33. haunt her

8.2K 566 84
                                    

"Kau suamiku, bukan laki-laki lajang yang bebas memikirkan wanita lain, kau sudah memiliki istri dan sebentar lagi memiliki anak. Serge, ingat itu!"

"Singkirkan perempuan itu dari kepalamu! Dia sudah berkeluarga, dan kau tidak berhak lagi padanya. Delmora istri temanmu sendiri, Serge!" Suara Letitia sengau, alisnya bertaut, kembali menyentuh pundak Serge namun lagi-lagi ditepis pelan.

"Bukan hanya aku, janin ini juga membutuhkanmu. Tapi kau malah memikirkan wanita yang telah bersuami, huh?!"

"Bisakah kau diam?" Serge yang memandang laut dari balkon itu menoleh pada istrinya di belakang.

"Setidaknya tidurlah denganku demi anakmu!"

Sudah terhitung hari ke empat berlibur di kerajaan tetangga, yang mungkin dalam maksud istrinya bulan madu. Namun ia enggan, masih enggan tidur bersama. Tentu saja itu menoreh luka di hati Letitia. Tiap malam membujuk dengan alasan keinginan bayi dalam perut, tetapi Serge terus menganggapnya membual. Ia memang menuruti pergi, sayangnya tidak sudi mengusapi perutnya sama sekali.

Benar, Dylan dan Serge berteman dekat. Dulu laki-laki tersebut sering bermain ke utara, dia pun satu-satunya yang bisa masuk ke penginapan Dylan di asrama. Namun semenjak peristiwa tahun 702 setelah lulus dari akademi, Serge menjauh, menciptakan atmosfir asing seperti tidak saling kenal saat bertemu. Mereka terdiam, hanya sorot mata  yang kadang berbicara.

"Letitia," panggil Serge dengan suara dalam, sarat penekanan. "Aku bertanggung jawab hanya untuk anak. Tanggung jawablah atas kesalahanmu sendiri yang sengaja ingin kugauli. Kau hamil bukan salahku," sindirnya.

"Aku akan melaporkan kekejamanmu pada Ayah Mertua, dan sebejat apa dirimu yang mengabaikan istri sendiri!" Letitia mengancam dalam mata berembun sambil tangan memegang perut yang sedikit mengembung.

****

Ini yang Dylan tunggu, tak lain aksi Letitia. Perempuan perayu, dan sangat menginginkan Serge. Yaitu berlibur bulan madu menggunakan ngidam sebagai senjata. Serge bukan laki-laki brengsek, dia mau mengabulkan keinginan Letitia dalam artian tanggung jawab terhadap anak yang sudah dibuatnya.

Sejujurnya, semua telah Dylan susun diam-diam.

Ia tusuk Serge kala di danau, sadar Gilbert akan menemui dan melapor pada Delmora, maka dari itu Dylan mendatangi istrinya meski tengah malam. Niatnya hendak bercinta, tetapi tidak semudah itu dia menjatuhkan harga diri dengan merudal paksa akibat ketidak-inginan Delmora. Bercinta, bukan memperkosa.

Bukan menghormati si Perempuan, tetapi demi harga diri sendiri.

Dylan tinggalkan jejak kepemilikan di leher istrinya, memberi isyarat pada dua anak manusia itu bahwa perempuan tersebut sudah menjadi miliknya. Benar saja, esoknya manor berisik karena Gilbert menerobos masuk.

Setelah memberi penegasan pada mereka melalui tanda, giliran dirinya menunggu aksi Letitia yang menjengkelkan. Dylan sendiri yang menyuruh sekaligus memberi dukungan pada Letitia, seperti sebuah perjanjian.

Bersekutu, mungkin begitu di pikiran Letitia yang menganggap dirinya menjadi sekutu.

Dylan rasanya ingin tertawa. Bodoh, jangan berpikir terlalu sederhana, Letitia. Manusia licik bisa menyusun dan memiliki siasat memualkan. Seperti kotoran.

Tidak sudi sekali bersekutu pada perempuan semenjijikan itu, perempuan yang rela merendahkan martabatnya demi mendapat yang diinginkan. Meskipun orang-orang masih tidak tahu keburukannya, dia tetaplah sudah bertindak rendahan, bodoh, dan menjijikan.

Letitia Inna yang gagal menjadi pendamping hidupnya, dia manfaatkan menjadi perantara mematahkan Delmora.

Hari itu, hari di mana Serge pergi, perasaan Delmora hancur, sayap tipisnya patah. Kehilangan kepercayaan, kehilangan sumber kebahagiaan yang tak bukan kekasihnya, otak itu tercerahkan bahwa orang terkasih pun tidak selalu ada untuknya. Dia hancur seperti pianonya yang sedang diperbaiki.

Your Grace, Kill Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang