59 Hari yang Ditunggu

307 25 11
                                    

Hari yang sudah lama Kanaya tunggu akhirnya datang. 

Bukan! Jangan tiba-tiba berpikir tentang pernikahan. 

Ini adalah hari pengumuman hasil Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Sudah lebih satu bulan sejak ujiannya dilaksanakan. Momen ini juga yang membuat Kanaya mendadak berubah sikapnya. Sejak kemarin Kanaya berubah menjadi gadis yang penurut, kalem, dan solat tepat waktu. Semua itu dilakukannya tidak lain karena ingin mendapat berkah yang bisa meloloskannya.

"Assalamualaikum, Mas Awan!" salam Kanaya setelah mengetuk pintu kamar kakaknya yang sebenarnya terbuka, Kanaya sedang menjalankan SOP menjadi adik yang baik.

"Waalaikumsalam. Apa?" sentak Awan yang tengah sibuk mengetikkan sesuatu di laptopnya.

"Astaghfirullah, kakanda. Kenapa kakanda begitu kasar?"

"Harusnya kalo mau dapet berkah, kamu jadi gini dari delapan belas tahun yang lalu, Nay!"

"Ish. Gak ada yang namanya telat untuk berubah kok, Kanda."

Awan menatap malas adiknya yang masih setia berdiri di bingkai pintu. Kan! Beda banget dari biasanya. Jangankan mengetuk pintu apalagi mengucap salam, Kanaya biasanya main dobrak pintu kamar kakaknya. Peduli apa dia dengan apa yang sedang Awan lakukan di dalam kamar.

"Mau apa?"

"Di bawah ada Mas Saka. Temenin aku yuk, Mas!" 

"Tumben. Biasanya juga kalian berduaan. Udah inget dosa?"

"Ish. Bukan gitu, Mas."

"Kenapa?"

"Aku mau buka pengumuman. Katanya udah bisa diakses dari jam lima tadi."

"Ya udah, tunggu disana."

Setelah Kanaya menghilang dari pandangannya, Awan menyimpan berkas yang tadi dia kerjakan. Ia mengambil kaos dari lemari dan dipakainya sambil berjalan keluar kamar.

Begitu sampai di ruang tengah, Ia langsung disuguhkan pemandangan yang membuat kedua alisnya menyatu. Apalagi kalau bukan Saka yang duduk mepet sekali ke adiknya. Meskipun sekarang Ia bisa melihat cincin perak di jari manis dua orang itu, Awan masih tidak bisa tinggal diam.

Awan berkacak pinggang, berdiri di depan Saka sambil menatapnya tajam. Ditendangnya pelan pergelangan kaki kawannya itu, membuat Saka sontak mendongak dan balas menatap Awan.

"Geser, lo! Gue di tengah."

Tak mau berdebat, Saka menggeser duduknya beberapa jengkal menjauhi Kanaya tapi masih di sofa yang sama. Setelah dirasa cukup, Awan menduduki area kosong di antara Saka dan Kanaya. 

"Udah dicek?"

"Belum. Kan nunggu Mas Awan," jawab Saka, sengaja menggunakan kata Mas untuk menguji kesabaran calon kakak iparnya. Dan benar saja, Awan langsung bereaksi dengan menyikut Saka yang langsung terbahak setelah itu.

"Aku buka sekarang ya."

"Gas!"

Kanaya lalu mengetikkan laman yang sudah disiapkan untuk mengumumkan hasil ujian. Karena sudah lewat beberapa jam dari waktu pengumuman, harusnya web itu bisa lebih lancar untuk diakses. Dan benar saja, laman web langsung terbuka dan menampilkan form yang perlu diisi untuk mengetahui hasilnya.

Kanaya dengan percaya diri mengetikkan belasan digit nomor pesertanya lalu lanjut dengan mengisikan tanggal lahirnya. Dua orang di sebelahnya sejak tadi mencondongkan badan mereka, mengintip setiap ketikan Kanaya pada layar ponselnya.

"Udah siap?"

"Bismillah!"

"Doain ya, Mas!"

"Ya Allah, semoga Kanaya lolos! Biar bisa segera kuliah dan mau menikah dengan hamba."

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang