40. gimme gift, wifey

11.9K 716 172
                                    

"Jika wanita itu racun paling mematikan, akan kupastikan tidak terkena racun tersebut."

Itulah janji yang terlontar ketika dia baru melihat Delmora. Selama ini, ia menyentuh, mencumbu, memandikan, menyuapi, mendekap, menemani tidur, untuk kepuasan sendiri, meski di mata orang lain tampaklah mencintai si Istri.

Biasa membaca buku tentang politik, sejarah, pengetahuan, apa saja yang berguna dalam wawasan, Dylan kali ini terpaksa membeli novel romansa untuk mengetahui cara membobol hati Delmora.

Menggelikan sungguh, menyaksikan para manusia diperbudak cinta. Tingkah bodoh terkadang dilakukan, bahkan dengan alasan cinta semata. Di luar akal seorang Dylan.

"Jatuh cinta pada pandangan pertama?" cibirnya. Sudah beberapa buku ia baca, mayoritas tidak ada pendekatan dari dua tokoh, namun cinta terjalin begitu cepat. Tidak ada cinta pada pandangan pertama berlandaskan logikanya, tapi ketertarikan pada pandangan pertama yang ada.

Setengah gelas alkohol berada di meja, sementara dirinya membaca buku tanpa menyalakan cerutu karena di pangkuan ada Delmora yang tengah tidur sambil memeluk boneka. Di seberang, tampak Lewis menulis poin-poin soal bisnis perdagangan De Stark. Produk apa yang akan dikembangkan, target pasar, atau berapa harga yang ditetapkan, sesekali bertanya pada Dylan.

"Bagaimana pola pikir pria ini dirancang sampai mengambil tindakkan gegabah? Dia mati bunuh diri karena ditinggal wanita yang baru ditemui." Dylan berkomentar ketus, setelah diam menumpuk pertanyaan bingung di kepala selama beberapa hari tiap membaca.

"Namanya juga cinta, Your Grace." Lewis menimpali celetukkan panjang sang tuan yang baru kali ini didengar. Tahu bahwa tuannya sangat kesal pada buku yang dibaca. Bukan lancang, tetapi perintah berada di sini pun untuk menjawab komentaran.

"Istriku tidak semudah itu." Dylan menutup buku, meletak pada meja, dan beralih mengelus anak rambut Delmora. Ia beranggapan mustahil terjadi pada hubungan antara dia dan Delmora, setidaknya memiliki trik agar hati bisa terjalin. "Kau tahu cara mengambil hati seorang gadis?" tanyanya.

Tidak ada kecanggungan bertanya begitu, bahkan intonasi dan raut wajah tetap setenang lautan yang mematikan.

"Mudah, Tuan. Para Tuan Muda di luar sana, biasa memberi perhatian pada gadis incarannya. Memberi apa yang si Gadis suka, atau mengajak mereka berjalan-jalan dan berbelanja," sahut Lewis seraya menatap sang tuan tanpa raut ketegangan seperti umumnya, lalu kembali lagi pada tugas ketika usai berbicara.

Langkah itu sangat mudah. Maka Dylan putuskan untuk berhenti total membaca buku romansa yang menggelikan, lebih memilih bertanya-tanya pada sang asisten.

Begitulah hari-hari dan minggu berlalu. Membelikan Delmora ini-itu, atau mengajak berlibur ke mana pun Delmora setuju. Tidak pernah lepas jauh, selalu ia bawa meski sedang meninjau wilayah atas rayuan permohohan Delmora yang tidak ingin ditinggalkan.

Berhari-hari mereka berdua tidak berada di kediaman pun terjadi, menginap saat masa meninjau wilayah. Masih gila bagi tanggapan orang karena raut wajah Duchess Stark tidak ada emosi selain kosong pun suram, bagai boneka sedih yang bernyawa.

Tetapi pada Dylan, gadis itu selalu meminta, "Jangan pergi, Dylan! Di sini saja, jangan tinggalkan aku."

"Ikut! Aku bersumpah tidak akan mengganggu."

Meski begitu, tiap Dylan melakukan rutinitas mencuci tengkorak atau sekedar berkomunikasi kosong di pondok anggur, Delmora tidaklah mau ikut. Dia berkata masih takut.

Beginilah waktu sebulan ini berjalan.

Sudah semua perhatian dikerahkan, bukannya Delmora yang terperangkap dalam asmara, justru Dylan sendiri. Hatinya kacau, pikirannya rumit. Ia terkadang diam-diam tersenyum dengan jantung berdetak lebih sibuk. Makin obsesif tatkala memeluk.

Your Grace, Kill Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang