12.

17 3 0
                                    

Saat itu guru killer menjewer telinga anaknya sampai berbekas memerah. Tentu madam sangat tak terima atas perlakuan gurunya pada putranya. Ayah Aron sudah berusaha menenangkannya tapi mama Aron tetap ngotot ingin protes dan akan membawanya kejalur hukum. Apalagi melihat anak berakting seolah-olah habis dianiaya, ayahnya sendiri sangat tahu dan paham betul pada strategi anaknya yang nakal.

Madam berjalan menyusuri koridor dengan dada panas membara, Aron membuntuti mamanya dengan ekspresi pura-pura trauma. Hazel yang melihat aksinya memberi dua jempol dan pantas menerima piala Oscars nominasi aktor berbakat. Sebentar lagi penghalang mereka akan runtuh, pelan-pelan tapi pasti.

"Tok, tak, tok, tak...." suara sepatu high heels bergema.

Akhirnya ia telah sampai didepan ruangan bertuliskan kantor. Bola mata madam terlihat sangat tajam dan dipenuhi amarah yang membara tersimpan di dadanya. Pak kepala sekolah bangkit menghampiri dan menyambut mama Aron, Aron sendiri bersembunyi dibelakang mamanya sambil berakting tubuh gemetar dan menundukkan kepalanya seolah merasa takut sekali.

"Mari silakan-"

"Mana yang bernama pak Lucas?" potong mama Aron sangat marah.

Pak kepala sekolah berkata dengan rasa tidak nyaman," Dia-"

"Ya, saya disini Bu!" celetuk Lucas dengan aura dingin seperti biasa.

Lucas meletakkan bukunya diatas meja, lalu ia berjalan menghampiri mama Aron tanpa rasa takut sedikit pun. Mama Aron atau mereka panggil oleh sekelompok Hazel sebutan madam, nama aslinya adalah Christy. Christy dan Lucas saling berhadapan dengan aura masing-masing menyeramkan, sehingga ruangan jadi hening dan angker saja.

"Apa maksud kamu menjewer anak saya? Hah!"  Meninggikan suara.

"Kamu pikir, kamu siapa? Beraninya kamu menjewer telinga anak saya sampai merah begitu," geram Christy menunjuk Lucas tatapan tajam.

"Saya saja orang yang melahirkannya tidak pernah menjewer telinganya, apalagi menjadikannya babu di rumah saya. Kamu cuman orang lain." Menunjuk Lucas berapi-api. "Bisa-bisanya menyakiti anak saya sampai seperti itu," berang Christy sampai suaranya terdengar diluar ruangan.

Sekilas menatap Aron dibelakangnya pura-pura ketakutan. "Saya tidak terima! Saya pastikan kamu masuk penjara karena kamu sudah menyakiti anak semata wayang saya," ancam Christy menunjuknya dengan hidung kampas-kempis.

Aron kira guru killer itu akan takut pada ancaman mamanya sama seperti guru-guru lainnya, tapi malahan ia terlihat sama sekali tidak menggubris dan ekspresinya masih sama seperti tadi. Tidak ada tanda ketakutan sedikit pun diwajahnya.

"Sudah selesai bicaranya, Bu?" tanya Lucas santai.

Christy memutar bola matanya dan masih menatapnya sinis. Ia melipatkan tangannya di dada.

"Maaf, saya menghukumnya karena kesalahannya tidak bisa ditoleransi lagi. Dan saya juga tidak akan pernah mengubah sistem pembelajaran saya." Semua guru-guru dan kepala sekolah kaget mendengar ungkapan Lucas yang seperti ingin menantangnya. "Saya juga tidak takut pada ancaman ibu," ungkap Lucas lantang dan tegas.

Glub!
Aron menelan salivanya kasar dan keringat dingin.

"Kalau ibu tidak suka dengan cara mengajar saya. Silakan! Silakan ibu didik sendiri anak ibu di rumah." Menunjuk pintu keluar. "Atau ibu cari sekolah lain yang pas sesuai keinginan ibu," ketus Lucas.

Greb!
Tangan Christy berubah jadi kepalan.

Christy mendongak tajam pada Lucas yang daritadi tidak terlihat takut dan malah semakin menjadi menantangnya.

"Kurang ajar kamu! Dasar guru tidak punya sopan santun," teriak Christy ingin mengamuk tapi ditahan guru wanita lainnya.

"Kalau ibu punya sopan santun, pasti hari ini anak ibu pasti tidak masuk kantor. Melainkan duduk manis didalam kelas untuk belajar bersama teman yang lainnya," sahut Lucas sekilas menatap Aron.

Lucas pamit pada pak kepala sekolah yang masih mematung keringat dingin, ia pergi meninggalkan Christy yang masih mengamuk dan menggerutu tidak jelas, terus-terusan mengancam masuk penjara.

Keesokan harinya....

Yap! Benar saja.

Ketakutan bapak kepala sekolah jadi kenyataan. Ia melihat ada dinas pendidikan memasuki sekolahnya dan datang menghampirinya.

"Bapak tidak perlu kuatir, karena ini kesalahan saya. Jadi, biarkan saya saja mengurusnya," ucap Lucas santai yang tiba-tiba berdiri disampingnya.

Tanpa berbasa-basi lagi, ia langsung menghampiri dinas pendidikan. Sebenarnya Lucas tau Hazel dan anak buahnya diam-diam menguping di semak-semak. Tapi ia biarkan saja.

"Wih, gak sabar gue lihat guru laknat itu dipecat," seru Putra menatap guru killer daritadi.

"Sama, akhirnya kita merdeka juga," timbal Alex tak kalah senang.

"Ho'oh, ini semua berkat Aron. Bagus lu, Ron," puji Farhan.

"Iya, benar banget. Lo pantas dapat piala penghargaan sebagai aktor terbaik, Ron," puji Hazel senyum lebar.

"Hé hé hé.... bos bisa aja," kekeh Aron tersipu malu.

"Sumpah! Akting lu real banget, Ron. Gue aja hampir terkecoh sama akting lu," puji Putra.

"Ha ha ha.... udah-udah, kita lihat hasilnya aja," pungkas Aron.

Mereka kembali memperhatikan dan menguping pembicaraan antara guru killer dan dinas pendidikan. Mereka semua pada khusyuk dan kepo apa yang terjadi antara guru killer sama dinas pendidikan. Mereka berharap semoga ada perdebatan memanas sehingga guru killer mereka dipindahkan atau perlu dipecat jadi guru.

"Gak kedengaran, bos," keluh Putra.

"Sama, gue juga gak kedengaran," ucap Hazel berusaha memperjelas pendengaran.

Mereka lihat Lucas sudah pergi, begitu juga dinas pendidikan pergi berlawanan arah menuju pintu pagar keluar sekolah. Mereka yang menguping saling menatap satu sama lain karena bingung. Tidak ada pertengkaran sama sekali mereka lihat, yang ada hanya tanda tanya di kepala mereka.

Cepat-cepat mereka beranjak pergi, sebelum Lucas mengetahui keberadaan mereka. Mereka berpapasan dengan Lucas dengan ekspresi pura-pura santai seolah tidak terjadi apapun. Meski di wajah santai, berbeda dengan detak jantung mereka.

"Dag-dig-dug." Seperti berdisko.

Syut!
Ia sekilas menoleh menatap Aron tersenyum seringai.

Melihat penampakan tiga detik tadi, seketika tubuh Aron langsung terkulai lemas sedangkan yang lainnya begitu juga, sampai merinding sekali seolah habis ditatap pembunuhan berantai. Apalagi senyum Lucas persis kek psikopat siap memangsa.

Begitulah perdebatan antara madam dan guru killer, yang dimenangkan oleh guru killer.

Mereka saat ini lekas menuju lokasi debat yaitu diruang guru. Mereka bersembunyi mengintip lewat jendela, terlihat madam duduk berhadapan dengan guru killer dengan suasana panas membara, meski guru killer itu adem-adem aja.

"Saya memberikan surat panggilan orang tua ini karena Aron telah melakukan banyak pelanggaran lagi," jelas Lucas tanpa basa-basi.

"Dengar ya, pak! Aron itu gak pernah salah, dia itu anak yang baik. Gak mungkinlah dia jadi anak bandel. Memang kaliannya aja yang salah dan gak becus urus Aron putra saya," protes madam melipatkan tangan di dadanya sambil menatap sinis.













3 Bad Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang