BAB 3

242 5 0
                                    

Rasa sakit saat melepas kepergian istri tercinta membuatku semakin rapuh. Namun, tanpa terduga dia memintaku harus menikah kembali dengan adiknya, apakah aku harus mengikuti permintaannya?

Bab 3

***

Ambulance yang membawa jenazah Zuraya telah tiba di rumah, seluruh keluarga telah mempersiapkan segala kebutuhan untuk keperluan pengurusan jenazah, tak berapa lama kemudian terdengar berita dari pengurus mesjid memberitahukan bahwa salah satu warga telah meninggal dunia, yang tak lain dan tak bukan adalah Zuraya.

Para tetangga telah ramai berdatangan ke rumah duka untuk melaksanakan prosesi penyelenggaraan jenazah, upacara pemakaman Zuraya pun segera dilaksanakan.

Setelah upacara pemakaman selesai, para pelayatpun berangsur-angsur meninggalkan makam. Kini tersisa Aariz, Nadia dan Mumtaz yang masih setia berdiri di depan makam Zuraya. Mereka masih setia untuk mengenang Zuraya.

Aariz menatap kosong pada makam Zuraya, ia tampak seperti orang tertekan jiwanya. Kehilangan istri yang paling ia sayangi membuatnya bagai kehilangan dari separuh hidupnya.
"Aariz ayo kita pulang nak, ini sudah mau malam, kamu harus istirahat. Ezhar juga harus istirahat. Kasihan putra kamu nak," ucap Mumtaz sambil mengusap pelan bahu putranya dari belakang.

Saat ini Ezhar bayi mungilnya itu berada dalam gendongan Nadia. Ia tertidur pulas setelah Nadia memberikannya susu formula. Bayi mungil itu tidak bisa merasakan kasih sayang ibunya setelah ibunya tiada, tapi Nadia dengan sangat tulus menyayangi keponakan mungilnya itu.

"Ga ma, aku tidak bisa meninggalkan Zuraya sendirian. Dia pasti bakal merasa gelap dan sendirian disini ma," lirih Aariz yang larut dalam pikirannya. Mumtaz yang mendengar perkataan putranya, merasa sangat sedih.

Putranya seperti orang yang kehilangan akal sehat setelah kepergian Zuraya. Ia masih belum menerima kepergian istrinya.

"Mas, kita pulang ya. Kak Zuraya harus istirahat. Lihat Ezhar juga lelah, dia mau papanya juga pulang bersamanya," bujuk Nadia sambil memperlihatkan wajah putra Aariz kepadanya. Aariz menatap kepada putranya, seketika kesadarannya kembali saat menatap wajah bayi mungilnya.

"Putraku Ezhar," ucapnya sambil menatap dan mengusap wajah bayi mungilnya. Setelah menatap wajah putranya, Aariz segera bangkit dan menurut diajak pulang.

***

Satu minggu telah berlalu, atas permintaan Aariz, Nadia menetap di Jakarta untuk mengurus baby Ezhar. Sebenarnya ia tak enak menahan wanita itu terlalu lama di rumahnya, tapi mau bagaimana lagi? Jika tidak ada Nadia, Aariz juga tidak bisa mengurus bayinya sendirian, karena ia harus bekerja untuk menghidupi dirinya dan bayinya.

Aariz merasa tak enak jika harus merepotkan ibunya dengan urusan bayi, oleh sebab itu Aariz meminta Nadia untuk mengurus Ezhar dan untungnya gadis itu mau untuk membantunya.

Hanya saja, yang namanya tetangga tidak selalu berpikir positif tentang apa yang mereka lihat. Kehadiran Nadia di rumah itu yang sudah lebih dari beberapa hari malah jadi bahan gunjingan dan gosip oleh para tetangga.

"Ga nyangka ya, penampilannya alim begitu tapi kayak ga punya malu tinggal seatap sama mantan kakak ipar,"

"Iya, dibalik wajah polosnya ternyata dia punya niat terselubung,"

"Jangan-jangan kematian Zuraya ada kaitannya sama si Nadia tuch. Dia pasti mau menggantikan posisi Zuraya buat jadi istri di Aariz,"

"Duh, ngeri ya. Bisa-bisanya dia nekat kayak gitu. Amit-amit!"

Begitulah mulut ember para tetangga menjudge Nadia tanpa mencari kebenaran. Mereka hanya melihat sesuai apa yang mereka lihat tanpa memahami keadaan yang membuat Nadia harus bertahan di rumah itu. Terkadang membuat Nadia risih dengan ucapan mereka, tapi Nadia tetap diam dan fokus membesarkan Ezhar demi amanah dari sang kakak.

Tanpa disangka-sangka gosip-gosip murahan itupun sampai ke telinga Aariz. Awalnya, ia tidak mau menggubris gosipan emak-emak komplek itu, tapi ia juga harus menjaga kehormatan Nadia. Gadis itu telah berjasa untuk dirinya dan keluarganya, iapun memutuskan untuk menikahi Nadia, tapi terlebih dahulu harus membicarakannya pada sang ibu.

"Apa? Kamu mau menikahi Nadia?!" Mumtaz yang mendengarkan permintaan putranya itu terperanjat.
"Ssttt, pelankan suara ibu. Jangan sampai Nadia mendengarnya," ucap Aariz sambil mendekat ke arah sang ibu.
"Tapi kenapa harus dia nak? Kamu tahukan Nadia itu adiknya Zuraya, masa iya kamu mau menikahinya," sela sang ibu merasa permintaan sang putra sedikit berlebihan.

Bukan karena apa-apa, sebenarnya Mumtaz masih sangat menyayangi mantan menantunya Zuraya dan ia belum siap untuk menerima Nadia sebagai menantu barunya.

"Tapi Ma, aku ga enak sama Nadia. Dia udah menjaga keluarga kita bahkan dia juga sudah rela merawat putraku sejauh ini ma. Aku ga enak kalau tetangga selalu ngegosipin macam-macam tentang dia," jelas Aariz pada ibunya lagi.

Selama ini Aariz bukannya tidak mau menyewa jasa baby sitter untuk merawat putranya, tapi Nadia sendiri yang meminta untuk merawat putra kakaknya itu. Ia ingin menjalankan amanah sang kakak untuk merawat Ezhar hingga ia dewasa nanti.

"Mama ga setuju! Nadia itu ga selevel sama Zuraya, jauh banget Riz. Kamu lihat aja, dari segi penampilan Zuraya lebih modern dan elegan, sedangkan Nadia dengan pakaian gamis dan cadarnya itu, bagaimana kamu bisa membawa dia bersamamu kelak jika ada pertemuan dengan rekan bisnismu, kalau dia jadi istrimu. Selain itu, Zuraya itu tipe wanita karir yang mengerti tentang pekerjaan kantor, sedangkan Nadia, dia itu cuma lulusan SMA, kuliah aja ga tamat! Pokoknya mama ga setuju kalau sampai kamu menikahi dia, seenggaknya kalau kamu mau cari pendamping itu yang selevel lah sama kamu!" ketus sang ibu dengan berbagai argumen yang ia ucapkan.

DEG!!!

Nadia yang tidak sengaja lewat di depan ruang keluarga, dimana Aariz dan ibunya sedang berdebat disana, tak sengaja mendengar perdebatan mereka. Dia mendengar dengan jelas bagaimana Mumtaz meremehkannya tadi.

Hatinya terasa sakit, bagai ditusuk belati mendengar ucapan Mumtaz. Sungguh ia tidak menyangka setelah semua pengorbanan yang ia lakukan, ternyata Mumtaz masih saja tidak menganggap semua yang ia lakukan.

"Ma, jangan ngomong kayak gitu. Masalah penampilan, itu hak seseorang dengan pilihannya. Kita ga bisa paksakan orang lain seperti yang kita inginkan, dan mengenai pendidikan Nadia, dia itu bukan ga berpendidikan ma. Dia ga menyelesaikan kuliahnya juga karena dia lebih memilih untuk merawat putraku, setidaknya jangan merendahkannya seperti itu ma," Aariz tidak habis pikir dengan sikap ibunya.

Mengapa semua harus dibandingkan dengan Zuraya. Padahal, Nadia juga punya kelebihan.

"Pokoknya mama ga mau tau! Kamu jangan menikah sama Nadia. Mama ga bakal merestui kalian!" Tegas Mumtaz pada putranya, kemudian dia meninggalkan putranya begitu saja tanpa ingin mendengarkan lagi.

Namun, tanpa sengaja Mumtaz berpapasan dengan Nadia. Tanpa menyapa Nadia, Mumtaz melewatinya begitu saja. Aariz terkesiap saat melihat Nadia yang muncul secara tiba-tiba. Ia takut kalau Nadia mendengar semua percakapannya dengan sang ibu.

Nadia sendiri tidak menggubris sikap Mumtaz padanya, ia hanya fokus mengurus Ezhar yang berada dalam gendongannya.

"Nad, kamu dengar apa yang aku bicarakan sama mama tadi?" tanya Aariz merasa tak enak hati.

"Ga mas aku tadi cuma lewat aja, abis ngajak Ezhar jalan-jalan keluar," bohongnya pada Aariz.

Nadia tidak mau mempermalukan Aariz atas sikap ibunya tadi, karena ia sangat menghargai mantan suami kakaknya itu.

"Maaf ya Nad, buat sikap mama ke kamu," ucap Aariz padanya lagi.

"Ia mas, ga apa-apa aku bisa maklum kok, aku ke kamar dulu mas. Baby Erzha udah mulai ngantuk nj," balas Nadia kemudian ia masuk ke kamar untuk menidurkan bayi mungil itu.

Aariz hanya menatap kepergian Nadia hingga punggungnya benar-benar telah hilang dari pandangannya.

Judul: Menjadi Istri Pengganti
Penulis: Dina0505

Link:
https://read.kbm.id/book/read/a23a19a2-22a3-4f06-b993-51685ae7a993/e1cb6f38-7ed2-44d5-8a16-6bca17845000

Menjadi Istri Pengganti (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang