Setelah mendapat restu dari orang tua Keyzia Gian segera mengajaknya pulang.
"Sayang apa rencanamu sekarang? " tanya Keyzia sambil memperhatikan Gian yang sedang menyetir mobil.
"Aku hanya ingin menemui Bu Samira. Semenjak bekerja di perusahaan Abiyan, aku belum pernah menemuinya sekalipun. Entahlah, bagaimana keadaannya saat ini," tutur Gian pada istrinya.
"Kau pasti merindukan Bu Samira ? " tebak wanita itu.
"Ya, begitulah. Bu Samira adalah wanita yang mengajarkanku tentang menyayangi. Darinya aku mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Sama seperti anak-anak lainnya di panti, Bu Samira memperlakukan kami seperti anaknya sendiri. Bahkan tidak jarang kami bertengkar untuk hal sepele hanya untuk mendapatkan perhatian dan pembelaan dari Bu Samira. "
"Hmmm, baiklah aku mengerti. Bagaimana kalau besok pagi kita menemuinya? " Ajak Keyzia penuh antusias.
"Terimakasih sayang kamu mau mengerti dengan keadaanku," ucap Gian pada Keyzia. Kemudian ia turun dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Keyzia.
"Kamu ga mampir dulu?"
"Tidak usah. Ini sudah terlalu malam, kalau aku mampir yang ada kita akan bermalam bersama," seloroh lelaki itu pada Keyzia sambil mengedipkan sebelah matanya. Keyzia tersenyum sambil mencubit pelan dada Gian.
"Jangan nakal ya, awas kalau kamu coba-coba menggodaku," ujar Keyzia sambil membukakan pintu mobil kemudian menyuruh Gian duduk di kursi kemudi mobil. Gian tersenyum memperhatikan wajah kekasihnya.
Ia memegangi tangan Keyzia dan menarik pelan agar wanita itu sedikit menundukkan wajahnya, secepat kilat Gian mencuri ciuman darinya. Sontak saja hal itu membuat Keyzia terbelalak, tapi Gian langsung mengucapkan salam perpisahan dan segera pergi dari sana sebelum wanita itu melemparkan sepatunya pada Gian.
'Ah Gian, awas kamu ya. Beraninya kamu melakukan itu padaku! " gerutu Keyzia sambil mengarahkan tangannya yang mengepal ke arah mobil Gian yang telah menjauh.
***
Di tempat berbeda, Aaris dan Nadia sedang bersama.
"Mas, aku kok kepikiran sama Keyzia dan Gian ya? " tanya Nadia yang baru saja menidurkan bayi mungilnya. Ia segera menghampiri suaminya.
"Memangnya kamu memikirkan apa?" tatap Aariz pada istrinya yang kini berada disisinya.
"Aku kepikiran aja kira-kira Gian berhasil tidak ya membujuk kedua orang tua Keyzia?"
"Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?" Aariz menatap intens pada Nadia.
"Aku cuma merasa akan menjadi sulit bagi Gian untuk meluluhkan hati orang tua Keyzia. Mengingat, Keyzia pernah nekat lari dari rumah karena terlalu dikekang oleh orang tuanya." Pungkas Nadia.
"Ya, memang sangat sulit untuk meluluhkan hati orang tua Keyzia tapi tenang kamu ga perlu khawatir. Gian pasti bisa mengatasi semuanya. Aku yakin Gian punya cara sendiri untuk meluluhkan dan meyakinkan orang tua Keyzia," jelas Aariz pada istrinya.
Nadia mengangguk paham sambil bersandar di dada Aariz. Lelaki itu langsung mengusap alis istrinya. Ia ingin sekali membuat Nadia segera terlelap karena sedari pagi istrinya itu telah disibukkan oleh pekerjaan rumah dan mengurus dua anak mereka. Tidak butuh waktu lama, Nadia telah terlelap di lengan Aariz.
***
Pagi hari, Gian tampak sibuk dengan pekerjaannya. Tidak seperti biasa, Gian selalu santai mengerjakan tugasnya tapi untuk saat ini ia tampak terburu-buru.
"Gian, lo udah datang aja ke kantor? Bukannya lo dan Keyzia mau menginap di rumah orang tua Keyzia?" tanya Aariz yang merasa heran pada sahabatnya yang tengah sibuk dengan berkas-berkas ditangannya.
"Iya Riz gue dan Keyzia menginap tapi cuma satu hari saja. Ga enak juga terlalu lama di rumah orang tua Keyzia. Lo kan tau sendiri gue dan Keyzia belum menikah," tukas Gian sambil tersenyum kecil.
Dia cukup tahu diri dengan posisinya, oleh sebab itu Gian memilih sehari saja untuk menginap di rumah Keyzia. Gian tidak ingin jadi bahan pembicaraan masyarakat sekitar karena terlalu lama tinggal di sana.
"Benar juga Gi, gue suka gaya Lo," ucap Aariz sambil menepuk pelan bahu sahabatnya.
"Oh ya Riz, kayaknya rapat kali ini gue ga bisa menemani lo kayak biasanya. Lo ga apa-apakan kalau ga ada asisten lo ini dalam rapat? " Gian agak sungkan untuk menanyakan pertanyaan itu pada Aariz.
Secara ia telah terlalu lama tidak hadir di kantor pasca kecelakaan, ditambah lagi harus restbed dalam waktu cukup lama. Giliran sekarang ia bisa bekerja kembali malah harus menyelesaikan urusan pribadinya.
"Memangnya lo mau kemana? kayaknya lo buru-buru sekali ? " Selidik Aariz padanya.
"Sebenarnya gue ga enak mau minta izin sama lo, secara gue juga udah terlalu lama absen dari kantor tapi ini mengenai masa depan gue," jelas Gian sambil menundukkan kepala. Ia merasa tidak enak hati pada atasannya itu.
Meskipun mereka bersahabat tetap saja Aariz adalah atasan Gian yang harus dihormatinya. Oleh sebab itu, ia harus sadar diri dengan posisinya di perusahaan Aariz.
"Lo ga perlu sungkan gitu Gi. Kita ini bukan sekedar sahabat tapi juga bersaudara. Masa gue akan menghalangi lo buat mengejar masa depan lo. Ini pasti ada kaitannya dengan rencana pernikahan lo dan Keyzia kan?" Aariz segera menangkap arah pembicaraan sahabatnya.
"Lo tahu aja isi kepala gue. Memang ini mengenai rencana pernikahan gue dan Keyzia, tetapi ada hal yang lebih penting lagi Riz."
"Hal penting apa Gi?" Aariz penasaran memperhatikan sahabatnya yang masih merapikan berkas-berkas di meja kerjanya.
"Gue pengen ketemu sama Bu Samira," jawab Gian singkat.
"Bu Samira? itukan ibu panti yang sering lo ceritakan ke gue waktu itu ya?" Aariz mengingat-ingat kembali sosok wanita yang dibicarakan sahabatnya itu.
"Ya, benar sekali tebakan Lo. Sudah lama sekali semenjak gue selesai kuliah dan bekerja di perusahaan lo, gue ga pernah menemuinya. Entah bagaimana keadaan Bu Samira saat ini." Lirih lelaki itu pada Aariz.
"Tapi itukan sudah lama sekali bukan? Apa lo pernah mencari informasi tentang panti asuhan itu ataupun Bu Samira?" tanya Aariz semakin penasaran. Gian hanya menggelengkan kepala.
"Terus bagaimana lo bisa menemukannya? ini udah lebih dari sepuluh tahun loh Gi. Apa lo yakin bisa menemukan Bu Samira?" Aariz merasa kurang yakin dengan sahabatnya.
"Gue coba dulu Riz. Gue akan mencari informasi tentang panti asuhan itu dan juga tentang bu Samira. Semoga saja pantinya masih ada dan juga bu Samira," ucap Gian penuh harap. Wajahnya yang tadi begitu bersemangat tampak sedikit murung, kecemasan tersirat jelas dari wajahnya.
'Semoga saja berita yang gue dengar waktu itu ga pernah terjadi. Gian pasti bisa menemukan Bu Samira,' gumam Aariz sambil memperhatikan Gian dengan saksama.
"Ya sudah Gi, kalau gitu lo temui saja Bu Samira. Masalah pekerjaan ga usah dipikirkan. Masih ada sekretaris yang bisa membantu gue di sini. Semoga lo bisa menemui bu Samira ya," pungkas Aariz memberikan semangat pada sahabatnya.
Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Gian segera pergi untuk menuju ke panti asuhan tempat ia dibesarkan dulu. Tak lupa Gian membelikan oleh-oleh untuk anak-anak panti asuhan dan bu Samira. Ia juga membawa Keyzia bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Istri Pengganti (Tamat)
عاطفية"Berjanjilah kau akan menikah dengan Aariz dan menjadi ibu dari putraku Ezhar, setelah aku tiada. aku sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit ini," pinta Zuraya saat ia baru saja melahirkan putra satu-satunya. Zuraya mengalami plasenta previa, a...