25.

10 1 0
                                    

"Oh, ya. Selain itu, gue mau ungkapin. Lo adik sepupu Jericho kan?"

Deg!

Bagaikan petir di siang bolong. Senyum Juan berubah menjadi kaget. Darimana Hazel tahu bahwa dia sepupunya Jericho.

"Hm, pantesan aja ya lo sok berani lawan gue. Karena lo adik dari ketua Geng The Lion 19 kan." Senyum seringai. "Mentang-mentang lo punya abang, terus gue hajar elo. Terus abang lo datang buat hajar gue, gitu kan?" cibir Hazel.

"Enggak, biar dia ketua Geng The Lion 19 aku enggak pernah ngadu sama dia," sanggah Juan.

Bagaimana mau ngadu? Kalau dia sebenarnya.... Ah, rahasia ajalah. Nanti kalian bakal tau juga. Jika terus ikuti cerita ini.

"Bohong lo! Pasti lo bakal gitu kan? Bilang aja, dasar tukang ngadu," cecar Hazel.

"Sumpah! Aku mana pernah, kalau kamu enggak percaya. Silahkan kamu tanya sama dia bahwa aku suka ngadu dan berlindung dengan dia."

"Oh, ya. Darimana kamu tau aku ini adik sepupu Jericho?" tanya Juan berusaha tenang.

"Tentu saja gue tau, semua orang juga tau bahwa lo itu adik sepupu Jericho. Kami sudah lihat lo, bahkan sudah di depan mata. Ia juga bilang lo itu adik sepupunya waktu diparkiran. Jadi, jangan pura-pura enggak tau deh," ungkap Hazel menatapnya tajam.

Meski ia diluar tenang, tetapi di dalamnya sedang marah luar biasa.

"Kurang ajar, Jericho! Kekuatiran ku selama ini, malah jadi kenyataan. Aku sudah memperingatinya agar tidak menjemput ku didepan orang-orang sekolahku. Tapi dia. Ck! Malah keras kepala. Ah, brengsek!" batin Juan mengumpat sambil memijat dahinya sebentar.

Juan segera cepat berpikir mengalihkan perhatian Hazel yang terus membahas hubungannya dengan Jericho sebagai kakak sepupu.

"Hazel, aku lupa. Bahwa temanmu Aron harus bertugas membersihkan perpustakaan hari ini. Jadi, tolong kamu sampai sama dia ya!" pinta Juan mengalihkan pembicaraan.

"Hei!" Menunjuk Juan berapi-api. "Lo pikir gue bego apa? Lo cuman alihkan pembicaraan gue saja kan? Hah.... gue enggak bakal tertipu sama tipu muslihat Lo buat," ucap Hazel senyum jahat.

"Aku enggak tipu kamu kok. Ini beneran, perintah dari Pak Lucas loh," ucap Juan menampakkan wajah polos.

Tapi Hazel sama sekali tidak ingin terpengaruh.

"Iya, gue sudah tau kok. Itu perintah dari Pak Lucas," ucap Hazel melipatkan tangan di dadanya.

"Nah! Itu tau," seru Juan.

"Aku lihat kamu.... sepertinya ada yang kurang deh." Memperhatikan sekeliling Hazel. "Tapi apa ya?" Mengusap-usap dagu.

Ia merogoh tasnya, terlihat ia sedang mengambil buku keramat itu dari tasnya. Alis buku catatan pelanggaran siswa-siswi.

Lisa dan Angel yang sibuk mengagumi ketampanan Juan, seketika membuyar melihat buku keramat itu keluar menampakkan wujudnya. Apalagi Juan memperlihatkan senyuman yang khas menyeramkan, ketika ia menemukan mangsa yang melanggar aturan sekolah. Lisa segera menarik tangan Hazel untuk kabur dari terkaman Juan akan menjadi babunya sehari.

~××××~

Dari pagi sampai jam istirahat, orang-orang sekilas memperhatikan Hoodie Hazel sama dengan si ketos judes. Mendapat tatapan seperti itu, tentu saja mengundang kemurkaan Hazel.

"Bos, apa bos mau aku beli yang baru aja? Biar bos tidak samaan lagi sama ketos judes itu," tawar Aron.

"Tidak perlu, Ron. Terima kasih," tolak Hazel halus.

"Aku enggak bakal pernah lepaskan Hoodie ini, kecuali dia yang harus melepaskan Hoodie nya sendiri. Akan aku buat dia membuang Hoodie miliknya sendiri," ucap Hazel senyum optimis.

"Mantap bos," puji Putra memberi jempol.

Diikuti yang lain memberi tepuk tangan sambil senyum lebar, sedangkan Hazel senyum seringai.

"Awas kamu ketos bangs*at!" geram Hazel mengepalkan kedua tangan.

Sementara Juan berada di ruang OSIS bersama kakak kelasnya bernama Thalia.

"Apa ini?" tanya Juan menatap undangan diberikan Thalia.

"Aku tidak mau tau ya, pokoknya kamu harus datang ke pesta ulang tahunku. Sekalian kamu harus menjadi keamananku, demi kelancaran pesta ulang tahunku," perintah Thalia melipat tangan, bersandar dimeja dekat meja Juan.

"Aku tidak mau ya, acaranya jadi kacau. Oke!" ancam Thalia menatapnya tajam. Tapi Juan tak menggubris, malah memasang wajah datar dan membosankan dilihat bagi Thalia.

"Terus. Kenapa enggak sekalian saja kamu sewa scurity, polisi, atau tentara gitu buat acara kamu? Kenapa mesti aku yang urus?" ucap Juan berekspresi datar.

Ia segera menutup wajahnya dengan buku, tak mau menatap wajah Thalia sedang memelas padanya.

"Aku enggak mau ya, urus soal begituan. Lebih baik aku tiduran dirumah sambil baca buku pelajaran. Daripada aku ikut joget-joget enggak jelas di pesta kamu," tegas Juan menolak mentah-mentah.

"Maaf ya, di pesta ku enggak tuh joget-joget," sanggah Thalia.

"Oh, bagus kalau gitu," ucap Juan semakin datar.

"Di pestaku cuman ada dansa. Lagian buat apa aku sewa scurity, polisi, atau tentara segala? Memangnya aku ibu negara? Ratu Elizabeth gitu? Sampai polisi dan tentara turun tangan urus pesta gue gitu?"

"Sudah, aku enggak mau tau ya. Pokoknya kamu datang ke pestaku bersama pasanganmu, sesuai syarat di undangannya. Titik, enggak pakai koma. Wajib, tidak ada Sunnah," tegas Thalia keras kepala langsung pergi meninggalkan Juan kaget dan kebingungan. Harus wajib bawa pasangan.

Ia juga tak nyaman tidak menuruti Thalia. Sebab Thalia merupakan anak teman rekan kerja almarhum ayahnya. Sekaligus teman masa kecil Juan juga, Thalia itu.

~××××~

Di kantin, Hazel dan anak buahnya sedang menikmati bakso lengkap dengan es teh. Gilang memakan tiga porsi bakso itu sudah biasa, mereka juga bingung diletakkan dimana perutnya itu sampai-sampai makan banyak pun masih muat.

Brak!

Seseorang memukul meja mereka, sehingga mereka jadi kaget ada yang tersedak dan ada yang keselek pentolnya. Putra dan Farhan cepat-cepat mengambil minum mereka, begitu juga dengan Gilang.

Hazel menatap tajam orang itu, begitu juga dengan orang yang membuat mereka kaget ikut menatap tajam juga penuh berani tanpa takut sedikitpun.

"Apa maksud lo kayak gitu? Mau cari mati lo ya?" berang Hazel memelototinya. Tapi yang diberi tatapan sama sekali tidak menggubris.

"Harusnya kamu, apa maksud kamu pakai Hoodie mirip sama oppa Juan gue? Lo mau gue hajar ya karena telah berani merebut pangeran gue," marah Pricilla sok imut.

"Wah! Nantang dia!" Menyingsingkan lengan bajunya Hoodie. Menghampiri Pricilla dengan cepat.

Greb!

Menggenggam tangan Pricilla dengan kuat yang masih menunjuknya, Pricilla merintih kesakitan karena genggaman Hazel sangat menyakitinya.

"Lepasin! Aw, sakit banget! Lepasin aku enggak!" rintih Pricilla memberontak agar bisa terlepas dari genggaman Hazel. Tapi sayangnya genggaman Hazel tidak mudah terlepas.

Senyum jahat. "Hm, itu masih belum seberapa. Kalau lo cinta banget sama ketos judes itu. Silahkan! Silahkan lo ambil dia, atau perlu lo karung dia. Bawa dia pergi jauh-jauh dari kehidupan gue, karena gue juga enek lihat dia. Asal lo tau ya!" Menunjuk Pricilia. "Biar dari zaman nenek moyang sampai akhir zaman, gue tetap ogah jadi pacar dia. Mending nyawa gue dijemput aja, daripada hidup sama dia. Paham lo?" murka Hazel semakin mengeraskan genggamannya.

"Aw....! Sakit...." rintih Pricilia semakin menangis.

"Hazel! Hentikan itu, Hazel! Lepaskan tangan Pricilia," teriak seseorang membuat keduanya menoleh pada orang yang menghentikan perbuatan Hazel.


3 Bad Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang