Setelah prepare persiapan gaun pengantin, seminggu kemudian, Gian dan Keyzia menikah. Syukurlah pernikahan mereka berlangsung dengan lancar. Doa dua insan itu telah dijabah oleh Tuhan.
Namun, di sela-sela acara pernikahan ponsel Gian berbunyi. Sepertinya dia lupa menghilangkan nada ponselnya. Sampai-sampai acara sepenting itu, harus terganggu dengan bunyi ponsel.
"Sayang, ponselmu berbunyi dari tadi. Kenapa tidak diangkat?" tanya Keyzia pada sang suami.
Untunglah ponsel Gian berdering saat akad ijab Qabul telah dilafazkan dan saat ini mereka sedang berada dalam acara resepsi pernikahan. Makanya Keyzia tidak terlalu mempermasalahkan bunyi ponsel, lelaki yang kini telah resmi menjadi suaminya.
"Ini acara penting kita Sayang. Aku tidak mau acara kita terganggu hanya karena panggilan tidak penting." Gian berusaha menyingkirkan gangguan-gangguan saat pernikahan ya berlangsung. Gian hanya ingin meluangkan waktu untuk hari istimewanya.
"Angkat saja, Sayang. Siapa tahu itu penting," desak Keyzia lagi padanya. Tidak ingin istrinya mereog, akhirnya Gian menuruti ucapan sang istri.
Saat tombol hijau diusap oleh si pemilik ponsel. Terdengar suara seseorang dari kejauhan.
"Bos, ini saya Alex. Saya sudah mendapatkan informasi mengenai tanah panti asuhan yang di didirikan bangunan tempat hiburan itu. Ternyata tanah itu di jual oleh anak Bu Salamah karena Sandy anak dari Bu Salamah itu terlilit hutang dengan rentenir. Makanya, mau tidak mau Bu Salamah menjual tanah itu kepada cukong Cina."
"Lantas bagaimana anak-anak panti?" cemas Gian.
"Anak-anak di tempatkan ke tempat yang terpencil. Dikarenakan finansial Bu Salamah memburuk semenjak kejadian itu, Bu Salamah memutuskan untuk membeli tanah kecil untuk tempat bernaung anak-anak."
Hati Gian terenyuh mendengar ucapan orang suruhannya. Sekarang mulai jelas penyebab Bu Salamah tiba-tiba hilang dari peredaran. Semua itu karena dirinya sudah tidak sanggup menghadapi kehidupannya.
"SIAL! Tunggu sebentar di sana aku akan memikirkan cara untuk mengembalikan semuanya." Selanjutnya pembicaraan mereka terhenti.
Gian tampak gusar dan gelisah, ingin sekali rasanya ia pergi dari sana. Namun, saat ia memperhatikan raut wajah kebahagiaan Keyzia, Gian tidak sampai hati jika harus meninggalkan sang istri.
"Gian, lo kenapa sich dari tadi gua perhatikan Lo kayak lagi ada masalah besar. Coba ceritakan ke gue apa yang jadi beban.
Awalnya Gian merasa ragu untuk mengatakannya pada Aariz, Setelah berpikir keras, Gian memberikan penjelasan detail tentang permasalahan Bu Salamah.
"Jadi itu permasalahannya, kenapa ga bilang sama gue? Itu bukan sesuatu yang sulit buat gue. Sekarang juga gue bakal selesaikan masalah Lo," tukas Aris penuh percaya diri.
"Maksud Lo apa Riz?" Gian tampak bingung dengan maksud sahabatnya.
"Iya, gue akan minta orang gue untuk membelikan tanah yang telah ada bangunannya. Setelahnya kita bisa memindahkan anak-anak panti itu ke sana."
Gian semakin tidak mengerti, apakah sahabatnya ini sedang kurang sehat atau bagaimana? Mengapa dia berucap segampang itu.
"Tenang Bro, Lo ga perlu ragukan gue. Gue ini sahabat lo tahu persis apa yang gue ucapkan ini bukanlah main-main," jelas Aariz lagi.
"Gue beneran ga mengerti dengan ucapan Lo," ucap Gian dengan memasang ekspresi cengo.
"Dengar Gian, dulu almarhum Papa pernah mewariskan sebidang tanah yang telah ada bangunannya ke gue. Rencananya, papa ingin gue menempati bangunan itu kalau gue telah menikah. Hitung-hitung sebagai hadiah pernikahan gue, tetapi almarhumah Zuraya tidak mau karena dia maunya kita memiliki rumah sendiri. Jadinya gue beli apartemen sendiri. Sampai akhirnya gue menikah sama Nadia, dia juga nyaman tinggal di apartemen. Jadi menurut hemat gue, dari pada bangunan peninggalan Papa ga digunakan sama sekali bagaimana kalau gue jadikan tempat tinggal anak-anak panti saja?"
Gian terkejut bukan main oleh penjelasan sahabatnya itu. Tidak terbayangkan sedikit pun dalam pikirannya Aariz akan berkata seperti itu. Apa Aariz tidak salah bicara?
"Lo, yakin sama apa yang baru lo ucapkan tadi? Itu warisan bokap Lo buat Lo, masa ll seenaknya mengalihkannya?" ujar Gian sedikit kesal. Dia mengira Aariz sedang berbuat sesuka hatinya.
"Lo jangan salah paham, Bro. Gue melakukan ini semua juga demi kebaikan Papa. Lo tahu, kalau bangunan megah milik Papa bisa digunakan untuk membantu orang yang membutuhkan tidak ada salahnya bukan? Apalagi, kalau digunakan demi kebaikan pasti akan jadi amal jariah untuk Papa," ucap Aariz secara lugas.
Gian berdecak kagum oleh ucapan sahabatnya. Tidak pernah dia sangka kalau sahabatnya mempunyai niat semulia itu.
"Lo ga sedang bercandakan?" tanyanya lagi memastikan.
"Gue sangat serius dengan ucapan gue. Lo ga boleh menolak. Anggap saja, ini hadiah pernikahan Lo dari gue," tegas Aariz pada sahabatnya itu lagi. Gian tidak bisa berkata-kata lagi. Sungguh, sikap Aariz membuatnya speechless, yang ada dipikirannya saat ini, adalah tidak pernah ia temukan orang sebaik Aariz.
"Baiklah, kalau itu yang Lo mau. Gue benar-benar sangat berterima kasih pada Lo. Sekali lagi lo menyelamatkan keluarga gue." Gian benar-benar terharu dan memeluk sahabatnya dengan sangat erat. Tanpa terasa buliran bening kini membasahi kelopak matanya.
***
Selesai acara pernikahan, beberapa hari kemudian Gian dan Aariz melihat bangunan yang akan mereka gunakan untuk tempat anak-anak panti nantinya akan tinggali. Bangunan megah tiga tingkat dengan halaman sekelilingnya yang sangat luas, tentu saja membuat bangunan itu semakin megah.
Setelah mensurvei bangunan. Mereka mengurus administrasi untuk kepindahan anak-anak panti ke rumah baru mereka. Anak-anak tampak bahagia dan nyaman di rumah baru mereka, bahkan panti asuhan mereka diberi nama Panti Asuhan Salamah, demi mengenang Ibu Panti yang telah membesarkan mereka.
Beberapa bulan telah berlalu, Keyzia melahirkan dan lengkap sudah kebahagiaan Gian. Ia kini menjadi Ayah. Sementara Aariz dan Nadia, dua anaknya Ezhar dan putri kecilnya telah beranjak remaja. Mereka sering saling mengunjungi satu sama lain.
Putra dan putri Aariz sangat menyayangi anak Gian yang diberi nama Adzkira. Setiap akhir pekan, mereka selalu meminta untuk dipertemukan dengan Gian dan Keyzia hanya sekedar untuk bertemu dengan baby Adzkira.
Sungguh, persaudaraan yang sangat indah di antara Aariz dan Gian terjalin dengan sangat erat.Namun, sayangnya mereka harus berpisah, karena Gian harus pindah ke kota asalnya. Di Solo, karena sekarang Gian telah memiliki perusahaan sendiri dan mampu menjadi CEO dari perusahaannya. Siapa yang akan menduga, seorang anak yatim piatu telah menjadi sukses dan mampu menjadi pimpinan perusahaan yang ia dirikan sendiri? Tidak ada yang tidak mungkin, jika memang Tuhan menghendaki.
Sesuatu yang dianggap tidak akan mungkin terjadi, justru diperlihatkan dengan sendirinya. Tidak pernah terduga, jika Gian dan Keyzia bisa menjalani bahtera rumah tangga bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Istri Pengganti (Tamat)
Romansa"Berjanjilah kau akan menikah dengan Aariz dan menjadi ibu dari putraku Ezhar, setelah aku tiada. aku sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit ini," pinta Zuraya saat ia baru saja melahirkan putra satu-satunya. Zuraya mengalami plasenta previa, a...