Hey, Bub, tinggalkan jejak untuk apresiasi (╥﹏╥) Aku butuh beberapa lama loh buat selesaiin bab ini. Kalau pemilihan kata dan penyampaiannya ga suka, aku hapus (っ˘̩╭╮˘̩)っ Dan ini udah beberapakali aku rombak.
Entah, mungkin belasan.
****🌷
"Laknat!" Gadis itu mengutuk, melempar vas bunga ke arah suaminya yang tengah menaruh pedang berdarah ke pinggir jendela. Namun sial, vas melesat dan menabrak dinding ketimbang menabrak kepala. Ia mundur selangkah dengan kesal, melihat lemparannya tidak tepat sasaran, padahal Delmora bisa menggunakan panah.
"Tenagamu hilang." Pria itu mengejek, berbalik dan memandang rendah pada istrinya yang serapuh awan. Entah apa yang ada dalam otak, dia tetaplah terlihat menyeramkan dengan bentuk mata tajamnya. Bertolak belakang akan irisnya yang hampa.
"Mati begitu saja hanya karena berkata tidak ada kamar? Yang mati tidak bisa hidup lagi! Kau tahu?! Bukan maksudku memerintahmu membunuh lagi, Pembunuh!" Delmora berusaha menghardik seraya tangan mencengkram ujung nakas. Dylan bisa membeli gedung ini atau menakuti pekerjanya. "Kronologimu kali ini benar-benar payah! Kenapa tidak membunuhku saja ketimbang membiarkanku ISTIRAHAT?!"
Napas perempuan itu tersenggal-senggal dengan rasa perih di bibir, tersiksa akibat perkataan sendiri. Sementara Duke di kejauhan nampak tak terpengaruh.
"Sudah?" tanya pria itu.
Delmora terbelalak. Jika saja dalam kondisi tubuh sehat, ia sudah berlari dan menghajar wajah pria itu. Menutupnya menggunakan lempengan hitam agar ia tidak lagi melihat wajah pria tersebut. "Sudah? Kau tanya diriku sudah selesai berbicara? Brengsek! Otakmu telah mati!"
"Menyebalkan! Seharusnya kau berpikir dan meminta maaf pada keluarga mereka!"
"Rendahan sekali." Dylan mendengus dengan salah satu sudut bibir tertarik, menganggap lucu ucapan Delmora. "Bukan hanya fisik dan suaramu saja yang lucu, otakmu pun sama."
Dylan tertawa terbahak sehingga terlihat mengusap sudut matanya. Entah seberapa remeh perintah Delmora bagi pria tersebut, yang jelas tawanya mampu membuat leher Delmora tercekik. Gadis itu ingin berteriak, tapi kata-katanya tertelan dan berkumpul dalam dada yang naik-turun.
"Melihat istri kecilku mengamuk dengan kondisi tubuh lemahnya, begitu unik." Pria itu kembali tertawa.
"Gila!" Delmora menggeram. Sedangkan itu, suaminya menghentikan tawa dan menutup bibirnya dengan senyum kemenangan.
"Delmora, istriku, kau seorang Duchess, istri pemimpin wilayah utara yang terkenal. Apakah jati dirimu hilang karena dijadikan barang?" tanya Duke, melangkah lebar dengan santai hingga mati-matian istrinya menahan diri agar tidak kabur bagai diintai serigala liar. "Kau seperti boneka. Boneka yang rusak."
Kalimat penghinaan itu menerobos dan merobek kejiwaannya yang masih waras. Jika saja dia benar-benar susunan kapas dibalut kain, mungkin banyak jahitan yang telah berusaha memperbaiki. Tetapi sekarang jahitan itu perlahan dipudarkan saudarinya. Delmora harap, saudarinya mendapat karma sebab menghabiskan seluruh yang ia inginkan. Termasuk harapan hidup bersama Serge Walter untuk selamanya.
Saat tangan kekar Duke menyentuh rambutnya, Delmora lekas menepis, meninggalkan rasa panas di punggung tangan.
"Kau terkenal akan keburukan!"
"Serta kekuasaan. Jangan lupakan itu."
"Apa salahnya lupa diri sebagai Duchess Stark?! Semua itu tidak berguna!" Ia menghentak kaki dan menjauh dari suaminya. Duduk di sofa dan memijit kening.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Grace, Kill Me Now
RomanceTidak ada yang dia harapkan dari hidup ini selain mati, atau bebas. Setelah kekasihnya menodai saudarinya, yang amat disayangi ayah dan ibunya, Delmora Gretl menjadi pengantin pengganti sang saudari untuk menikah dengan Duke De Stark. Manusia bajing...