Di pasar malam, Lisa berjalan menuju tempat Pak Haji Somad membeli ikan suruhan mamanya tadi. Tempat langganan mamanya.
"Pak, beli ikan lele jumbonya dua, terus tomatnya tiga ya, pak," pinta Lisa.
"Siap, neng," sigap Pak Haji Somad lekas mengambil dua ikan lele baru di timbang.
Lisa menunggu Pak Haji Somad menimbang dan menghitung hasil harus dibayar. Lisa tak sadar ada seseorang yang semestinya tidak ingin ia jumpai dan melihatnya saja sudah enggan, datang ke tempat Pak Haji Somad juga.
"Pak, beli ayamnya dua ekor dan kacang panjangnya tiga ikat ya," ucap seseorang yang sudah tidak asing lagi di telinga Lisa.
Lisa sontak menoleh, lalu ia dikagetkan ada Lucas disampingnya.
"Bapak?" kaget Lisa habis melihat hantu saja.
Karena efek kaget sekali. "Bapak ngapain ikutin aku segala?" crocos Lisa asal-asalan.
"Saya?" Menunjuk dirinya sendiri. "Ikutin kamu?" Menunjuk Lisa. " Ha...." Senyum seringai. "Mengigau kamu?" ketus Lucas kembali berekspresi datar.
Ia kembali menatap penjual, itu membuat Lisa semakin jengkel.
"Pak! Jangan lupa petai-nya beli empat ya, pak!" pinta Lucas.
"Ck, ganteng-ganteng kok suka makan petai. Pantas aja tubuhnya bau petai," umpat Lisa bergumam menatap sinis.
"Apa kamu bilang?" Menoleh pada Lisa dengan tatapan tajam.
Lisa sontak mengalihkan pandangannya karena takut.
"E-e-enggak kok, pak. Aku enggak bilang apa-apa, cius," gagap Lisa tak berani menatap guru killer.
Lucas mendelik matanya, kembali menatap penjual sedang membungkus ikan dipesan Lisa lebih dulu.
"Saya juga mau beli cabe rawit dua ons saja," ucap Lucas.
"Pantas aja, omongannya pedas banget. Makanan sehari-harinya aja cabe rawit," cibir Lisa didalam hati. Takut kena omel lagi, bisa-bisa sepatu dia pakai melayang.
"Ini, neng! Ikannya," ucap Pak Haji Somad memberikan bungkusan ikan bersamaan Lisa menyodorkan uang.
"Lain kali abang sama eneng enggak boleh berantem. Nanti bisa jadi jodoh loh, neng," ungkap Pak Haji Somad membuat Lisa tersentak.
Sementara Lucas terdiam seribu bahasa dengan tatapan kosong.
"Bang, abang." Memanggil Lucas masih melamun. "Abang tadi beli ayamnya berapa?" tanya Pak Haji Somad membuat lamunan Lucas membuyar.
"Hm, beli dua ekor pak," sahut Lucas masih gagal fokus.
Sementara Lisa yang baru sadar, segera bergegas pergi daripada akhirnya Lucas menghukumnya lebih parah lagi. Sesampai di rumah, mamanya sengaja menyibukkan Lisa agar dia tidak pergi ke club. Dengan cara menyuruh putrinya memasak sambal, sayur, dan menggoreng ikan.
"Arrghh.... kenapa adek-adek gue semuanya pada enggak bisa masak sih?" keluh Lisa mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Eits, sorry ya. Aku bisa masak tuh. Aku cuman enggak mau aja, kalau me memasak. Yang ada kuku cantikku jadi lecet. Apalagi berurusan sama kunyit. Ih.... yang ada tanganku jadi kuning, jelek banget. Iyuh," cela Angel merasa jijik sambil memakai bedak.
"Lah, aku. Biar gimanapun ya.... tetap aja enggak bisa masak. Kalau ingin rumah selamat sentosa," ungkap Hazel blak-blakan sambil menyemir sepatu.
Wajah Lisa semakin merenggut menatap adik-adiknya satu-persatu.
~××××~
"Hai, Lis!" sapa seseorang dari kejauhan berseragam sama.
Lisa berlari kecil menghampiri kedua temannya diiringi senyuman terukir di bibirnya. Kedua sahabatnya yaitu bernama Felisha dan Tania.
"Lis, kok lo kemarin enggak datang ke Club sih? Sudah tiga hari loh," tanya Tania.
"Sorry guys, biasa emak gue marah mulu. Mana pakai acara dihalangi sama Hazel lagi," keluh Lisa murung.
"Iya sih, adek lo memang seram banget. Mana dikelilingi anak brandal lagi." Merinding. "Tapi ada juga yang cogan-cogan sih," kekeh Tania.
Felisha memutar bola matanya dan meletakkan tangan di dada, memasang wajah sekilas sinis.
"Bukan cuman kalian yang bikin gue merasa bersalah, tapi gue juga merasa bersalah sih sama Jodi," sesal Lisa sendu.
"Sudah, enggak apa-apa. Gue paham kok kondisi lo," ucap Tania senyum lebar.
"Lagian biar enggak ada kamu, kita tetap happy-happy tuh. Jadi, enggak ada pengaruhnya biar ada kamu atau enggak," ucap Felisha senyum palsu.
Terdengar tidak enak di telinga Tania. Namun, Lisa tetap biasa-biasa saja dan tak terlalu menggubrisnya karena ia mengira Felisha tak sengaja bicara kasar seperti itu. Lisa juga tidak enak hati memisahkan Felisha dan Tania, hanya karena omongan dan gayanya, siapa saja mendengarnya bisa merasa jengkel.
Terlebih-lebih lagi, mereka sahabatan dari kecil sedangkan Lisa hanya orang baru memasuki persahabatan mereka. Jadi, itulah alasan Lisa tak terlalu mengurusnya.
Tania mengelus punggung Lisa sekilas, Lisa sangat paham bahwa Tania ingin menenangkan hatinya. Lisa membalasnya dengan senyuman.
"Yuk, girl! Aku enggak mau lama-lama disini, yang ada kulitku jadi gosong lagi," ajak Felisha sambil menutupi cahaya matahari mengenai wajahnya dengan tangannya.
Lisa dan Tania mengikuti Felisha berjalan lebih dahulu, meninggalkan mereka berdua.
"Ya elah.... gayanya kayak tandingi si Angel aja kelas sepuluh," gumam Tania kesal terdengar ditelinga Lisa.
Lisa tertawa kecil pada sahabatnya satu ini. Lisa merasa perbedaan sifat seperti ini, membuat tali persahabatan mereka terlihat unik. Lisa berharap persahabatan ini akan terus berjalan, meski mereka berpisah setelah kelulusan nanti.
~××××~
Seseorang pria berkacamata dan berambut dibelah dua, baru saja habis buang kecil. Ketika membuka pintu ingin keluar.
Byur!
Tubuh pria itu jadi basah kuyup akibat dirinya dijatuhkan ember berisi air dari atas pintu. Pria itu melepaskan kacamatanya dan membersihkannya dengan tangan.
"Wahahaha...." tawa dari beberapa pria tak asing lagi di telinganya.
"Emang enak, lo jadi basah kuyup gitu. Ha ha ha.... habis lo jelek banget sih, makanya gue siram biar segar lagi. Ha ha ha...." kekeh salah satu pria pemuja Miss Angel, tak lain adalah Tara. Ia senyum puas.
"Plus, biar tambah wangi. Wkwkwk...." Tertawa geli. "Wangi comberan," hina Rangga membuat yang lain ikut tertawa terbahak-bahak.
Darel hanya diam memperhatikan para pria bucin Angel menertawakannya.
"Minggir!" Dingin Darel.
"Enggak, gue enggak mau!" tantang Tara tetap menghalanginya sambil senyum sinis.
"Enyah kalian semua di hadapanku!" tekan Darel mengusir.
"Wah! Berani banget lo!" Senyum seringai.
Greb!
Menarik kerah baju Darel lalu ia dorong dada Darel ke belakang. Tapi sayangnya, Darel masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Hanya bergeser sedikit saja. Sehingga para bullying Darel tercengang melihat Darel tidak jatuh seperti yang lainnya, tiap Tara mendorong.
"Sudah selesaikan?" Menatap dingin satu-persatu. "Minggir!" ketus Darel mendorong tubuh Tara hingga Tara jatuh ke belakang baru pertama kali. Pertama kali orang yang ia buli berhasil mendorongnya.
"Dasar bocah zaman sekarang!" umpat Darel bergumam kesal. Masih tetap berjalan meninggalkan mereka masih tercengang menatapnya pergi.
Lamunan Tara membuyar. "Dasar culun belagu lo!" teriak Tara sangat murka dan masih bergeming dari tempat jatuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Bad Girl
Teen FictionKemerdekaan ketiga saudara berbuat nakal kini harus usai, setelah datangnya ketiga pria mengusik kehidupan mereka yang terlalu bebas. Berawal yang pahit berubah manis. Seperti itu juga nantinya kisah hidup tiga saudara yang tidak dapat diperkirakan...