41- True Colors

115 18 1
                                    

"Kalau ada sumur di ladang, boleh kita numpang?"

"Boleh..."

"Ih Juan! Bukan gitu!"

Clairy memukul pelan lengan kekar Juan karena kesal dengan balasan Juan yang tidak sesuai dugaannya.

"Lagian, ngapain kamu ke sumur?" balas Juan sembari terkekeh merasakan pukulan yang Clairy berikan.

"Ulangi ah ulangi! Kalau ada sumur di ladang, boleh kita numpang?"

"Mandi.."

"Nah. Kalau ada umur panjang, boleh kita?"

"Balikan lagi"

Jawaban Juan yang asal bunyi membuat Clairy spontan membekap mulut pria itu dengan tangan kirinya. Mereka sedari tadi sedang berada di perjalanan menuju kantor Clairy namun terhalang kemacetan yang luar biasa. Sembari menunggu, mereka bermain tebak-tebakan peribahasa dan balas pantun yang selalu dirusak dengan jawaban-jawaban aneh dari mulut Juan.

"Sekarang pilih. Abe Cekut atau Cipung Abubu?" pertanyaan tidak beralur ini kembali Clairy layangkan.

"Apa lagi ini?" Juan menggeleng tidak habis pikir.

"Sudah jawab saja, Abe Cekut atau Cipung Abubu?!"

"Cipung Abubu,"

"Kenapa?"

"Harus ada alasannya? Susah banget pertanyaannya Bu Guru!"

"Ih jawab saja, kenapa?"

"Soalnya, Mahen pernah main billiard bareng Cipung."

"Terus?"

"Terus Sus Rini cemburu, kamu tahu konspirasi Sus Rini sama Mahen? Katanya diam-diam mereka memendam rasa."

"Ngawur! Mana ada kaya gitu. Pertanyaan lain deh, emmm"

"Gantian dong aku yang kasih pertanyaan." sungut Juan tidak terima saat sedari tadi Clairy terus yang memberinya pertanyaan.

"Ya sudah, apa pertanyaannya?"

Juan tampak menegakkan posisi duduknya, sesekali pegangannya pada setir ia kencangkan memikirkan pertanyaan apa yang tepat ia untuk Clairy.

"Tiga hal yang kamu takuti di dunia ini. Sebutkan dan jelaskan alasanmu!"

Juan melepas kalimat itu dari mulutnya, agaknya Clairy sedikit terhenyak kenapa pertanyaan yang dilempar padanya bukan tentang tebak-tebakan konyol seperti sebelumnya. Perempuan itu menatap Juan sejenak kala pria yang ia tatap sama sekali tidak menatapnya.

"Satu. Aku takut pada Tuhan. Jelas, Dia pemilikku. Tidak ada alasan untuk tidak takut padaNya."

"Dua. Aku takut ibuku meninggal. Dari semua yang aku punya, aku hanya takut kehilangan ibu. Jika saja aku bisa meminta, aku ingin pergi lebih dulu karena aku tidak sanggup membayangkan diriku saat ibuku tiada. Kalau aku meninggal terlebih dahulu, ibuku masih punya dua anak lainnya. Tapi kalau ibu meninggal, aku tidak memiliki ibu lain selain dia."

"Tiga. Aku takut dengan perselingkuhan. Aku tidak ingin apa yang terjadi pada orang tuaku menurun padaku. Perselingkuhan ayahku merusak segalanya. Tidak hanya hubungan ayah dan ibuku tapi kepercayaan orang-orang di sekitarnya. Sometimes aku berpikir untuk tidak mencintai siapapun sampai akhirnya aku mati. Terkadang aku berpikir untuk tidak ingin menikah karena ketakutanku sendiri. Aku takut salah memilih. Ada juga pikirkan burukku tentang tidak ingin memiliki keturunan jika pada akhirnya aku hanya akan mengecewakan mereka, sama seperti ayahku yang mengecewakan anak-anaknya. Pikiranku terlalu liar, meski semua orang mengatakan aku harus baik-baik saja dan tidak membawa perkara kedua orang tuaku ke dalam kehidupanku, tapi hal itu tetap melesak masuk dengan sendirinya. Emmm, ya. Aku hanya takut akan tiga hal itu."

Napas Juan tercekat. Ia pikir Clairy akan menjawab pertanyaannya dengan hal-hal remeh seperti takut kecoak atau lainnya. Ternyata perempuan ini membawa pertanyaannya terlalu dalam, hingga Juan bingung seperti apa ia harus memberikan respons.

"Entah sudah berapa kali aku berkata pada orang bahwa aku sangat sangat mengagumi diri kamu. Kamu hebat dengan segala yang ada padamu. Kamu cantik, kamu cerdas, aku mengenalmu sejak kita masih kecil hingga sekarang kamu menjadi seseorang yang aku tahu bagaimana kamu bekerja keras dalam setiap tahapan hidupmu. Kemarin tanpa kamu tahu, rekan-rekan kerjamu membanggakan betapa bahagianya merek bekerja bersama seorang Clairy. Itu semua karena baik hatinya dirimu dan aku sangat bersyukur menjadi salah satu yang bisa mendengarnya. Menurutku dari tiga hal yang kamu sebutkan tadi, selain Tuhan tidak ada yang perlu kamu takutkan."

Juan meraih tangan Clairy di sampingnya, mengelusnya pelan memberikan kehangatan dan kenyamanan lewat sentuhannya. Suasana menjadi sendu, padahal sebelumnya mereka tertawa riang bak anak kecil dibelikan mainan.

"Juan," Clairy memanggilnya.

Juan menoleh ke arah Clairy, pandangan merek bertemu saat perempuan itu melanjutkan ucapannya.

"Ya?"

"Tolong selalu tunjukkan dirimu yang sebenarnya, ya. Jangan membuatku bingung."

Juan mengerutkan keningnya, "Ada apa?"

"Entahlah. Hanya saja, aku mengalami sedikit kesulitan untuk bisa kembali percaya padamu. Jika semua perhatian yang kamu berikan hanya karena kamu ingin mendapatkanku kembali, ingin membuatku terkesan, dan ingin menutupi sifat aslimu tolong hentikan. 'Cause i want to see your true colors."

Alasannya mengatakan itu karena Clairy pikir mereka sudah cukup dewasa untuk berdiskusi seperti ini. Tidak perlu ada yang ditutupi, karena Clairy sudah tidak mau bermain peran menjelma menjadi sosok paling sempurna hanya demi membuat pasangannya terkesan. Menurutnya, sebuah hubungan harus transparan. Semua harus didiskusikan, meski akan menyakiti hati salah satu dari keduanya tapi lebih baik ia mengerti bagaimana sifat asli pasangannya dari pada harus merasa ditipu seumur hidup. Terlebih Juan sudah pernah menyakitinya, apa yang perlu laki-laki itu tutupi? Bagi Clairy, Juan adalah pria dengan bercak kesalahan yang sulit dihilangkan dari pikirannya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







TIGA BULAN. (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang