51# Ingin Bicara Dengan Sisil

228 7 0
                                    

Happy Reading All
































Alika masih bimbang. Apakah gadis itu akan bicara dengan Sisil lewat telepon atau langsung. Pasalnya jika langsung, ia bingung kapan harus pulang kesana. Namun jika lewat telepon, rasanya tidak pantas.

Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal. Lalu, tak lama. Suara ketukan pintu terdengar.

Tok tok tok!

Alika menoleh ke arah pintu. Bertanya-tanya, siapa malam-malam gini yang datang ke kamarnya. Namun, sudah terlintas satu nama dipikirannya.

Alfarez.

Ya, pasti lelaki itu. Tapi, tumben sekali Farez mengetuk pintu. Sebelum-sebelumnya tidak pernah asal kalian tahu.

Alika pun berjalan untuk membuka pintu tersebut. Saat dibuka menampilkan Farez yang sedang berdiri di depan pintu dengan posisi tangan kanannya memegang pinggang, yang kiri menahan dinding.

Saat pertama kali dibuka. Farez langsung nyelonong masuk ke dalam kamar Alika. Alika yang sudah biasa, lantas cepat-cepat menutup pintu kamarnya. Takut ada yang melihat, kan malu.

"Ihh, Al! Kamu mau ngapain jam segini ke kamar aku?" tanya Alika.

Yang ditanya justru merebahkan tubuhnya dikasur queen size milik Alika. Kemudian, lelaki itu memejamkan matanya sejenak. Tak menghiraukan pertanyaan Alika.

Gadis itu sedikit geram.

"Al! Sana balik ke kamar kamu!" perintah Alika.

Sang empu pun mengubah posisi tidurnya menjadi beralih ke samping. Kemudian, tangan sebelahnya digunakan untuk menopang kepalanya. Paham kan?

"Kenapa, Sayang?" tanya Farez lembut.

"Kenapa kenapa, sana balik ke kamar," ucapnya.

"Emang gak boleh—."

"Gak boleh!" sergah Alika cepat.

Farez terkekeh cool, kemudian bangkit dari rebahannya. Lelaki itu mendudukkan tubuhnya dipinggir kasur. Kemudian, menepuk-nepuk sisi sebelahnya yang kosong. Mengisyaratkan kepada Alika agar duduk disana bersamanya.

Sedangkan Alika hanya diam menatap tempat kosong disebelah Farez itu.

"Saya itu sahabat kamu loh, kamu gak lupa, 'kan?" katanya.

Padahal, dia sendiri yang lupa ingatan.

Alika hanya diam, bergeming.

Seketika, ingatan Alika tertuju pada niatnya yang ingin sekali bicara mengenai semua hal terjadi disini kepada Sisil. Apakah ini saatnya yang tepat untuk bicara juga dengan Farez. Bagaimana pun ia harus kembali ke Jogja.

Sisil harus tahu masalah ini. Kehidupannya yang ada disana, bergantung pada Sisil, sekarang ini.

Alika meremat jemarinya. Farez yang sadar akan hal itu, lantas bangkit dan berjalan mendekati Alika.

Long Live The Psychopath [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang