Laut dan ombak selalu bersinambung, tidak bisa dipisahkan, itu ketentuan. Delmora yang berarti laut dan Dylan Vince ombak penakluk, mereka akan tetap bersatu sekalipun dengan cara mengerikan.
Itu takdir.
Ombak tidak mungkin terjadi tanpa adanya laut membentang. Ombak butuh laut.
Sekarang, laut itu telah gila. Kabar gilanya menyebar cepat seperti angin kencang hanya karena Dylan mendapat tamu bangsawan.
Dia menjerit-jerit tiada henti sehingga satu kakinya diikat di tiang ranjang supaya tidak lari. Dylan belum menyentuhnya, hanya pernah sekali mengunjungi saat baru siuman. Itu pun sekedar di ambang pintu.
Tenggorokan gadis itu seolah hendak putus. Tiada henti menjerit sampai serak, diam hanya ketika tidur dengan obat. Kering sudah tenggorokannya, tidak bisa merespons atau melakukan apa pun. Yang ia lakukan terus menutup mata, menyusup pada bantal, menggulung diri sendiri di atas ranjang, berusaha menghindar dari halusinasi di sekitar.
Kamarnya telah bersetan, dan setan-setan itu hanya Delmora yang melihat. Pelayan buta, pelayan tuli bagi Delmora. Sangat jelas setan-setan itu berkeliaran, menyiksa dan mengancamnya dengan kuku setajam pisau, namun Lidya, Hilma, dan lainnya selalu berkata tidak ada apa-apa.
Hilang akal sudah Delmora. Ia ingin meminum racun lalu mati dari pada disetani seperti ini.
"Sudah kuhimbau, jangan buka, Sayang." Dylan tiba-tiba datang sembari berkata. Mendekati Delmora yang gila seraya menyuruh Lidya pergi.
"JANGAN! JANGAN MENDEKAT!" Delmora membuka matanya yang sembab dan lekas diarahkan pada Dylan, rambut pirang panjangnya berantakkan juga beberapa helai berhambur ke wajah manisnya.
"Kau akan aman bersamaku, Delmora." Pria tersebut tegas melangkah menghampiri istrinya. Lantas mengusap kepala gadis tersebut dengan lembut, hampir ditepis, tetapi sesaat kemudian si Gadis berhenti.
Dia berhenti berteriak, hanya menyisakan tangisan yang tersedu-sedu.
"Mereka tidak ada, kan?" Dylan bertanya, menarik kepala istrinya ke perut kerasnya. Ragu-ragu, sambil menangis tangan Delmora terhulur dan meremat kemeja putih Dylan.
"Ta-takut," katanya seraya berisak. "Takut. Aku takut. Dylan, aku takut."
Dylan duduk, berganti menahan kepala Delmora di dadanya, mendekap. Bibir pria itu tertarik membentuk senyuman senang. Sampai-sampai matanya hampir tersipitkan.
Para pelayan yang membawa makanan kemudian tiba, meletakannya di depan Delmora. Sulit perempuan itu makan. Sesuap, menjerit, sesuap, menjerit, begitulah yang terjadi padanya belakangan ini.
Delmora malu pada Dylan. Selalu memaki-makinya, dan belum lama ini membuat kekacauan, tapi kini justru ingin dilindungi karena ketakutan.
"Buka mulutmu." Dylan memerintah seiring para pelayan keluar. Ia mengangkat paha kalkun ke hadapan Delmora.
Diiringi gerakan takut-takut, gadis itu menggeserkan wajahnya yang tenggelam di dada Dylan. Ia menoleh pada paha kalkun masih dengan tangan meremas pakaian Dylan dan pipinya menempel di dada kokoh pria tersebut. Hidung gadis itu merah, air mata menyebar di sekitar matanya, dan sembab.
Perlahan bibir manis gadis itu terbuka dengan gemetaran. Menerima uluran tangan Dylan menuju mulutnya. Ia gigit daging kalkun dengan gemetaran masih terisak-isak—penampilannya persis anak kecil habis dipukuli lalu disuapi ayahnya sebagai penghiburan.
"Kunyah, sebelum kukunyahkan."
Lambat gadis itu mengunyah. Sedangkan Dylan tak henti-hentinya tersenyum-senyum sendiri melihat. Pria aneh itu memang aneh, sudah banyak peristiwa kacau yang Delmora torehkan terhadap hidupnya, namun ia seolah memaafkan. Sekarang saja, tidak ada kebencian di wajah gagah Dylan. Sebelah alis hitamnya sedikit terangkat, gigi terkancing gemas karena Delmora mengunyah sambil terisak menarik ingus dan gemetaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Grace, Kill Me Now
RomanceTidak ada yang dia harapkan dari hidup ini selain mati, atau bebas. Setelah kekasihnya menodai saudarinya, yang amat disayangi ayah dan ibunya, Delmora Gretl menjadi pengantin pengganti sang saudari untuk menikah dengan Duke De Stark. Manusia bajing...