25. Damn it! Dylaan!

10.4K 556 42
                                    

"Berengsek. Keparat, bajingan, sialaaan. Sialan, sialan, sialaaaan!"

Deretan umpatan rendah yang memasuki gendang telinga, membuat Dylan melenguh, dan saat itu pula umpatan berhenti tiba-tiba. Dylan mengerjab dua kali secara pelan, kemudian netranya menangkap akar rambut pirang yang berada di belakang telinga.

Jelas, sedari malam belum bergeser dari leher. Ia ingin bergumam lagi begitu indra penghirupannya dirasuki aroma segar dari rambut pirang, tetapi gumaman berhasil ditahan. Diam sejenak mengumpulkan daya pikir yang masih belum sepenuhnya berfungsi.

'Tunggu.' Dylan mengangkat kepala dari ceruk kanan, mensejajarkan wajah pada perempuan di bawahnya. Terkejut samar, kelopak matanya terbuka lebih lebar dan membatin, 'Aku bangun terlambat?'

"Selamat pagi, suamiku," sapa Delmora ceria yang kemudian menampakkan gigi dengan kekanak-kanakan. Sangat lucu, begitu lucu, namun terkesan aneh bagi Dylan.

Melihat wujudnya dengan pipi sedikit mengembang akibat senyum, menambah keinginan Dylan untuk melahapnya. Dalam kesadaran penuh, diam-diam pria itu mengancingkan gigi depan guna menahan diri. Sungguh, ingin sekali melahap, mengunyah keras-keras, dan menelan si Gadis Pemberontak di bawahnya.

Ia pun mencoba mencaritahu, bagaimana mungkin Delmora menjadi ramah selepas apa yang terjadi di malam sebelumnya? Ke mana jiwa pembencinya?

Ke mana perginya tangan kasarnya?

Senyum palsu, pikir Dylan sembari bergumam singkat sebagai bentuk sahutan sapaan istrinya yang terlambat. Seiring itu kepalanya kembali terjatuh, menenggelamkan wajah pada leher kanan Delmora, mengendus dengan sedikit memberi dorongan. Sungguh nyaman dan terasa candu.

Leher sisi kanan Delmora tidak Dylan sentuh sedari kemarin, maka ia menggenggam leher sisi kiri, sementara bibirnya terbuka dan merebut kulit leher kanan Delmora.

Satu, dua, tiga, empat kali melakukan sesapan, Delmora tidak mengamuk sebagaimana yang ia harapkan, justru hanya bergumam tertahan.

'Aneh,' pikir Dylan.

Tanpa menyerah, sekaligus hitung-hitung melebur keinginan untuk mengunyahnya, Dylan tidak melepaskan begitu saja. Makin kuat dan menyiksa sang gadis hingga membuat tanda lebih merah dari kemarin malam. Selepasnya, ia meletakkan kepala pada bantal seraya menarik kepala Delmora untuk melihat wajahnya.

Pipi gadis itu memerah, merah padam yang ketika disentuh begitu panas. Dalam pucuk hidung serta kening yang saling bersentuhan, Dylan merasa dirinya sedang disengat manusia yang terkena demam tinggi.

"Anak kecil," sapa Dylan seakan bergurau, namun itulah sudut pandangnya semenjak pertama kali melihat Delmora.

"Apakah memiliki waktu luang?" Delmora bertanya dengan suara remangnya.

"Tumben, untuk apa?"

Gadis itu mengukir senyum tertekan, masih disertai wajah memerah yang baru sedikit mensurut. Kemudian begidik lantaran Dylan mengusap-usapkan jempol tangan di bagian punggung yang terbuka. "Tidak pernah sama sekali melakukan tea time bersama suamiku, jadi ingin mencobanya," kata Delmora.

"Sayang sekali." Dylan mengangkat tangan dari punggung istrinya menuju rambut pirang yang menghalang wajah, lantas mengusapnya ke belakang. "Hari ini akan melakukan observasi di bagian selatan Stark," jawabnya yang membuat Delmora menyipitkan mata disertai urat yang menonjol di pelipis.

"Lain kali, Duchess," saran pria tersebut secara formal, terbangun duduk disusul Delmora yang berwajah muram. Sebelum kedua kaki turun ke lantai, ia sempatkan diri menoleh ke belakang untuk berpesan, "Bersenang-senanglah sesuka hatimu."

Your Grace, Kill Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang