26. poisons

8.7K 480 41
                                    

Tindakkan bodoh ini, bukan untuk ditiru!

****

Guna memenuhi sumpah saat di pemandian, Delmora berkali-kali meletakkan butiran berry hitam ke keranjang yang sudah diisi hemlock, tidak lepas dari perhatian Pak Tua yang tentunya penasaran untuk siapa racun itu diberikan, diambil emosional dan sungguh-sungguh seakan tengah bertarung di medan perlombaan.

Gadis yang terlihat rapuh, yang tengah berjongkok sembari memetik buah ataupun daun belladonna menggunakan sarung tangan, nampak seperti penjahat kecil. Tidak habis pikir, kakek itu menggelengkan kepala sembari mendecak beberapakali.

"Nona?" panggil sang kakek. "Tidak baik untukmu menaruh dendam pada seseorang. Sekarang bukan zaman pemberontakan ataupun pertikaian antar kerajaan atau bangsa tertentu, jadi bukankah kau hendak meracuni yang di sekitarmu?"

Gadis itu menimpalinya dengan senyum-senyum tanpa dosa. Ia berhasil merayu si Kakek dengan terus membujuk seperti seorang cucu yang merengek meminta mainan. Delmora memang bisa bertingkah kekanak-kanakan dan beracun sekaligus.

"Anak semuda dirimu jangan menaruh banyak dendam agar hidup terus damai, sebaiknya nikmati masa mudamu ketimbang mengambil langkah kejam." Meskipun mengizinkan secara paksa, Kakek tidak henti-hentinya mencoba menyadarkan. "Itu tidak berguna, Nona Muda."

"Berguna sekali, Kek," sambut gadis itu menekan. "Aku jamin tidak akan merugikan siapa pun, bahkan Kakek akan setuju jikalau rencanaku ini berhasil. Lagian, Kek, dia tidak punya hati dan merugikan orang lain."

Mendengar jawaban rendah mengandung emosional itu, Kakek hanya mendengus dan memilih undur diri. Tatapannya beralih pada dua pemuda yang berbincang di dipan. Ia rawat layaknya cucu meski tak tahu dari mana mereka berasal. Yang dirinya tahu, anak muda berambut kejinggaan itu tetiba berteriak meminta tolong di tengah malam. Beruntung lukanya tidak terlalu dalam dan si Pemuda yang terluka cukup tangguh mampu mempercepat penyembuhan.

"Ada yang hendak diriku cari, jangan terlalu banyak bergerak, Anak Muda," pamitnya sekaligus memberi pesan, dan diangguki mereka berdua.

"Omong-omong, Kakak Ipar, bagaimana kau bisa mendapatkan hati adikku yang menyebalkan?" Gilbert bertanya dan melirik sekilas pada Delmora setelah kakek itu melangkah pergi. "Kau tahu? Sebelum menikah, sekedar menyebutkan namamu di dekatnya saja, pipinya bisa berubah seperti tomat."

Serge terkekeh singkat, tidak lepas memperhatikan Delmora yang tengah sibuk memetik daun serta buah belladonna.

"Cukup mudah mendapatkannya, atau mungkin saat itu masih belum mengerti banyak hal. Delmora lembut, tapi juga beberapakali aku mendapati dia sedang memaki, agresif dan kasar. Salah satunya yang tengah kulihat sekarang," tutur Serge dengan suara mengambang. "Apa yang hendak dia lakukan itu?"

Gilbert mengangkat bahu. "Kita lihat saja, apa yang dia perbuat," sahutnya pura-pura tidak tahu.

****

Cukuplah ambisi membunuhnya ditunda satu hari dan digunakan dengan menambah dosis, merubah rencana dari yang tea time menjadi makan siang di kebun anggur agar dapat meracuninya lebih banyak. Bila perlu Dylan mati di tempat seusai beberapa teguk ataupun suapan.

Berharap Dylan tiba sendirian dan lekas memulai makan siang secara harmonis meski berpura-pura, namun pria tersebut sialnya membawa 'seseorang' yang mampu mengundur agendanya. Seseorang yang mengenakan baret sambil mengekori Dylan dengan cara menunduk.

"Melukisku?" Delmora yang berdiri di atas tangga gazebo, bertanya sembari tangan saling bertumpuk di depan pusar. Nampak memancarkan kemewahan khas seorang Duchess walau gaun kuning yang dikenakan tidak mewah, melainkan segar dan elegan. Sementara itu, tangan sang pelukis terlihat gemetar, memperjelas kecemasan.

Your Grace, Kill Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang