silahkan dilihat-lihat dulu," wanita itu menunjukkan berbagai macam model abaya terbaru dari boutique mereka. Ada yang model polos, ada yang modelnya batik modern,  ada pula yang model batik kombinasi dan ada pula model brukat kombinasi.

Aariz memperhatikan model baju abaya yang ditunjukkan padanya. Ia cukup heran, mengapa wanita islami itu harus mengenakan pakaian yang panjang dan ribet seperti itu? Ditambah lagi dengan penutup wajah. Apa itu tidak menyusahkan?

Terkadang Aariz merasa itu sangat membebani. Ia terbiasa dengan Zuraya yang berpakaian lebih modis dan simple dan tanpa hijab. Jadi rasanya sedikit aneh dengan pakaian yang dikenakan Nadia.

Meskipun begitu, ia tetap membelikan pakaian yang cocok untuk Nadia beserta aksesorisnya.
"Saya mau yang ini saja mbak tolong di bungkus ya," ucapnya sambil memilih beberapa Abaya kombinasi dan assesorisnya.

"Baik pak, akan saya siapkan,"

Tidak perlu waktu lama wanita muda itu memberikan bungkusan berisi gamis yang telah dipilih oleh Aariz.

***

Tepat pada sore hari, Aariz telah sampai di rumah. Ia mencari keberadaan Nadia, tapi ia hanya menemukan sang ibu di rumah.
"Bu, Nadia kemana? Kok tidak kelihatan?" tanyanya pada sang ibu.

"Tadi dia pergi ke posyandu. Mau imunisasi Ezhar katanya," jelas sang ibu sambil menatap barang belanjaan yang dibawa Aariz.

"Dia pergi sendirian saja?"

"Tadi supir yang mengantarkan. Kamu bawa apa itu banyak banget belanjaannya?" selidik sang ibu.

"Oh ini cuma baju syar'i buat Nadia. Ini cuma sebagai ucapan terimakasih aja Bu. Soalnya diakan udah mengurus rumah dan baby Ezhar," jelas Aariz pada ibunya.

"Kenapa kamu perhatian banget sama dia? Kamu mulai suka sama dia?" sinis sang ibu padanya.

Mumtaz tidak suka jika Aariz terlalu dekat dengan Nadia. Menurutnya Nadia itu sedikit berlebihan dan tidak modis. Dengan penampilannya yang mengenakan gamis longgar dan hijab dalam serta cadar saja sudah membuatnya risih, apalagi sampai wanita itu menjadi menantunya, bisa jatuh harga dirinya.

"Bukan begitu Ma, aku hanya ingin memberikannya hadiah," Aariz masih belum mau berterus terang pada sang ibu akan keinginannya untuk menikah dengan Nadia, karena saat ini dia baru saja ingin mengenal sosok Nadia.

Gadis pendiam yang ramah dan murah senyum itu, sebenarnya dia cantik dan pintar hanya saja ia belum memperlihatkan dirinya karena Nadia jarang bicara. Bahkan ia tetap menjaga dirinya dengan mengenakan hijab meskipun tanpa cadar.

Menjadi Istri Pengganti (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang