47. my sins.

7.1K 567 131
                                    

Dylan yang ia kenal apatis memang kini telah peduli padanya. Namun terhadap bayi di kandungan ..., tidak ada komunikasi apa pun. Sangat hampa dan kosong, tanpa tanggapan. Tidak pernah mengusik, menyapa, membahas, ataupun menaruh sikap protektif. Membuat ia murni merasa menanggung bayi sendirian.

Namun, tiap permintaan aneh selalu dikabulkan sekalipun sebatas gumaman tengah malam, tanpa bertanya apakah itu kemauan bayi atau keinginan pribadi. Cukup sedih, terasa berat, dan menyakitkan, tetapi ia sudah berjanji akan kuat merawat sendirian.

Delmora mengidam, kadang pria itu pun menderita morning sickness, mual-mual pagi hari serta ingin makanan manis. Tetapi begitulah Dylan, seolah pura-pura tidak tahu mengenai kehamilan.

Banyak detik dilewati dengan melekat bagai lintah, jutaan kosa-kata ditukar, atau rahasia-rahasia terbongkar, sampai kini Delmora masih belum bisa menggali dasar pria yang tengah membaca koran itu.

"Your Grace."

Atensi Delmora yang terpaut pada Dylan sembari memegang mug susu, direbut oleh teguran Lewis dari belakang sofa. Mengaburkan pendengaran dari bunyi perapian menyala.

"Hm?" Dylan menyahut, menoleh pada si Pemanggil.

Lewis di samping membungkuk, berkas diserahkan dan diterima secara tenang. Selepasnya dia izin undur diri meninggalkan ruang santai. Perhatian Delmora pun kembali ke Dylan.

Telunjuk dan ibu jari tangan kiri Dylan menekuk-nekuk, membuat lipatan koran bersatu sehingga terlipat menjadi empat lipatan, lantas ia taruh ke meja. Sembari bersandar miring ke lengan sofa, ia buka berkas tersebut.

Sekilas baca, ekspresi santainya berganti datar, keruh tak nyaman.

"Ada apa?" tanyanya.

Jawaban ditunggu, tidak juga mendapat respons. Delmora intip kertas putih sebelum akhirnya ikut tertegun, lalu bergumam, "Surat izin membangun rumah ibadah?"

Suara remuk spontan membuat kelopak matanya mengedip, menyaksikan bagaimana tangan Dylan mengepal kertas sehingga remuk menjadi bola kasar. Dibuang, dilempar asal ke depan, dibiarkan menggelinding jatuh melewati meja.

Tak perlu ditanya, Delmora jelas tahu alasan serta jawaban. Berkali-kali ia pun membujuk, namun Dylan selalu enggan.

Dia terlalu mematuhi keputusan orang tuanya untuk tidak membangun tempat ibadah, sebab puluhan tahun silam saja diruntuhkan, menyebabkan tanah dikuasai setan. Sedang rumah bordil, kasino, dibiar bertebaran. Bahkan Delmora tebak sesekali mendapat sumbangan Dylan, hanya saja dia tidak menikmati rumah bordil.

'Tentu saja, aku yang tidak ingin ditinggal pasti mencegah kegiatannya untuk bersenang-senang.'

Punggung, Dylan bantingkan ke sandaran sofa, melipat tangan dan menerawang ke luar jendela yang tertutup rapat. Melihat tebalnya salju dan angin kencang di luar. "Cukup. Membosankan," ujarnya, rendah.

Keseringan, ini bukan pertama kali menerima bujukan bangsawan di bawahnya yang menguasai wilayah-wilayah tertentu.

"Kau anak yang baik, begitu patuh," puji Delmora dengan kepala meneleng agar melihat wajah itu secara keseluruhan.

"Sekarang kau menjilatku?"

Menggeleng, Delmora menjawab. "Tidak. Aku mengejekmu."

Tentu saja, mengejek seraya memuji. Jika dulu menghina Dylan sebagai anak tak tau diri dan segala macamnya, maka sekarang ia puji sebagai anak baik dengan penuh cinta.

"Jika aku mempersilahkanmu melakukan hal bejat selain membunuh, apa kau akan menikmati rumah bordil, kasino, bar, yang bertebaran di tanahmu ini?" tanya Delmora tetiba, yang membuat Dylan menoleh.

Your Grace, Kill Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang