30. Delmora ...

9.1K 534 50
                                    

Bukan pov 1, hanya sekedar isi pikiran saat ini.

****

Dia tidak ragu mengambil keputusan. Entah itu memukul, meracuni, sampai hamburkan harta tanpa tanggung-tanggung. Dia berani. Pemberontak, keras, dan teguh membenci. Konsisten dalam membenci. Tidak sedikit pun luput dari prinsipnya untuk terus membenciku.

Tatapan tegas seraya ingin menangis itu, selalu berkata padaku jikalau dia bukan boneka, bukan barang, dan bukan budak. Dia manusia merdeka, memiliki perasaan, pikiran, maupun tekad hidup sesuai keinginan sendiri.

Aku sempat berpikir rencana yang kususun secara merinci ini akan gagal. Mengingat beberapakali terkecoh padanya. Belum lagi, aroma tubuh yang begitu candu, menenangkan, itu melelapkanku hingga lupa daratan. Tidak semestinya aku bertingkah seperti itu.

Rencana ini gagal ataupun tidak, aku harus mendapatkan seluruh jiwa raganya.

Tersisa dua langkah lagi menunggu gadis itu jatuh, dan kemudian hanya menatapku, hanya membutuhkanku.

Hidup memang mengerikan. Gadis selucu itu pun tidak dapat memilih hidup sesuai keinginannya sendiri. Dia harus berada di bawah kendaliku.

Lama pria itu mengorek isi pikiran sendiri, selepas gadis yang menjadi istrinya hilang memasuki manor. Tatapan Dylan tidak pernah redup, terus lekat pada bekas jejak kaki Delmora di jalan bebatuan yang tanpa meninggalkan jejak itu.

Terbiasa dilempari sorot mata tajam saat menunggu, kali ini tidak mendapatkan. Gadis yang selalu ia pantau itu berlalu begitu saja dengan pandangan fokus ke jalan. Hal ini seolah menunjukkan hanya dirinyalah yang membutuhkan Delmora, sementara Delmora tidak membutuhkannya sama sekali.

Sebagaimana rumor 'istri pajangan' terbantahkan, Dylan mengunjungi Delmora sebagai formalitas antara suami-istri. Bukan mampu menerka masa depan, melainkan hanya waspada peristiwa ini terjadi. Namun saat memasuki kamarnya, ia selalu terjebak dan menjadi ingin lagi dan lagi memasuki kamar gadis itu.

Tungkai Dylan melangkah lebar meninggalkan balkon, kedua tangan dimasukan ke dalam saku celana, meninggalkan pekerjaan dalam perasaan kosong. Namun ia sadar, berniat hendak mendatangi Delmora.

Dylan tahu, setiap hari Delmora selalu keluar, ke mana pun itu ia tidak larang, tidak bertanya, dan cukup membiarkan saja. Anak seusia itu memang masih menginginkan kebebasan untuk bermain-main.

'Menjadikan kesenangannya sebagai jebakan itu sederhana, cukup menyimak, tetapi dia buntu arah.'

Dylan kembali berpikir bahwa gadis yang tidak akan mencintainya tersebut, kelak jatuh di hadapannya dengan sendiri. Seperti belalang yang patah kaki dan sayap tipisnya. Dylan tidak perlu mematahkan sayap dan kakinya menggunakan tangan sendiri, karena ranting-ranting akan mematahkan belalang itu kala terbang bebas.

Ceroboh, pintu kamar tidak ditutup rapat. Mungkin Delmora pikir tidak akan ada yang memasuki sekarang. Celah pintu seluas jari telunjuk, Dylan lebarkan, masuk dan disambut tubuh yang hanya dibalut kain tipis sampai bawah bokong.

Ditatapnya gaun merah marun serta aksesoris di lantai, lantas beralih lagi pada Delmora. Terkejut karena Delmora berani tidak mengenakan pakaian luar.

'Tubuhnya menjadi lebih berisi.'

Sudah cukup lama Dylan tidak menyentuh tubuh istrinya, lebih banyak serta lebih sering mengunyah makanan manis membuat Delmora tampak memiliki daging lebih. Mengetahui ini, Dylan berniat kelak akan menggigitnya. Mungkin sampai daging itu terkelupas? Tapi, apa bisa?

Your Grace, Kill Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang