5. kill me

20.1K 1.1K 8
                                    

Jauh-jauh hari, Dylan dikirimi lukisan Letitia dari berbagai busana. Sudah jelas dilukis dalam hari berbeda-beda. Manik hazelnya yang jernih serta tatapan halusnya, dia ingat. Terlihat rapuh.

Dylan tak memperhatikan kehadiran pengantin wanita saat diantar ke altar, kedatangannya pun tak ia lihat lantaran tahu siapa yang mengantar. Junior yang merupakan musuh bebuyutan. Bukan Dylan yang berulah, tetapi Gilbert yang berulah lebih dulu.

Tetapi tatkala menyingkap kerudung, jantungnya seolah berhenti. Tubuhnya meremang seperti ada getaran dari dalam. Gadis itu betapa miripnya dengan sang musuh bebuyutan, namun dalam versi wanita yang otomatis menjadi feminim dan anggun.

Mata chrysolite transparan yang menyegarkan, menyimpan harapan serta kilaun dari alam. Begitu cocok dengan rambut pirang terangnya, seolah-olah dia terlahir dari alam. Hidungnya yang kecil, pipinya yang sedikit tirus dan bibirnya terlihat manis.

Dia lebih kurus dan berbeda dari perempuan di lukisan. Tubuhnya terlihat menyedihkan. Seperti akan roboh bila tersenggol. Dia lebih rapuh, namun tatapannya seperti memiliki penentangan.

'Dan rasa bibirnya ... seperti anggur.'

'Memabukkan.'

Tangan Dylan masih memegang lukisan perempuan berambut colorado topaz terang. Perempuan yang dipastikan akan menjadi istrinya.

Salah. 'Bukan perempuan ini.'

'Targaryen penipu.'

Ketukan pintu membuat Dylan mengangkat wajah dari lukisan, melihat pria yang lima tahun lebih tua darinya memasuki kamar.

"Seperti ini, Yang Mulia." Pria itu menyerahkan dokumen dan segera dibaca oleh Dylan.

"Beliau merupakan putri kedua Targaryen, masih berusia 17 tahun, dan memiliki saudara kembar. Sebelumnya, beliau mempunyai seorang kekasih, namun begitu pulang dari akademi dijadikan pengganti saudarinya yang sudah berusia 19 tahun."

'17 tahun? Itu masih bocah.'

"Alasan?"

"Sa-saya akan berusaha lebih keras, Tuan." Lewis membungkukkan badan.

"Tidak usah. Keluar," perintahnya seraya mendorong lukisan di meja. "Dan buang semua lukisan perempuan ini."

"Semua?" Pria itu memastikan.

"Dan kamar," titahnya lagi untuk terakhir kali seraya meraih pisau guillotine, memotong ujung cerutu.

Pemantik dinyalakan, membakar tembakau itu sebelum dinikmati. Uujung yang menyala membuat Dylan  menghentikan pembakaran, lantas menyesap sembari menunggu lukisan selesai dibereskan.

****

Sungguh luar biasa, manor ini seperti istana. Delmora cukup kagum begitu keluar pemandian bersama Hilma dan Lidya, serta satu pelayan yang belum dia ketahui namanya.

Di dalam, kolam pemandian yang jernih memiliki aroma terapi menenangkan. Belum lagi selama dipijat, dia dipersilahkan memakan anggur.

Anggur!

Delmora suka anggur!

Sayang sekali, selatan sulit membudidaya tanaman, jadi Delmora terpaksa jarang memakan buah tersebut selama ini.

"Tunggu di sini, Nyonya. Pakaian akan diambilkan," kata Katie, pelayan ketiga.

"Nyonya, duduklah," pinta Lidya.

Sedangkan Hilma yang membawa handuk bersih, bertugas mengeringkan rambut. Sementara Katie yang sekian waktu baru kembali dari ruang ganti, menghentikan langkah sejenak. Begitu pula Hilma dan Lidya yang berhenti membalurkan minyak pada kaki Delmora.

Your Grace, Kill Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang