Aariz merasa sangat bahagia karena Nadia telah kembali, ia benar-benar ketakutan kalau sampai Nadia benar-benar marah dan pergi darinya. Bagaimana dengan dirinya dan putranya Erhan nanti?
"Nadia, semenjak menikah aku belum pernah mengajakmu pergi ke suatu tempat. Bagaimana sebagai penebus rasa bersalahku padamu, kita pergi jalan-jalan?" ajak Aariz pada sang istri.
"Memangnya mas Aariz mau mengajakku kemana?" tanya Nadia yang kini berada dalam dekapan Aariz.
"Bagaimana kalau kita ke Turki, aku ingin sekali mengajakmu ke Cappadocia," usul Aariz pada Nadia. Sejenak Nadia mengernyitkan dahinya, kemudian ia kembali bertanya.
"Cappadocia itukan tempat wisata yang ada balon udara yang terbang di atas tebing-tebing batu dan pegunungan sehingga terlihat panorama yang luar biasa indah itukan mas?"
Nadia memang belum pernah jalan-jalan ke luar negeri tapi ia pernah melihat di televisi dan cerita dari orang-orang mengenai Cappadocia. Makanya ia tahu sedikit tentang tempat itu.
"Iya sayang, kira-kira tempatnya seperti yang kamu bilang itu. Kalau kamu mau aku akan ambil cuti dari pekerjaan. Kita akan ajak Erhan juga. Gimana kamu mau?" Aariz sangat antusias untuk membawa Nadia pergi bersamanya.
"Tapi akukan lagi hamil mas, apa itu ga akan menyusahkan kamu nanti?" tanya Nadia sambil menatap sendu pada suaminya.
"Aku rasa tidak akan apa-apa sayang. Lagi pula kita ga akan lama-lama cuma beberapa hari saja," bujuk Aariz lagi padanya.
"Baiklah kalau mas maunya begitu. Aku mau pergi tapi kita harus memastikan ke dokter kandungan dulu supaya tidak mengganggu kondisi bayi kita," pinta Nadia yang dijawab dengan anggukan oleh Aariz.
***
Pagi haripun menjelang. Aariz sengaja tidak datang ke kantor karena ia telah memberikan tanggung jawab pekerjaannya pada Gian. Aariz ingin menghabiskan waktu tanpa gangguan siapapun.
Keyzia yang tidak tahu kalau Aariz tidak datang hari ini, ia telah bersiap-siap untuk mendekati Aariz karena merasa hubungan Aariz dan Nadia telah berakhir setelah kejadian waktu itu.
"Keyzia, sedang apa kamu?" sapa Gian yang melihat Keyzia hendak masuk ke ruang kerja Aariz.
"Saya cuma mengantarkan berkas ini," jelas Keyzia dengan sangat santai.
"Berikan saja padaku berkasnya, karena hari ini Aariz tidak akan masuk ke kantor," jelas Gian pada wanita itu. Keyzia mengernyitkan dahinya, wajahnya yang terlihat bahagia langsung memudar berubah menyendu.
"Ya sudah ini berkasnya mau saya taroh dimana?" tanya Keyzia pada Gian yang masih menatap intens padanya.
"Taroh saja di mejaku," ujar Gian pada Keyzia lagi. Wanita itu menurut dan meletakkan berkas itu di meja Gian seperti yang diperintahkan Gian padanya, tapi baru saja Keyzia hendak melangkahkan kakinya keluar ruangan Gian langsung menutup pintu ruang kerja, sehingga membuat Keyzia terperanjat.
"Ada apa pak? tugas saya sudah selesai, saya harus kembali ke ruangan saya," ujar Keyzia sedikit gugup.
Gian tidak menjawab pertanyaan Keyzia, ia malah mendekat kepada Keyzia sehingga wanita itu termundur, tapi Gian tetap saja mendekat padanya hingga tubuh Keyzia kini bertabrakan dengan tembok.
"Apa yang anda lakukan pak?" tanya Keyzia yang kini telah berhadapan dengan Gian. jarak mereka kini sudah terkikis sehingga mata merekapun beradu pandang.
"Katakan yang sebenarnya Key, kamu benar-benar hamil atau tidak?" tanya Gian sambil mencapit dua jarinya ke dagu Keyzia, sehingga membuat wanita itu mendongakkan kepalanya.
"Ke ... kenapa bapak tiba-tiba menanyakan tentang kehamilan saya?" tanya Keyzia merasa ada yang aneh pada atasannya itu. Gian mengusap wajahnya kasar, lalu ia menatap ke arah Keyzia yang masih terkukung olehnya.
"Jawab saja, iya atau tidak?" tanya Gian memastikan lagi. Ia benar-benar ingin memastikan kalau memang Keyzia tidak berbohong.
"Saya sudah memberikan surat dan hasil tes dari rumah sakit, apa itu belum cukup sebagai bukti bahwa saya benar-benar hamil?" Keyzia merasa Gian sedikit berlebihan saat ini.
Di sini Keyzia sebagai korban tapi mengapa ia seakan dibuat terpojok oleh Gian?
"Ahm, bukan begitu maksud saya, saya hanya mau memastikan kamu tidak sedang bermain-main dengan ucapanmu," ujar lelaki itu lagi.
"Pak saya tidak sedang berbohong. Bagaimana mungkin saya bisa berbohong dengan janin yang mulai tumbuh di dalam rahim saya?" lirih Keyzia. Ia tidak percaya, Gian akan bertanya dan mencurigainya.
"Tapi, apa yang membuatmu begitu yakin itu anak Aariz?" tanya Gian penasaran.
"Ya, karena hanya Aariz lelaki yang dekat dengan saya saat ini. Saya yakin dia lelaki yang malam itu menyentuh saya," ucap Keyzia begitu percaya diri. Dia yakin sekali Aariz yang bersamanya malam itu.
"Okay saya percaya kamu sedang hamil tapi bagaimana jika bukan Aariz ayah dari bayi yang kamu kandung itu?" Gian mencoba mematahkan keyakinan Keyzia.
Rasanya Gian ingin sekali mengatakan bahwa ialah ayah dari anak yang di kandung Keyzia tapi ia ingin memastikan Keyzia tidak sedang berbohong.
"Anda boleh saja tidak mempercayai omongan saya, tapi saya tidak berbohong kalau saya sedang hamil dan orang yang telah menghamili saya adalah Aariz!" tegas Keyzia dengan wajah menegang. Ia tidak suka jika Gian menganggap remeh dirinya.
"Maaf, saya tidak bermaksud menyinggung perasaan kamu atas semua pertanyaan saya. Hanya saja apa waktu itu kamu benar-benar yakin kalau lelaki yang bersamamu adalah Aariz, bagaimana kalau dia adalah orang lain?" Gian mencoba meyakinkan Keyzia kembali.
"Saya tidak percaya anda menuduh saya seperti itu! ini sama saja anda merendahkan saya!" ucap Keyzia yang tidak terima dengan pendapat Gian kemudian ia mendorong Gian untuk menjauh darinya dan pergi dari ruang kerja Gian.
"Keyzia, tunggu. Kamu salah paham Key! saya ga bermaksud mengatakan itu tapi ..." ucap Gian sambil berteriak dan mencoba mengejar Keyzia, tapi semua mata karyawan kini tertuju padanya sehingga Gian merasa akan ada kehebohan jika ia terus mengejar Keyzia dalam keadaan seperti ini. Gian memutuskan untuk mengurungkan niatnya dan kembali ke ruangannya.
Aargh mengapa sulit sekali menjelaskan padanya kalau aku ayah dari anak yang ia kandung? pria macam apa aku ini, yang tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatanku, rumah tangga sahabatku bisa saja dalam kehancuran jika aku tidak mengatakan yang sebenarnya pada Keyzia, gerutu Gian pada dirinya sendiri.
Mengapa begitu sulit untuk membuat pengakuan pada gadis yang selama ini sangat ia dambakan itu?
Sementara itu, Keyzia masuk ke ruangannya. Ia menangis tersedu mengingat ucapan Gian padanya. Apa serendah itu pandangan Gian padanya?
Lagi pula, tidak ada yang memulai dalam kejadian itu. Semuanya terjadi begitu saja. Lantas mengapa Gian berpikiran bahwa anak itu bukan anak Aariz.
Gue ga percaya, dia menuduh anak gue bukan anak Aariz, kalau bukan Aariz memangnya siapa lagi? monolog Keyzia dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Istri Pengganti (Tamat)
Romance"Berjanjilah kau akan menikah dengan Aariz dan menjadi ibu dari putraku Ezhar, setelah aku tiada. aku sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit ini," pinta Zuraya saat ia baru saja melahirkan putra satu-satunya. Zuraya mengalami plasenta previa, a...