6. breakfast

19.5K 1K 20
                                    

"Kau lucu."

Itulah perkataan terakhir yang Delmora dengar dari suaminya sebelum akhirnya pingsan dicekik.

Dylan, pria 20 tahun tersebut duduk di tepi peraduan dengan whisky di tangannya yang gagah, seraya memperhatikan wajah istrinya yang lelap sebab hilang kesadaran.

Ia sendiri tidak peduli apakah cekikan barusan sakit, sesak, atau tidak.

'Bila tak begini, dia akan terus menunda waktu tidur.'

Dylan pribadi mengalami kesulitan tidur, meski matanya mengantuk. Sekarang, dia masih menghabiskan minum sembari menemani gadis kecilnya.

Meletakkan gelas pada nakas, pria berambut hitam tersebut sedikit membungkuk dan menyisikan rambut pirang dari wajah Delmora.

'Kecil sekali, aku ingin melahapnya.' Dia berambisi dengan wajah yang super santai.

Tentu saja, Delmora tidak akan sadar terhadap apa pun yang hendak dia lakukan. Namun sepertinya, Duke masih memiliki hati nurani sehingga hanya memilih duduk di sebelah gadis itu. Aroma mawar yang dikeluarkan tubuh sang gadis, memberi efek aneh padanya.

Mata tanpa kehidupan milik Dylan makin sayu, aroma menenangkan istrinya membuat ia mengantuk. Akhirnya, Dylan yang tiasa bermain piano sebelum tidur, kini meringsekkan badan di samping pengantinnya.

'Wanita itu racun mematikan,' cibirnya dalam batin, sebelum akhirnya jatuh tertidur.

****

Memiliki porsi tidur yang sedikit, membuat sosok Dylan Vince telah hilang sebelum matahari terbit. Sedangkan Delmora, sebangun dari pingsan justru lanjut tidur. Tanpa sadar akan adanya seorang pria di balik punggung. Alhasil, gadis itu bangun seorang sendiri disertai dongkol yang tertunda.

Bekas cekikan semalam, kentara merah di leher. Delmora memberontak hanya karena menderita kesakitan, bukan sebab menolak mati. Pelayan pun yang kemarin bertanya-tanya mengenai luka panjang di punggung, kini bertanya-tanya kembali mengenai jeratan merah di leher sang Duchess.

Akan tetapi, dari Lidya, Hilma dan Katie, tidak ada yang sanggup membuka mulut guna bertanya.

Ketukan pintu, membuat Delmora menengok, sementara ketiga pelayan fokus akan pekerjaannya mendadani sang nyonya, tentunya tepat menalikan tali-tali kecil di bagian dada gaun. Mereka tahu, itu bukan Duke, orang yang akan datang tiba-tiba seperti semalam.

"Tuan Duke telah menunggu Anda di ruang makan," ujar Kepala Pelayan santun setelah mengucap salam. Dia seorang pria cukup tua dengan kacamata serta tubuh tinggi kurus.

"Baiklah!" Lidya yang menyahut.

Balutan gaun violet ringan namun elegan, dipadu dengan bandu senada telah melekat indah di tubuh Delmora. Gadis itu ditemani Lidya berjalan ke arah ruang makan.

Manusia menjengkelkan yang semalam mencekik dengan tangan kotornya yang dingin itu, duduk tegas di ujung meja panjang. Delmora sengaja memilih bagian ujung pula, sehingga jarak mereka begitu jauh.

Dylan mulai mengiris daging begitu Delmora duduk, tidak ada percakapan apa pun meski ruang makan cukup ramai akan adanya Nolan sang koki dan beberapa pekerja dapur.

"Apakah sesuai selera Anda?" Nolan bertanya pada Delmora, dan ia mengiyakan.

"Aku bingung," ujar gadis itu, kembali menaruh irisan daging. "Kenapa kalian bekerja di kediaman ini?"

Wajah menunduk para pelayan menegang tercengang, sementara Duke di ujung sejenak melirik Delmora. Namun, beliau seolah tidak mengindahkan ucapan istrinya dan beralih makan lagi.

Your Grace, Kill Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang