Setelah menempuh perjalanan udara selama kurang lebih lima belas jam, Aris dan Nadia sampai di Indonesia. Mereka segera menemui resepsionis rumah sakit.
"Maaf sus, ruang rawat atas nama Gian Gautama dimana ya?" tanya Aariz yang begitu khawatir dengan keadaan Gian.
"Sebentar saya cek dulu ya pak," ujar perawat itu sambil melihat ke layar komputer dan mencari ruang rawat atas nama Gian.
"Ini pak, beliau ada di ruang akasia," tutur perawat itu pada Aaris.
"Baiklah terimakasih sus," ujar Aariz kemudian pergi menuju ke ruang rawat Gian.
"Loh, kalian berdua kok bisa bersamaan ada di sini?" Aariz merasa terkejut saat melihat Fathan dan Nadia bersama di rumah sakit.
"Ahmm itu karena kami ..." Fany terbata menjawab pertanyaan dari Aariz dan wajahnya menjadi merona karena merasa malu. Sungguh ketidak sengajaan pertemuan mereka membuat Fany merasa tidak enak hati pada Fathan.
"Ini semua tidak seperti yang anda bayangkan pak Aariz. Saya dan Fany tidak sengaja bertemu tadi malam, karena sudah terlalu malam, jadi kami memutuskan untuk menginap di ruang tunggu," jawab Fathan meluruskan perkara.
"Oh baiklah, saya paham," ujar paham sambil tersenyum. Melihat keakraban Fany dan Fathan, ia malah kepikiran untuk menjodohkan mereka berdua tapi hal itu tidak langsung ia katakan. Aaris harus mencari waktu yang tepat, karena saat ini tujuan mereka adalah menjenguk Gian.
Aariz memberi kode pada sang istri, Nadia hanya tersenyum paham.
"Pasien sadar dok," ujar perawat yang baru saja keluar dari ruang ICU, setelah melakukan cek rutin terhadap Gian.
Aariz, Nadia, Fany dan Fathan yang berada di ruang tunggu terperanjat dan mereka langsung menghampiri ruangan Gian.
"Mohon menunggu sebentar ya, saya akan memeriksa kondisi pasien dulu," ucap dokter yang melihat Aariz dan yang lainnya akan menghampiri Gian.
Langkah mereka tertahan sambil berharap akan kesembuhan Gian. Mendengar Gian sudah sadar saja membuat mereka langsung berhamburan ingin melihat kondisi Gian, besar harapan mereka untuk kesembuhan Gian.
Dokter langsung ke ruang rawat dan memeriksa kondisi Gian. Pria muda itu tampak baru saja membuka matanya. Ia masih merasa asing di tempat ini.
"Saya dimana?" tanya Gian merasa linglung. Dia benar-benar tidak tahu tentang apa yang baru saja ia lewati.
"Gian, Lo baik-baik saja?" Aariz berusaha lebih dekat dengan Gian. Ia merasa ada sesuatu yang beda pada diri sahabatnya.
"Ka ... kalian siapa? aku ini siapa dan aku lagi berada dimana?" tanya Gian merasa kebingungan. Ia merasakan kepalanya berdenyut-denyut dan seluruh badannya terasa sangat sakit.
"Apa? dia tidak mengenaliku? hei Gian Lo jangan bercanda. Ini ga lucu, ayolah Gian wake up!" Aariz mulai panik, tapi tetap saja pria yang sedang terbaring itu tidak bergeming. Ia hanya menunjukkan wajah bingung.
"Pak Aariz, sepertinya dia tidak bercanda. Pak Gian tidak mengingat apapun," jelas Fathan yang memperhatikan Gian dengan saksama.
"Iya, kayaknya dia amnesia," celetuk Fany. Gadis itu memang selalu bicara blak-blakan. Dia akan mengungkapkan apa yang ia pikirkan secara langsung.
"Sssstt ... Fany," cegah Nadia. Ia tidak ingin gadis itu banyak bicara.
"Dok, tolong teman saya. Katakan dok, dia baik-baik saja," pinta Aariz pada dokter muda itu. Saat ini Aariz benar-benar panik dengan keadaan Gian.
"Sayang tenangkan dirimu," ujar Nadia sambil menggenggam tangan sang suami dan mengusap pelan punggung tangannya.
"Bagaimana aku bisa tenang kalau dia tidak baik-baik saja?" ujar Aariz sambil mengacak rambutnya. Ia benar-benar merasa sangat frustasi.
"Tenanglah pak Aariz biarkan dokter itu mengerjakan pekerjaannya," tukas Fathan kemudian mengajak Aariz duduk bersamanya. Ia mencoba menenangkan lelaki itu.
Aariz tidak tahan melihat kondisi Gian seperti itu. Ia benar-benar merasa sangat terpukul. Bahkan nyaris menitikkan air mata karena terenyuh melihat kondisi Gian.
Dokter memeriksa kembali tubuh Gian. Dokter mengujinya untuk memastikan ia benar-benar amnesia atau hanya sekedar efek dari obat bius? tapi tetap saja tidak membuahkan hasil.
"Maaf, kami sudah melakukan tes pada tuan Gian, sepertinya dia memang amnesia. Ini karena benturan keras saat terjadi kecelakaan kepalanya sempat terbentuk ke dashboard mobil," jelas dokter itu lagi pada mereka.
"Ya Allah, kenapa jadi serumit ini. Kenapa Gian bisa seperti ini? dia tidak hanya mengalami kelumpuhan tapi juga amnesia. Sungguh ini sangat menyakitkan baginya," sesal Aariz yang tidak percaya dengan keadaan sahabatnya itu
Seketika tubuhnya merosot menatap sendu pada sahabatnya.Sahabat yang selalu membelanya mati-matian, kini lelaki itu seperti mayat hidup. Sungguh ia sangat menyedihkan.
Gian, merasa tidak berdaya. Lelaki itu hanya menatap nanar pada orang-orang yang berada di sana. Ia tidak tahu harus bagaimana, bahkan ia tidak mengenal dirinya sendiri saat ini.
"Mas, sabar. Gian mengalami kecelakaan yang sangat parah, kita harus memberikan dukungan moral padanya. Mas ga boleh lemah seperti ini, kita doakan yang terbaik untuk Gian," Nadia mencoba menguatkan suaminya.
Ia paham betul, suaminya ini baru saja merasa terpuruk karena sahabat yang telah dianggapnya sebagai saudara itu dalam keadaan yang parah.
"Saya turut berduka atas apa yang menimpa sahabat anda pak Aariz, tapi saya yakin pasti ada hikmah dibalik semua ini," Fathan mengucapkan rasa prihatinnya dengan keadaan Gian.
"Terimakasih pak Fathan, saya sangat berterimakasih karena anda sudah menyelamatkan sahabat saya. Jika anda tidak ada di tempat kejadian waktu itu, entah apa yang akan terjadi pada Gian," ucap Aariz merasa sangat berterimakasih pada Fathan.
"Itu sudah tugas saya. Saya sendiri tidak merasa keberatan, karena waktu itu keadaannya benar-benar parah. Jika pak Gian tidak segera diselamatkan, saya yakin ia akan mengalami hal lebih parah," jelas Fathan mengingat kejadian malam itu.
Kecelakaan yang dialami Gian tidak kecelakaan biasa, bahkan mobilnya saja sampai ringsek dan tangki bahan bakar mobilnya sampai bocor. Mobil itu dipenuhi dengan asap yang mengepul sedangkan Gian dalam keadaan tidak sadarkan diri.
"Terimakasih pak Fathan.. saya tidak akan melupakan jasa anda," pungkas Aariz padanya. Setelahnya Fathan dan Fany pamit undur diri.
"Bagaimana kita bisa mencari tahu penyebab kecelakaannya kalau Gian seperti ini?" gumamnya yang masih terdengar jelas oleh Nadia.
"Mungkin butuh waktu lama mas, karena tidak ada saksi yang menyebabkan Gian seperti ini. Orang-orang mengira Gian terlalu mengebut saat mengendarai mobilnya," ucap Nadia lagi.
"Aku ga akan biarkan orang yang telah membuat Gian menjadi seperti ini tenang. Aku akan mencari tahu siapa yang telah menyebabkan Gian jadi seperti ini. Ini benar-benar sudah keterlaluan," ucap Aariz sambil mengepalkan tinjunya. Ia tidak terima sahabatnya jadi seperti ini.
"Tenang mas, semua akan ada jawabannya. Mas tenangin hati mas dulu. Lebih baik kita shalat dan mendoakan supaya Gian cepat sembuh," ajak Nadia pada suaminya. Aariz mengikut, tidak ada lagi sanggahan yang ada ia mengikut apa yang dilakukan sang istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Istri Pengganti (Tamat)
Romance"Berjanjilah kau akan menikah dengan Aariz dan menjadi ibu dari putraku Ezhar, setelah aku tiada. aku sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit ini," pinta Zuraya saat ia baru saja melahirkan putra satu-satunya. Zuraya mengalami plasenta previa, a...