11.

13 2 0
                                    

Setelah kepergian Hazel dan anak buahnya. Lisa mengendap-endap melewati mamanya sedang menyiram tanaman bunga anggrek. Ia menjinjing sepatunya agar tidak kedengaran ia berjalan. Secara tidak sadar, ia tak menyadari ada kodok didepannya. Saat kodok itu melompat melewatinya dan kaget.

Bruk!
Sepatunya jatuh dari genggaman tangannya.

"Kya...." teriak histeris Lisa sambil melompat-lompat ketakutan.

"Astaghfirullah, Lisa!" panik mamanya membuang selang air sembarangan.

Mamanya menghampiri Lisa dengan perasaan cemas dan takut.

"Kamu kenapa teriak-teriak segala? Kamu ini bikin mama jantungan aja," marah marahnya sambil mengelus dada.

"Tadi ada kodok, ma. Jadi, aku takut," ungkap Lisa masih ketakutan.

Menghela napas kasar. "Ya sudah. Kamu cepat berangkat sekolah sana, nanti kamu telat lagi." Merogoh saku roknya. "Ini, buat kamu naik angkot," ucap mamanya menyodorkan uang biru selembar.

"Gak usah, ma. Aku.... berangkat sama teman aja. Makanya aku temui dia didepan gang," kilah Lisa senyum palsu.

"Kenapa harus didepan gang? Kan bisa aja langsung masuk. Lagipula jalannya lebar kok, dua mobil aja masih muat. Apalagi cuman satu motor aja, memangnya motor temanmu selebar truk ya? Satu truk aja masih muat kok lewat sini," cecar mamanya dengan tatapan penuh selidik.

Sekilas Lisa tidak berani menatap mamanya karena takut ketahuan berbohong. Lisa jadi mati kutu. Ia tetap berusaha mencari alasan yang tepat biar mamanya percaya.

"Mm.... dia.... dia gak masuk gang karena buru-buru, ada urusan mendesak katanya," kilah Lisa jadi lancar.

"Oh, ya udah. Kamu hati-hati di jalan ya, nak. Ini ambil aja uangnya buat pulang. Gak mungkinkan kamu terus nebeng sama teman kamu. Jadi, ini ambil buat ongkos pulang nanti," suruh mamanya menyodorkan uang tadi ke Lisa.

Dengan berat hati Lisa menerimanya agar mamanya tidak curiga dengannya. Sebenarnya Lisa berbohong dijemput temannya, melainkan pacarnya. Lisa langsung lari menyelonong tanpa salim dan mengucapkan salam. Meli hanya geleng-geleng kepala dan menghela napas kasar. Meli melanjutkan menyiram bunga sempat tertunda tadi.

Lisa berlari-lari berharap sang kekasih masih setia menunggunya. Ternyata benar. Pemuda berkumis tipis, bertubuh kurus-tinggi, dan mengenakan seragam SMA itu masih tetap menunggunya. Dengan posisi duduk diatas motor Scoopy sambil menatap layar ponselnya.

"Jodi!"

Pemuda itu menoleh dengan terbit senyuman manis di bibirnya. Lisa berlari menghampirinya dan.

Greb!
Memeluk pemuda itu dari belakang.

Awalnya pemuda itu kaget kini digantikan perasaan senang dipeluk sang kekasih.

"Jodi, maafin aku ya sudah buat kamu nunggu lama," sesal Lisa semakin mengeratkan pelukannya.

Jodi semakin gemas melihat Lisa terkesan sangat imut, ia menggembung kedua pipinya disaat ia merasa bersalah. Apalagi mengeluarkan bibir manyun, rasanya pemuda itu ingin mencium gadis cantik itu sekarang juga.

"Iya, gak apa-apa kok sayang. Santai aja kok." Senyum ramah. "Oh, ya. Mama kamu.... gak tau kan kalau aku jemput kamu?" tanya Jodi penuh serius.

Lisa sangat paham perasaan Jodi, karena mamanya tidak menyukai Jodi. Kata mamanya, gara-gara Jodi-lah ia sering pulang larut malam, mabuk, merokok, suka ke club, dan joget-joget gak jelas. Makanya, mamanya sangat membenci Jodi. Melihat wajahnya saja mamanya seolah-olah tidak sudi.

Bagi Lisa, ini semua bukan salah pacarnya. Melainkan gara-gara dia sendiri mau berubah, bukan karena pengaruh orang lain. Tapi mamanya masih ngotot. Jodi juga sudah kapok bertemu Meli. Hampir saja dirinya disiram pakai air panas oleh Meli. Jadi, Jodi takut kesana lagi. Pacaran pun mereka harus sembunyi-sembunyi.

3 Bad Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang