18.

12 2 0
                                    

"Lain kali, pakai dress itu yang tertutup dibawah lutut dong. Biar enak dipandang juga. Aku enggak suka, mata para pria jadi jelalatan menatapmu. Aku menyukaimu tampil sederhana, karena aku ingin hanya satu orang saja yang mengagumi keindahanmu," ucap Angel membaca suratnya.

Ia garuk-garuk kepala karena heran sekali pada isi surat itu. Terukir senyuman bahagia dibibir Angel lepas membaca surat itu. Padahal ia cuman salah paham mengenai mengartikan surat itu, alias ke GR-an.

"Ya ampun.... so sweet bingits....." Kegirangan.

Hati kecil Angel berbunga-bunga sambil senyum-senyum sendiri menatap surat itu. Ia mengira bahwa Hayden yang melakukan semua itu, baik traktiran, jaket, termasuk surat kecil ia pegang.

Di dalam mobil taksi, Angel masih bertanya-tanya siapa yang melakukan semua tadi, sehingga terlihat sangat manis di mata Angel. Karena sudah perhatian padanya.

Angel rogoh tasnya untuk mengambil ponsel. Ia menelepon Hayden berniat mengucapkan rasa terima kasih kepada Hayden atas perbuatan romantisnya tadi. Sudah tujuh kali ia menelepon Hayden, tapi tak kunjung diangkat juga. Saat ia menelepon Hayden yang kedelapan kali, ia sangat kaget nomornya telah diblokir.

"Kok Hayden blokir aku sih? Apa dia marah dan ilfil lihat penampilanku terlalu seksi? Arrghh...." Frustasi. "Kalau dia marah, harusnya enggak sampai blokir juga kan? Bisa dibicarakan baik-baik kan?" gumam Angel sangat marah dan bingung sendiri.

"Ah! Terserah dia deh." Menyerah. "Mau dia pergi kek, atau apa kek. Gue mah bodo amat. Memangnya cuman dia doang pria tajir and ganteng dimuka bumi ini? Ih, resek gue sama cowok model kayak gitu," marah Angel meletakkan tangan di dadanya sambil cemberut.

Angel telah sampai di depan rumahnya, ia masuk ke kamar melewati kakak-kakaknya dan mamanya berjalan menghentakkan kaki, karena lagi mode sangat kesal.

"Angel kenapa?" tanya mamanya menatap kedua putrinya.

"Gak tau ma." Mengedikan bahu. "Mungkin habis diputus pacarnya kali. Entah sudah yang ke berapa?" tebak Lisa asal, asik mengirim pesan dengan Jodi sambil rebahan di sofa.

"Efek kena adzab itu, ma. Habis, suka main perasaan cowok sih," ucap Hazel menguyah buah apel.

Mamanya menghela napas kasar pada kelakuan putrinya semakin jauh saja.

~××××~

Ting!

Suara pesan masuk dari aplikasi hijau putih.

Lisa membuka pesan yang tertera nama kontak guru, padahal nomor itu milik Jodi. Ia sengaja menulis nama kontak Jodi yaitu guru. Agar mamanya tidak curiga dan marah membuat hubungan mereka jadi putus. Tentu Lisa tidak mau jauh dari Jodi.

Jodi :
Lis, aku sudah sampai di tempat biasa nih.

Lisa :
Oke, gue otw.

Mengirim stiker jempol.

Lisa cepat-cepat menyisir rambutnya, ia pasang anting kecil berbentuk love. Tak lupa ia menyemprotkan parfum ke pakaiannya.

Lisa melenggang pergi ke arah pintu keluar. Beruntung saja mata-mata mamanya yaitu Hazel lekas melapor.

Ia mengenakan rok mini jeans, baju kaos ungu ketat, dan rambut ia bikin ikal bagian bawah saja. Ia mengenakan lipstik merah merekah.

Saat ia memegang gagang pintu.

"Lis, mama minta tolong dong!" pinta mamanya berjalan cepat menuju Lisa.

Lisa memejamkan matanya karena tengah kesal, lagi-lagi ia dihalangi mamanya pergi ke club. Kedua tangan Lisa berubah jadi kepalan. Berkali-kali Lisa mengulang aktivitas menghirup-menghembuskan napas. Untung meredakan amarahnya yang sudah bergejolak.

"Mama mau minta tolong belikan ikan lele di tempat Pak Haji Somad di pasar malam. Terus ini uangnya." Memberikan uang ke Lisa.

Lisa tidak mengambilnya, malah menatap mamanya jenuh, malas, muak, dan kesal.

"Mama kenapa enggak suruh Hazel aja sih?" Menunjuk Hazel sedang memotong kuku kaki gaya estetik ala Spongebob, tapi bulu kaki Hazel tidak lebat seperti Spongebob ya.

"Dia kan enggak ngapa-ngapain," protes Lisa berapi-api.

"Aku itu lagi buru-buru ma. Suruh Hazel aja gih," tolak Lisa mentah-mentah.

"Buru-buru apa kamu?" Menatap tajam. "Buru-buru mabuk sama pacar gak jelas kamu itu? Gitu?" cecar mamanya.

Lisa mendongak tajam menatap mamanya.

"Lagipula Hazel itu enggak bisa pilih ikan yang mau di beli. Kamu enggak ingat waktu mama suruh dia beli ikan? Mama suruh beli ikan nila, eh yang di beli ikan cupang," omel mamanya.

"Lah, kan itu sama-sama ikan ma? Kenapa mama protes lagi sih?" gerutu Hazel.

"Iya sih, sama. Tapi beda jenis, Hazel. Kayak kamu sama teman cowokmu juga sama-sama manusia tapi beda jenis kelamin. Begitu juga kayak ikan. Ada yang tulangnya kecil, besar, dan macam-macam lagi," papar mamanya sambil mengomel panjang kali lebar.

"Oh...." Mangut-mangut.

Entah dia paham atau tidak. Entahlah _-

"Mana ikannya enggak bisa dimakan lagi cuman satu doang. Memangnya makanannya bagi tulangnya gitu kecil-kecil," gumam mamanya masih mengomel.

Kembali menatap Lisa. "Mama enggak mau tau ya, pokoknya kamu harus beli itu tidak usah pake seribu alasan lagi. Jika kalian tidak ingin mati kelaparan," ancam mamanya menunjuk Lisa pakai pisau dapur. Lalu pergi ke dapur dengan langkah kasar.

Lisa menghela napas kasar. Ia meremas uangnya jadi Kumal sebab ia sangat kesal pada mamanya.

Hazel sendiri menjadi resah dan kalang kabut mendengar ancaman mamanya yang tidak mau menyediakan makanan untuk dia lagi. Kalau yang diancam cuman kakak dan adiknya, ia masih bodo amat. Tapi ini, semuanya diancam. Termasuk dia.

Demi terancam isi perutnya, Hazel bangkit dan menemui kakaknya dengan wajah kesal. Hazel mengarahkan kepala kakaknya untuk menatapnya, lalu memegang kedua pundaknya. Ia menatap Lisa sambil senyum aneh seperti sedang stres.

"Aku enggak mau tau ya! Kakak harus beli ikan buat mama. Kalau aku mati kelaparan, aku pasti akan menghantui Kak Lisa tiap malam. Karena gara-gara Kak Lisa aku jadi mati penasaran sebab mati kelaparan ulah Kak Lisa enggak nurutin perintah mama. Jadi, cepat beli ikannya," tekan Hazel senyum seringai mengerikan.

Bulu kuduk Lisa berdiri melihat senyuman Hazel, tapi ia terus pura-pura tak menggubris.

"Iya, iya, iya ah. Aku bakal pergi," marah Lisa cemberut. Terpaksa menuruti mamanya.

Jika tidak dituruti, bisa-bisa Hazel berbuat nekatnya. Lisa tidak ingin kejadian itu terulang lagi yang kedua kalinya.

Lisa segera pergi keluar dari rumah, ia berhenti sejenak di teras untuk mengirim pesan kepada pacarnya.

Lisa:
"Maaf ya, hari ini aku enggak bisa datang. Lagi-lagi mamaku halangi aku terus pergi ke club bareng kamu. Sekali lagi maaf ya." Terlihat sangat menyesal.

...

Ketika membaca pesan dari Lisa, Jodi mengacak-acak rambutnya merasa sangat kesal.

"Arrghh.... kenapa sih gue butuh hiburan selalu.... saja tua bangka itu halangi kami? Ah, lama-lama gue putusin aja si Lisa. Bosan gue kayak gini terus. Mending main sama Felisha aja, pacar sebenarnya gue dan juga selalu ada buat gue," gerutunya memukul motor sebagai pelampiasannya.

Jodi menyibak rambutnya ke belakang. Ia mencari nomor kontak tertera 'sayangku'.

"Halo, sayang," sapa Felisha dari telepon.

"Halo juga, yang. Yang, nanti kamu ke club tempat biasa ya. Nanti aku tunggu loh," pinta Jodi.

"Oke, kebetulan aku juga lagi di luar. Habis beli camilan. Kalau udah dulu ya, sayang. Bye," pamit Felisha.

"Bye juga," sahut Jodi mematikan teleponnya.

Jodi menyalakan motornya lalu minggat dari situ.











3 Bad Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang