33 - We're meant to be (?)

141 22 3
                                    

Sebuah pesan masuk dari ibunya. Bersamaan dengan itu, entah sudah berapa kali ia mengembuskan napas berat karena hal yang melelahkan batin dan fisiknya.

Juan ke rumah, Kak.
begitu kira-kira isi pesan ibunya.

Ia melirik ke arah Mahen yang sedang menonton serial netflix, ditambah camilan lengkap yang ada di pangkuan pria itu.

"Aku pergi dulu."

"Juan sudah sampai?" tanyanya namun tidak sedikitpun mengalihkan pandangan dari layar televisi.

"Hmm. Dia ke rumah ibuku."

"Serius?! Wah, dia berani juga menghadapi ibumu setelah kejadian itu."

"Kamu mau ikut?" tawar Clairy.

"Tidak. Aku sedang tidak minat untuk ikut campur. Hati-hati di jalan. Hubungi aku jika butuh sesuatu seperti menginjak lehernya atau hal-hal menyenangkan lainnya."

Clairy tidak menanggapi kalimat terakhir yang Mahen katakan, karena ia tahu pria itu hanya membual.

Meski sudah malam, setidaknya Clairy sudah memejamkan matanya barang sejenak yang membuat lelahnya sedikit terobati. Lagi pula, ia harus menemui seseorang yang mungkin merasakan sesal dalam dirinya sehingga ia mengejar Clairy tak peduli uang yang ia habiskan untuk sebuah pamit yang sempat ia gagalkan.

Membelah angin malam yang kata banyak orang membawa penyakit tapi bagi Clairy angin malam seperti obat baginya. Dingin, bersama lampu kota yang menerangi di tepian.

Telah sampailah Clairy di rumah ibunya. Langkah kaki perlahan ia arahkan ke pintu rumah itu, dimana seorang telah menunggunya dengan cemas.

Begitu masuk, Juan seketika melihatnya dan berdiri dari duduknya. Memeluk Clairy seakan ia tidak mau kehilangannya lagi.

"Aku terlambat, maaf." bisiknya dibalik pelukan itu.

Pelukan itu terasa hampa. Tidak ada balasan kehangatan yang Clairy berikan pada tubuh Juan. Hanya helaan napas halus yang terdengar.

Clairy bergerak mencoba lepas dari dekapan pria itu yang cukup sesak, dan "We need to talk."

Perlahan pelukan itu terlepas, memaksa netra mereka untuk bertemu. Dari jarak sedekat ini, Juan dapat melihat kilat kecewa milik Clairy.

Pria itu menganggukkan kepalanya, menyetujui kalimat yang perempuan itu ucapkan. Mencoba mengabulkan dengan kemudian mengikuti arah langkah Clairy yang mengajaknya untuk masuk ke dalam mobil yang ia tumpangi.

Keduanya duduk berdampingan, untuk sejenak tidak ada suara dari keduanya. Pada saat seperti ini, Juan takut. Takut karena ia tidak pernah bisa menerka pergerakan Clairy. Ia takut Clairy mengatakan hal yang sedang tidak ingin ia dengar. Hingga Clairy lah yang memulai percakapan itu.

"Kenapa kamu ke sini?" tanya Clairy.

Juan menggeser tubuhnya menghadap Clairy. Suaranya lemah, seolah menempatkan dirinya di posisi paling rendah pada perkara ini.

"Aku tidak menepati janjiku." balas Juan.

Clairy menantang dengan menatap mata yang membuatnya kecewa berulang kali. Ia tidak akan kalah, tidak untuk malam ini.

"Itu hanya sebuah ajakan makan malam biasa, Juan. Kamu tidak perlu membawanya terlalu jauh sampai harus menyusulku ke sini." senyumnya ikut serta menghiasi kalimat yang ia ucap.

"Kamu pergi tanpa bilang apapun ke aku. Bagaimana aku tidak khawatir? Aku-"

Ponselnya berdering. Membuat jeda pada kata yang keluar. Dengan gerakan cepat Juan menolak panggilan itu, berusaha untuk menyelesaikan kalimatnya.

TIGA BULAN. (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang