BAB 14

152 3 0
                                    

Sore harinya Aariz telah sampai di rumah, aroma masakan yang dibuat oleh Nadia menyeruak dihidung Aariz. Dia segera menuju ke dapur untuk menghampiri sang istri dan Aariz mendapati sang istri sedang memasak untuknya. Aariz langsung mendekat  untuk menghampiri sang istri. Lalu memeluknya dari belakang.

Nadia yang tidak menyadari itu adalah suaminya, merasa takut  dan terkesiap. Ia mencoba melepaskan pelukan tangan lelaki yang sedang mengungkungnya dari belakang, tapi pelukan itu semakin erat. Nadia mulai panik dan takut.

"Assalamualaikum istriku yang cantik," bisik pria yang membalikkan tubuh Nadia kehadapannya.

Nadia melihat orang yang memeluknya dengan saksama dan saat itu pula ia baru menyadari orang itu adalah suaminya, wajahnya yang tadinya ketakutan berubah menjadi lebih tenang.

"Mas, kamu udah pulang? aku sampai ga tau kalau kamu sudah berada di dapur," cicit Nadia yang masih tidak karuan karena keterkejutannya.

"Maaf sayang, aku ga bermaksud menakutimu. Aku hanya ingin memberikan kejutan untukmu tapi malah membuat kamu ketakutan," Aariz menundukkan kepala merasa menyesal.

"Tidak apa-apa mas. Aku cuma terkejut. Mas mau mandi dulu atau makan ?" tanya Nadia pada sang suami.

"Aku mau istirahat dulu yang, aku cape banget," keluh Aariz kemudian dia segera berjalan menuju sofa ruang tamu.

Nadia melanjutkan menyelesaikan masak. Setelah selesai Nadia menghampiri sang suami.

"Mas, kok kamu lemas gitu. Lagi banyak kerjaan di kantor?" tanya Nadia yang memperhatikan suaminya yang terlihat lelah.

"Ga kok sayang, aku cuma lagi mikirin kamu dan Ezhar," ucap Aariz memperhatikan istrinya yang sedang mempersiapkan makan malam untuk Aariz.

"Memangnya mas mikirin apa?" tanya Nadia lagi pada sang suami merasa penasaran. Kemudian ia duduk di dekat sang suami sambil menggendong baby Ezhar.

"Besok kayaknya aku mesti ke luar kota, buat pertemuan rapat," jelas Aariz pada sang istri sambil memperhatikan bayinya.

"Kok mendadak sekali mas, apa mas Aariz bakal menginap di sana?" Nadia memperhatikan wajah Aariz dengan sangat serius.

"Iya, undangannya baru di kirim ke email kemarin sore. Mungkin aku akan pergi sekitar satu Minggu, kamu sama Ezhar tinggal di rumah mama aja ya selama aku pergi," tukas Aariz pada Nadia.

Nadia tidak bisa menjawab iya ataupun tidak, ia tahu persis kalau mertuanya itu pasti tidak menyukai kehadirannya, tapi walau bagaimanapun juga Nadia harus mengikut, ia tidak ingin membuat suaminya merasa khawatir saat pergi jauh dari Nadia.

"Aku tahu, kamu pasti merasa berat karena harus serumah sama mama, tapi aku yakin cepat atau lambat mama bakalan menerima kamu," ujar Aariz sambil merangkul bahu istrinya. Ia sangat paham dengan apa yang dikhawatirkan oleh istrinya.

"Iya mas aku mengerti. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi menantu yang baik untuk mama," Nadia mengulas senyum diwajah sendunya.

"Iya sayang, kamu yang sabar ya menghadapi mama," ucap Aariz merangkul pundak Nadia dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Nadia.

Sebenarnya tidak ada masalah bagi Nadia jika harus tinggal bersama mertuanya, karena Nadia sendiri telah menganggap Mumtaz sebagai ibunya sendiri. Semenjak kedua orang tua Nadia meninggal, Zurayalah yang menjadi orang tua bagi Nadia dan kini Zuraya sudah tidak bisa bersamanya dan bagi Nadia ibu mertuanyalah yang kini menjadi pengganti orang tuanya.

"Oh ya mas, aku siapin dulu ya keperluan mas buat berangkat besok. Kamu mandi aja dulu biar seger," tutur Nadia sambil menatap Aariz.

"Ya sayang, aku mandi dulu ya," ucap Aariz kemudian Aariz segera menuju ke kamar mandi dan  membersihkan diri. Sementara Nadia menyiapkan kebutuhan Aariz selama dalam perjalanan nanti.

Aariz merasa beruntung bisa memiliki istri sebaik Nadia, karena Nadia tipe wanita penurut dan sangat patuh dengan apapun yang dikatakan Aariz.

***

Pagi haripun tiba Nadia telah mempersiapkan dirinya untuk ke rumah mertuanya diantarkan oleh Aariz.

Aariz mengetuk pintu rumah sang mama dan tanpa menunggu lama Mumtaz langsung membukakan pintu rumahnya.

Mumtaz melihat Aariz dan Nadia yang berada di depan pintu rumahnya sambil membawa koper milik Nadia.

"Riz, tumben pagi-pagi banget kalian ke sini. Kalian lagi ga ada masalah kan?" selidik Mumtaz sambil menatap intens pada Aariz dan Nadia.

"Ga kok ma. Kamu baik-baik saja, Aariz dan Nadia ke sini mau minta bantuan mama," jelas Aariz pada sang ibu.

"Ya sudah masuk dulu, kita bicara di dalam saja," pinta sang ibu dan langsung dituruti oeh keduanya.

Mereka duduk berhadapan dengan Mumtaz dan mulai menjelaskan maksud kedatangan mereka.

"Jadi begini ma, maksud kedatangan kami ke sini, aku mau minta tolong ke mama buat menitipkan Nadia dan Ezhar, karena aku akan mengadakan perjalanan dinas ma,"

"Oh jadi kamu ada pertemuan? mama pikir kalian lagi ada masalah,"

"Ga ma,  kami ga ada masalah kok. Aku cuma mau bilang minta bantuan mama buat ijinkan Nadia dan Ezhar tinggal disini beberapa hari ini,"

"Ya sudah Nadia dan Ezhar tinggal di sini saja.  Lagian mama senang kok kalau ada Ezhar di sini, jadi mama bisa main sama cucu mama,"
Kemudian Mumtaz menggendong Ezhar dan mencium pipi gembul bayi mungil itu.

Ada kelegaan yang menyelimuti hati Aariz saat ini. Ia tidak akan merasa cemas meninggalkan istri dan putranya pada orang tuanya.

"Makasih ya ma, udah mau bantu Aariz," ucap Aariz sambil tersenyum kemudian dia berpamitan untuk pergi.

Di depan rumah  Aariz, sebuah mobil kini telah menjemputnya dan tampak Gian yang datang menghampirinya.

"Lo udah siap Riz?" tanya Gian sambil memperhatikan Nadia, Mutaz dan baby Ezhar. Seakan meminta izin kepada mereka. Gian menyapa mereka dengan tersenyum.

"Gue udah siap ni. Ayo kita berangkat," ajak Aariz pada sahabatnya itu.

"Sayang aku pergi dulu ya kamu baik-baik ya selama aku tinggal pergi. Mama juga, jaga kesehatan," ucap Aariz  sambil menatap dalam pada keluarganya. Keluarganya mengangguk setuju.

Berat rasanya bagi Aariz untuk pergi tapi demi pekerjaannya ia harus meninggalkan keluarganya. Ia melangkahkan kakinya masuk ke mobil jemputan dan melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil.

Aariz menatap wajah istri, ibu dan putranya. Ia pasti akan merindukan mereka. Ketiganya melepaskan kepergian Aariz dengan senyuman.  Begitu Aariz terlihat jauh, dari tempat
Mumtaz kembali pada wujud aslinya. Ia mulai cuek pada Nadia, wanita paruh baya itu langsung masuk ke dalam kamar.

Nadia hanya bisa menghela nafas berat melihat sikap ibu mertuanya. Ia tidak menyangka akan Mumtaz yang masih saja dingin padanya, tapi tidak mengapa Nadia memiliki hati yang cukup luas. Ia masuk ke kamarnya sambil menggendong bayi Ezhar, saat ini hanya Ezhar yang bisa membuat Nadia merasa tenang.

Menjadi Istri Pengganti (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang