32.

7 2 0
                                    

Akhirnya, hari itu tiba juga. Mendatangi ke pesta ulang tahun Ziva. Lisa dan Angel sudah berdandan cantik cetar membahana. Kecuali Si Hazel, tidak pakai bedak dan masih berwajah natural. Mamanya menyuruh dia pakai bedak, tapi Hazel tetap menolak.

Lisa berkali-kali mencek ponselnya sambil berjalan mondar-mandir, ia terlihat sangat gelisah.

"Kamu kemana sih, Jodi? Kok enggak balas chatku sih?" gumam Lisa gelisah sambil menggigit jarinya. Tatapan matanya tak pernah lepas dari layar ponsel.

Lisa terduduk lesu di kasur dan melempar ponselnya ke atas kasur, dengan rasa kesal.

Ting!

Suara pesan masuk.

Dengan gercep, Lisa mengambil ponselnya dan membuka pesan. Berharap orang yang mengirimkan pesan itu adalah Jodi.

Guru :
"Maaf ya, Lis. Sepertinya aku enggak bisa jemput kamu deh, soalnya disini macet. Kalau aku tetap jembut kamu, yang ada kita telat datang kepestanya. Sebaiknya kamu cari taksi online aja. I'am sorry, baby!"

....

Melihat pesan itu, Lisa menghela napas kasar.

"Ya sudahlah, lagian kasihan juga dia," gumam Lisa semakin lesu. Tapi tetap ikhlas.

Lisa bangkit dari kasur, ia langsung mengambil tas kecilnya. Lalu, pergi keluar sambil tangannya sedang memesan taksi online.

Lisa tidak tau, bahwa Jodi tidak mengalami macet. Melainkan, dia pergi menjemput pacar sesungguhnya, mendatangi pesta itu juga. Mereka bahkan sudah janjian akan berdansa bersama. Tanpa Lisa.

Sementara Angel duduk santai di ruang tamu, sambil bercermin. Memastikan dia sudah cantik dan tidak ada yang kurang. Hazel juga duduk di sofa sambil memijat kakinya, akibat tidak terbiasa memakai high heels. Itu pun baru pertama kali. Tentu Meli merasa terharu melihat putri tomboinya berubah perlahan-lahan, walau niat putrinya cuman ingin makan gratis.

Tiap memakai high heels, Hazel selalu ingin jatuh dan keseleo terus. Sudah berbagai cara dia, menyeimbangi langkah dia dengan high heels itu. Tapi, tetap saja masih jatuh.

"Tin...." Terdengar suara klakson motor di depan rumah mereka.

"Ngel! Tolong lo bukain! Kaki gue masih perih nih," pinta Hazel.

"Enggak, ah. Kakak aja. Kakak enggak lihat, lipstikku masih kurang merah," suruh balik Angel.

Tangan Hazel berubah jadi kepalan. Beruntung saja, ia sedang kesusahan berjalan. Andai saja, kakinya masih waras. Sudah dari tadi, wajah Angel di penuhi lembam-lembam dipukul oleh Hazel.

Terpaksa Hazel bangkit dari sofa, dengan langkah terseok-seok menuju pintu. Hazel membukakan pintu dan menemukan orang yang ia tunggu-tunggu daritadi.

Orang itu menghampiri Hazel yang masih bengong tanpa sadar. Sekilas pria itu tersenyum melihat wanita dihadapannya masih melamun, karena dirinya.

"Nih!" Menjinting paper bag dihadapan Hazel.

"Firasatku benar, kamu pasti belum terbiasa pakai high heels." Menatap tumit Hazel ditutupi handplast karena terluka.

"Jadi, aku bawain sepatu ini. Enggak ada hak nya," papar orang itu, tak lain adalah Juan.

Hazel menerima pemberian Juan dan membuka paper bag itu, memang betul isinya sepatu senada dengan warna gaun dia pakai. Hitam. Kalian sudah tau kan sebelumnya, Hazel suka warna hitam.

Hazel memasang sepatu itu sambil dibantu Juan juga. Setelah sudah terpasang, Hazel menyipitkan matanya seolah menatap Juan penuh selidik.

"Tumben lo baik sama gue? Biasanya lo kurang ajar sama gue," ketus Hazel datar.

Sedikit menusuk, tapi tak apa.

"Aku selalu baik kok. Cuman kamu saja, yang selalu menyalah artikan kebaikanku," sahut Juan datar.

"Sejak kapan lo baik sama gue? Yang ada lo, setiap hari suka bikin hari-hari gue suram. Enggak ada cahaya ilahinya," marah Hazel menatapnya tajam. Tapi Juan sama sekali tidak menggubris.

"Aku sudah beri kamu cahaya kok, bahkan hampir setiap hari. Cuman kamu saja yang buta dan tuli," ketus Juan blak-blakan.

Sret!

Menarik kerah Juan dengan kuat, sambil menatap Juan penuh murka.

"Apa maksud lo sebut gue buta dan tuli? Hah!" teriak Hazel penuh murka, sampai kedengaran di dalam rumah. Termasuk mamanya juga mendengar dari dapur.

Tanpa ia sadari, wajah dia dan Juan kini saling berdekatan. Hanya meninggalkan beberapa celah saja. Bahkan, Juan bisa merasakan napas Hazel tengah marah padanya. Tentu, jantung Juan kini berdetak kencang. Beruntung saja, Hazel tidak mendengarnya.

Masih bersikap tenang. Meski didalam sana, jantungnya sedang berdisko kencang.

"Maksudku, kamu buta dan tuli disebabkan kamu berteman sama setan, Zel." Pegangan Hazel ke kerahnya sedikit melemah.

"Jadi, bagaimana kamu tau, kapan aku memberikan cahaya untukmu? Karena kamu sendiri sudah buta dan tuli, terhanyut mengikuti bisikan setan."

"Contohnya saja, kamu suka bertengkar. Bukannya di aturan sekolah sudah tertulis jelas, bahwa bertengkar itu dilarang. Jadi, apa salahnya aku memberimu hukuman agar kamu bisa bertobat dari kesalahanmu? Aku tidak salah kan?" terang Juan membuat Hazel melongo sampai kepalanya ikut miring, mendengar penjelasan Juan.

"Ini anak mau ceramah atau apa sih? Mau dibilang salah, tapi ada benarnya. Dibilang benar, tapi ada salahnya juga." Menyipitkan mata. "Cih! Bikin orang kesal aja!" batin Hazel sambil menatapnya.

"Aku benarkan?" tanya Juan, membuyarkan lamunan Hazel.

Hazel berdeham.

"Tau," ketus Hazel membuang muka.

Juan hanya diam menatapnya semakin merengut.

Mereka tidak tahu, bahwa Meli diam-diam memperhatikan putrinya bersama pria tampan seumuran putrinya sedang berdebat. Meli sendiri menyimak mereka dibalik gorden.

Melihat mereka sudah berangkat, sekilas Meli tersenyum misterius.

"Hm, menarik." Mengusap-usap dagunya.

~××××~

Semua orang sudah berdatangan ke pesta ulang tahun Ziva, mereka datang berbondong-bondong dengan mengenakan pakaian terbaik mereka. Anak buah Hazel sudah datang lebih dulu bersama pacar-pacar mereka. Kecuali, Aron. Bersama calon gebetannya yaitu ibu gurunya sendiri. Siapa lagi kalau bukan, ibu Azalea. Meski dia seorang guru, tapi dia masih berumur muda. Sebenarnya ibu Azalea, guru honorer. Dia juga seorang janda muda, suaminya telah meninggal pas selesai akad nikah dan belum sempat merasakan malam pertama.

Hazel tersenyum riang gembira, sebab dia bisa berjalan leluasa lagi. Tidak seperti mengenakan high heels tadi, jalannya malah terseok-seok sambil menahan rasa sakit dibagian tumit.

"Hai, guys!" teriak Hazel melambaikan tangan kepada anak buahnya.

Sontak mereka menoleh. Ketika mereka menoleh, mata mereka seketika terbelalak lebar. Kaget melihat penampilan Hazel seperti fenomena langka. Bukan hanya anak buahnya, yang lain juga kaget melihat penampilan Hazel sangat-sangat tidak biasa sekali.

Pas Juan datang, lengkaplah sudah mereka semakin kaget dan hampir jantungan. Juan bergandeng dengan Hazel, ini benar-benar bisa menjadi bahan omongan orang publik.

"Gu-gue enggak salah lihatkan?" bisik salah satu cewek.

"Enggak, gue juga merasa ini di dalam mimpi," sahut temannya berbisik. Tak lama, ia menampar wajahnya memastikan ini bukan mimpi.




3 Bad Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang