52.

16 1 0
                                    

Setelah para siswa-siswi sudah bubar, Hazel dan anak buahnya kembali duduk di bangku mereka. Sementara Juan berada di kantor bersama Pak Carlos untuk mempersiapkan acara perkemahan tadi. Tentu Hazel merasa senang, bisa bebas dari pengawasan orang menjengkelkan itu.

"Guys!" Para anak buahnya menoleh padanya.

"Besok kan kita ada acara kemah. Gimana kalau habis pulang sekolah nanti, kita cari bahan-bahan buat hiburan kita nanti? Gimana guys? Kalian setuju kan?" tanya Hazel menatap anak buahnya satu-persatu.

"Iya, bos. Aku setuju. Kita nanti beli rokok, marshmellow buat bakar-bakar kek di TV itu," seru Putra.

"Jangan lupa juga, kita bawa jagung buat bakar-bakar juga," timbal Alex.

"Ya, ya, ya! Kalian benar," seru Hazel.

Mereka jadi ribut membicarakan buat persiapan kemah. Kecuali Aron, tampaknya iya terlihat murung sekilas.

"Anu, bos," celetuk Aron langsung jadi pusat perhatian bosnya dan teman-temannya.

"Kenapa, Ron? Apa.... ada masanya ya?" tanya Hazel langsung terhadap temannya itu.

"Iya, bos. Kayaknya aku enggak bisa ikut kalian deh. Soalnya habis pulang sekolah nanti, aku harus ikut les, bos. Kalau aku bolos, pasti mama bakal marah banget," ungkap Aron merasa cemas sekaligus sedih.

"Wah! Benar juga kata lo, Ron. Bisa gawat, kalau madam lo marah. Bisa-bisa madam lo larang lo temanan sama kita lagi. Bakal barabe nanti," cemas Hazel disertai panik.

Putra dan Farhan angguk-angguk.

Berpikir sejenak. "Mm.... gini aja. Bagaimana kalau kita cari bahannya habis Aron pulang les aja? Jadi, Aron bisa les dan juga bisa ikut kita," saran Alex.

"Wah! Bisa itu, Lex!" seru Hazel.

"Gimana, Ron? Apa lo mau ikut saran Alex?" tanya Farhan menatap Aron.

Aron mengangguk setuju dan kembali bersemangat.

"Ya, kalau pulang les, aku bisa," setuju Aron tersenyum ceria.

"Fiks! Habis Aron pulang les nanti, kita langsung otw. Oke guys?" tegas Hazel.

"Oke, bos," sahut mereka serempak sambil memberi jempol.

~××××~

Aron sudah sampai di tempat lesnya, diantar oleh sopir pribadi suruhan mamanya. Sedangkan Hazel dan anak buahnya menunggu dia di Cafe, diseberang tempat les Aron.

Aron berjalan menuju kelas lesnya, tiba-tiba langkahnya berhenti karena terhadang seorang pria berkacamata sedang memungut kertas berserakan. Mungkin itu milik dia.

Agar mempercepat kan ia pergi ke kelas lesnya dan bisa pulang cepat juga, Aron bergegas turut membantu pria culun itu.

"Ini!" ucap Aron memberikan tumpukan kertas ke pria itu sang pemilik.

Dengan senang hati pria itu menerimanya. "Terima kasih ya," ucap pria itu tersenyum manis.

"Ya, sama-sama." Dingin Aron.

"By the way, kenapa kertasmu bisa jadi berserakan begitu?" tanya Aron penasaran.

"Oh, itu. Tadi aku bingung sekali mencari kelas lesku, sudah berkeliling aku mencarinya sampai tabrak orang eh tetap saja tidak ketemu. Sebenarnya aku baru saja les di sini, makanya aku bingung. Dulu aku les di rumah, pas guru lesku sudah menikah. Dia enggak mau lagi ajari aku. Makanya, mama suruh aku les di sini," papar pria itu.

Aron mangut-mangut sambil matanya memperhatikan pria itu dari atas ke bawah. Kulitnya terlihat putih bersih. Bahkan dari seri pengamat Aron, dari luar saja pria itu sudah terlihat lemah gemulai dan tidak bertenaga. Pasti sekali tendang, pasti K.O.

"Memangnya kamu ada di ruangan mana?" tanya Aron masih dingin.

"Ruang 2 A," jawabnya.

"Kebetulan aku juga di ruangan 2 A. Kamu bisa ikut aku, kalau kamu mau sih," tawar Aron tumben-tumbennya baik pada orang asing, terutama pada orang culun.

Biasanya sih langsung di palak. Biar dia sudah kaya. Katanya sih, biar seru aja. Kayak ada sensasi adrenaline. Makanya, dia ikut-ikutan Hazel dan yang lainnya. Hadeh.

"Iya. Aku ikut kamu aja," setuju pria itu senyum lebar.

Aron dan pria itu berjalan bersamaan, sekilas pria itu tersenyum bahagia menatap Aron.

"Akhirnya, aku punya teman juga. Semoga.... aja, aku dan Aron bisa jadi sahabat selamanya," harap batin pria itu dengan hati berbunga-bunga. Setelah sekian lama, badai telah berlalu.

Sementara Aron sedang berjalan dengan tatapan masih lurus ke depan disertai aura dinginnya.

"Oh, ya. Nama kamu siapa?" tanya Aron menatapnya.

Senyuman pria itu mendadak sirna, malahan ia jadi terdiam cukup lama tanpa seribu bahasa. Pria itu sekilas menunduk ke bawah seolah sedang berpikir dan menutupi sesuatu.

Melihat kelakuan anehnya, alis satu Aron terangkat. Tak lama, pria itu kembali menatapnya sambil tersenyum lagi, seolah tidak ada apa-apa.

"Panggil saja namaku Kai," ucapnya.

"Oh...." Mangut-mangut.

"Kalau namamu siapa?" tanya balik Kai.

"Panggil aku Aron," jawab Aron.

Kai angguk-angguk.

Tak terasa, setelah banyak mengobrol. Tumben-tumbennya Aron mau mengobrol panjang dengan pria culun. Biasanya langsung enggak betah. Mungkin ini menjadi sejarah buat Aron.

Mereka telah sampai di ruang les mereka. Aron mengira, berteman dengan Kai itu akan terasa membosankan sama seperti culun lainnya. Rupanya Kai sangatlah berbeda. Saat mengobrol apa di bahas Aron, ia langsung paham. Ia juga sama menyukai, apa yang Aron suka. Itulah mengapa Aron bisa betah berteman dengan Kai.

Kai merasa senang sekali, Aron sudah menganggapnya sebagai teman Aron. Sudah satu tahun lebih, pasca kejadian itu. Kai tidak punya teman satu pun, teman yang layaknya manusia normal.

Akhirnya, kelas les mereka sudah berakhir. Kai dan Aron berjalan bersama lagi, layaknya sudah berteman akrab.

"Kai! Gue bisa enggak minta nomor hp lo? Biar kita bisa ngobrol gitu di wa? Gimana?" pinta Aron.

"Oh. Boleh-boleh." Dengan gercep Kai merogoh tasnya mengambil ponselnya. "Ini! Lihat aja nomor hp ku!" suruh Kai.

Aron segera menyalin nomor hp Kau ke ponsel miliknya.

"Thanks ya," ucap Aron senyum lebar.

Kai mengangguk dan ikut tersenyum juga.

Langkah mereka berhenti di luar tempat les. Teman-teman Aron ternyata sudah menunggunya di tempat parkiran. Melihat tatapan Aron tersenyum lebar pada orang-orang brandal itu. Kai sangat paham, bahwa orang-orang yang diparkiran itu. Pasti teman-teman Aron.

"Kai!" Menoleh pada Kai. "Kayaknya teman-temanku sudah menunggu deh."

Berpikir sejenak. "Mmm....." Mendapati ide. "Gimana kalau kamu ikut kita aja? Kamu enggak masalah kan ikut kita? Kalau kamu tetap enggak mau, aku juga enggak paksa kok," tawar Aron.

Kai tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini, justru hal itulah akan semakin mempererat tali pertemanan mereka. Pikir Kai.

"Oke. Aku ikut, Ron," setuju Kai antusias.

"Sip deh!" Memberi jempol.

"Yuk kita temui mereka!" ajak Aron memegang tangan Kai.

Kai mengangguk. Aron berlari menghampiri teman-temannya, begitu juga Kai ikut berlari mengikuti arah temannya itu.

Mereka telah sampai dihadapan teman-teman Aron. Ada beberapa pria dan satu wanita cantik, tapi terlihat seperti laki.

Melihat keberadaan Kai, Hazel dan anak buahnya menatap Kai penuh selidik. Tatapan mereka justru membuat Kai jadi canggung dan diselimuti oleh ketakutan. Apalagi tatapan cewek itu terlihat sangat seram.


3 Bad Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang