14.

12 3 0
                                    

Juan berdiri bersandar di tiang sambil menunggu pemuda seumurannya sedang memasang sepatu, sedangkan dasinya ia taruh putar ke belakang. Pemuda itu adalah sepupu dari keluarga Juan. Namanya Jericho, mereka berdua memiliki watak yang sangat berbeda. Ibaratkan burung jinak dan liar.

Dari penampilan saja sudah kelihatan, Juan bajunya dimasukkan, sementara Jericho tidak. Katanya jika dimasukkan akan terlihat culun dan bisa mengurangi ketampanannya. Juan yang mendengar alasannya, mendadak ingin mual.

"Apa bisa dipercepat pasang sepatunya? Aku sudah telat dua menit, Cho," desak Juan sekilas menatap jam tangannya.

"Iya, sabar ah," kesal Jericho.

"Oh ya, hari gue tawuran sama geng King Kobra," celetuknya senyum menggoda.

"King Kobra? Kayak pernah dengar," gumam Juan termenung berusaha mengingat.

Beberapa memori sekilas terekam kembali di otaknya.

"Asal lo tau ya! Gue ini ketua geng King Kobra. Gue bisa aja suruh semua anak buah gue hajar lo sampe gak bisa bergerak. Paham?" ucap gadis tomboi tak asing lagi dengan mata berapi-api.

"Hazel!" gumam Juan kaget.

Juan sontak berjalan menuju Jericho, ia rampas sepatu kanan milik Jericho lalu menatap tajam pada sepupunya. Sedangkan sepupunya senyum takut dan bergidik merinding merasakan aura menyeramkan dari Juan, meski tatapan matanya setengah tetesan air jernih.

"Ha ha ha ha....." Ketawa canggung. "Santai aja, Juan. Aku gak macam-macam kok sama gebetan kamu," kekehnya senyum takut sambil memijat-pijat kedua bahu Juan.

Sudah menjauhkan tangannya dari bahu Juan. "Lagipula dia itu ketua gengnya, kudengar dia hebat juga dalam bela diri. Geng singa ku gak masalah jika dia menang atau...." Pahit menyebutkannya di depan predator. "Kalah," ucap Jericho tak berani menatap Juan.

"Aku tidak melarang-mu untuk mengalah sama dia. Cuman.... aku hanya minta padamu, jangan buat dia jadi sekarat. Apalagi kamu melecehkannya." Berubah jadi tajam seperti tak biasanya, membuat Jericho semakin takut. "Aku jamin, setelah kamu pulang ke rumah nanti, akan aku buat kamu pergi ke alam baka," ancam Juan.

Jericho semakin bergidik ngeri dan meneguk air ludahnya kasar, meski ia terlihat diwajahnya biasa-biasa saja. Berbeda dengan bola matanya, tubuhnya daritadi gemetar, dan kulitnya memucat.

"Kamu tau kan, dia adalah inspirasiku. Alasan aku tetap hidup," ucap Juan penuh serius.

Jericho mengangguk pelan sambil bengong. "Oke," sahut Jericho kembali memasang sepatunya.

"Kamu tenang saja, aku dan anak buahku bukan orang seperti itu. Meski aku cowok playboy, hé hé hé...." kekeh Jericho kembali bersikap santai.

"Aku tidak izinkan kamu mempermainkannya, Jericho," marah Juan menunjuknya.

"Ha ha ha ha.... untuk yang satu ini, aku memang melepaskannya untuk sepupuku yang masih bau jomblo," kekehnya.

"Tapi kalau dia mengejar aku.... ha ha ha.... aku-" Menggodanya.

Greb!

Menarik kerah bajunya sangat kuat.

Menatap tajam. "Jangan kamu coba-coba mempermainkan cintanya, Jericho. Akan aku buat hidupmu berkeping-keping dan mati tak pernah tenang seperti kau menghancurkan cinta tulusnya. Ingat itu!" ancam Juan sangat marah sampai mengeluarkan urat tangannya yang kekar.

Jericho terdiam seribu bahasa dan semakin bergidik merinding pada aura Juan begitu serius, juga mengerikan seolah-olah ingin mencabik-cabik nya.

Jericho tertawa canggung untuk menghilangkan rasa takutnya, ia pelan-pelan melepaskan tangan Juan yang menarik kerahnya sangat kuat.

"Santai saja, Juan. Aku hanya bercanda, memangnya kakakmu ini tidak boleh ya bercanda sama adiknya?" kekeh Jericho masih senyum takut.

Hampir saja ia akan di gampar Juan, jika ia tidak berhenti memanasi Juan dengan candaannya yang sudah kelewatan.

"Maaf," sesal Juan menunduk.

Juan mulai menjauhinya dan kembali menunggu Jericho bersandar di tiang tadi.

Jericho menghela napas lega, akhirnya ia bisa bernapas juga dari rasa sesak hampir di hajar adik sepupu.

"Untung.... aja," gumam Jericho.

Jericho melanjutkan memasang sepatu kanan. Setelah beres, baru ia berangkat mengantar Juan ke sekolahnya terlebih dahulu.

~××××~

Sepulang sekolah, Hazel dan anak buahnya duduk santuy di pos ronda. Merokok sambil ngopi menunggu lawan mereka datang. Anak buah Hazel ada yang dari kelas 10, 11, 12, bahkan ada dari sekolah lain.

"Kok mereka gak muncul-muncul sih, bos? Apa jangan-jangan mereka takut kali ya? cemooh Reza dari kelas 12, kakak kelas Hazel.

Yang lain ikut tertawa mendengar cemoohan Reza.

"Kalian jangan terlalu pesimis dulu," celetuknya mengeluarkan asap dari mulutnya.

"Gue dengar The Lion 19 itu berbeda dengan geng kita basmi sebelumnya. Lebih-lebih lagi ketua mereka, sebelas dua belas sama hebatnya dengan Naga Gold. Meski masih unggul Naga Gold sih." Membuang puntung rokok ke tanah lalu ia injak sampai padam.

"Sepertinya hari ini, hari bersejarah gue. Bakal ada goresan luka di tubuh gue," ucap Hazel tertegun menatap langit cerah.

"Bos benar. Lawan kita kali sangat kuat banget," ucap Sky jadi sendu.

Semuanya yang tadi semangat, malah ikut-ikutan termenung sedih. Hazel celingak-celinguk menatap mereka bingung.

"Kenapa kalian pada jadi sedih berjamaah gini?" Mengomel. "Gue cuman beri peringatan doang. Woy! Bukan bikin kalian penakut kayak gini," marah Hazel menepuk jidatnya sendiri.

"Kalian jangan optimis dong, yang diceritakan orang-orang belum tentu juga bernasib sama ke kita. Siapa tau aja memang dasarnya mereka aja yang lemah? Ya kan?" Menatap mereka satu-persatu.

Mereka semua mengangguk.

"Gue cuman mau bilang, jangan terlalu meremehkan lawan. Meski mereka terlihat lemah di mata kita, belum tentu di dalamnya. Kita gak tau apa kekuatan mereka sebenarnya. Kata sederhananya sih, tipu daya. Paham?" Mereka mengangguk.

"Semangat boleh, asal jangan terbuai dan terkecoh sama tipu daya lawan," pesan Hazel.

Mereka mengangguk lagi, kembali senyum pesimis.

"Brum...." Terdengar suara rombongan motor dari kejauhan mendekati mereka.

Hazel dan anak buahnya bangkit berdiri, sudah waktunya berhenti santai-santai. Mereka berdiri di tengah jalan seolah menghadang lawan mereka dengan aura siap menggempur lawan. Mereka membawa alat senjata tajam, ada yang membawa kayu balok, parang, golok, celurit, bahkan tongkat bisbol besi. Termasuk Hazel membawa kayu besar lengkap tertancap paku-paku tajam.

Rombongan motor tadi, ternyata berhenti tepat dihadapan mereka. Orang-orang itu membuka helm mereka masing-masing, orang-orang itu mengenakan jaket kulit bermotif singa emas mengenakan mahkota.

Hazel sudah yakin, pasti orang-orang itu adalah geng The Lion 19. Dari motif jaket mereka saja sudah kelihatan.

Geng Hazel memang tidak memiliki jaket khusus seperti mereka, bahkan pakai motor mewah kayak di film-film. Ada yang pakai motor Scoopy milik emak atau motor
Vega, bahkan motor bebek di buat suara knalpotnya nyaring heboh satu kampung.

Salah satu dari geng The Lion 19, datang berjalan menghampiri Hazel. Dari pengamatan Hazel, sepertinya dia ketuanya.






3 Bad Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang