37. tell me, Dylan

9.1K 695 130
                                    

Mau romantis-romatisan dulu, sambil bongkar-bongkar anu.
....

Intens Delmora menghirupi aroma kayu cendana yang menyeruak dari pakaian tidur Dylan, tentram menggoda, ditemani hujan musim gugur pun perapian yang menyala. Dua hari ini puas ditinggal Dylan ke ibukota, sampai-sampai ia tak bisa berpikir jernih.

Jika dulu Dylan memeluk dari atas hingga ia tak dapat lari, kini memeluknya erat sekali. Punggung ditekan kuat, hampir meremukkan tulang belakang jika saja melawan. Otomatis Delmora makin memepet ke depan supaya tidak ditekan lebih paksa.

Bebas ia menenangkan diri selepas berjam-jam bersama Suami. Disuapi, dipandikan, sampai menemaninya minum.

"Suami," ujarnya pelan sekali, mencoba menkonfirmasi status Dylan Vince yang sudah menikahinya. Delmora, ia ingin mendekatkan diri dan lebih mengenal sang suami.

'Suamiku ini seperti apa?'

"Su-a-mi," gumam Delmora lebih menekan supaya terdengar. Sedikit menjauhkan kepala dari dada, ia menatap lurus ke depan tepat pada leher, jakun yang naik turun menandakan pria itu belum tidur.

'Tapi napasnya tenang sekali.'

"Kau ... suamiku?"

Tanpa diduga Dylan bergumam. Segera ia mendongak guna melihat rupa Dylan. Berkerut-kerut memperhatikan rupa pria yang merupakan 'suami'nya tersebut.

'Kuhilangkan kebencian, baiklah, tatap dia dengan hati bersih.'

Dylan tampak anteng seakan tidur. Batang hidungnya kokoh, fitur wajah maskulin dengan kulit yang sehat. Matanya kini ditutup, memperlihatkan urat-urat tipis keunguan yang menghiasi kelopak.

Jika mata itu terbuka, tajam seperti predator, seperti pemburu yang tengah membidik mangsa. Alisnya tebal, bulu mata lebat lentik, pun rambut kepala yang lebat. Bibirnya tidak tipis dan juga tidak tebal dengan warna merah sehat. Garis rahangnya kuat, menggambarkan ambisi dan keberanian seorang Dylan. Delmora amati semua termasuk bentuk philtrum yang terukir jelas. Lebih dari kata tampan, tetapi juga gagah.

'Dan ....'

Pupil mata Delmora 'agak' membesar bersamaan terbukanya mata Dylan, menampilkan iris sayu abu-abu yang mengantuk.

'Dia tidak semenakutkan yang kulihat selama ini?'

"Dylan ..., kau suamiku?" tanya Delmora lambat, bergetar seketika hatinya kala berhasil mengucapkan kata 'suamiku' di depan Dylan. Sangat asing, menggelitik, dan menurut hatinya ini sakral.

"Baru sadar?"

Lagi, serasa ditusuk-tusuk ulu hati Delmora mendengar suara Dylan. Baginya, ibarat mendengar geraman rendah hewan buas dalam goa gelap saat kondisi ketakutan.

"Kau? Kenapa menangis?"

Begitu campur aduknya perasaan antara sakit serta haru, Delmora tak tahu ada air keluar di salah satu matanya. Dylan mendekatkan wajah, menjilat butiran air yang mencair keluar, lantas menghisap kelopak matanya sedikit lama. Tentu, bergetar seluruh badan Delmora, merinding semua dibuatnya.

"Menangislah, akan kuminum air matamu."

Delmora ingin lari! Lalu mengambil barang dan dilempar pada Dylan, dia terkejut sekali sampai dada berdegup-degup kencang. Belum usai dari keterkejutan, bibirnya diraup dan disesap-sesap sebelum dilepaskan.

"Terbangun membuatku ingin terus mencium bibir ini. Aku merindukanmu," ujarnya dalam, tepat di depan wajah. Kulit punggung masih meremang tiap kali mendengar suara Dylan, entah kapan terbiasa.

"Ke— Dylan, aku ingin bertanya. Kenapa kau seperti suami sialan yang tega mencekik istri ataupun membiarkanku kesakitan beberapa bulan lalu?" tanya Delmora pelan, penasaran, bertaut tatap pada mata Dylan yang dalam. Sesaat bibirnya disambar lagi, dilepaskan setelah beberapa detik. "Tapi, sekarang baik sekali," tambahnya.

Your Grace, Kill Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang