52 Teman Lama

237 18 4
                                    

Kanaya memandangi wajah Saka yang lagi-lagi tertidur. Ini sudah kesekian kalinya Saka tertidur sejak sore tadi.

Jam delapan tadi Kanaya sudah mengabari Ayah kalau dia masih di rumah Saka yang tiba-tiba sakit. Ayah memang memberikan izin waktu itu. Masalahnya itu jam delapan, sudah lewat empat jam yang lalu. Ya, Kanaya merasa khawatir kalau harus meninggalkan Saka sendirian. Apalagi setelah hari semakin malam, badan pria itu tiba-tiba banjir keringat. Ia takut terjadi apa-apa pada Saka.

Sejak tadi Kanaya memikirkan perkiraan sang dokter yang bilang kalau kemungkinan Saka tiba-tiba seperti ini karena syok. Ia mulai mencocokkan apa-apa saja yang Saka lalui hari ini, kemarin maksudnya, karena ini sudah berganti hari. Karena memang sebelum sampai di rumah Brian, Saka sepertinya dalam kondisi fit. Ia malah kuat mengangkat gunungan parcel sendirian.

Kanaya juga sempat bertanya pada Reynaldi dan Diah. Karena mereka yang lebih tau apa yang terjadi sebelum Saka jadi seperti ini. Kalau kata Diah, Saka tiba-tiba pucat setelah orang tua Brian bilang mau bicara serius dengan Kanaya. Setelah itu, mendadak mukanya memang pucat.

Kanaya jadi berasumsi, Saka mungkin syok karena tahu orang tua Brian tadi mau menjodohkan anak mereka dengannya. Menyadarinya membuat Kanaya semakin lekat memandangi wajah tampan yang sedang begitu tenang itu. Senyumnya terukir kala membayangkan lagi bagaimana tadi Saka memang menunjukkan gelagat kecemburuannya. Mulai dari muka kesalnya saat di supermarket, sampai saat dimana Saka tersedak karena Kanaya dipikir pacar Brian oleh orang tuanya.

Tangannya tidak bisa Kanaya tahan lagi untuk menyentuh wajah itu. Kanaya masih belum percaya 100% kalau sosok di depannya ini adalah orang yang sudah lama Ia kagumi. Malah dia semakin tidak percaya karena Saka beberapa kali menunjukkan rasa tidak ingin kehilangannya. Perlahan, Kanaya mendekatkan wajahnya ke dengan Saka.

CUP!

Dikecupnya area sedikit di bawah mata tertutupnya. Kanaya melakukan itu sendiri tanpa diminta. Kanaya menarik wajahnya sedikit. Jarinya lalu turun dari pipir ke bibir prianya. Tak lama, bibir itu sedikit bergerak. Saka bangun dan menarik wajahnya.

"Nay?" Saka terkesiap lalu memundurkan badannya menjauh dari Kanaya.

"Aku sayang banget sama Mas."

Saka mengernyitkan keningnya. Mendengar suara Kanaya yang begitu manjanya mengatakan sayang. Bahaya untuk Saka.

"Kamu kenapa sayang?"

"Gak tau, tiba-tiba aja pengen bilang gitu."

"Ada yang ganggu pikiran kamu?"

Kanaya mengangguk. "Mas Saka sakit gara-gara orang tuanya Brian tadi ya?"

"Nggak."

"Mas jangan khawatir ya, aku udah bilang kalau aku milih guru les."

"Kian?"

"Oh gitu? Boleh aku milih Kak Kian aja?"

Saka menghampiri Kanaya dan mengecup keningnya. Makin lama Kanaya jadi suka main ancam begini.

"Jangan kayak tadi lagi waktu kita di kamar gini, ya. Bahaya, aku bisa bangun."

"Mas Saka gak suka dibangunin? Masih pusing?"

"Eh-oh... bukan bangun yang itu sayang. Gimana ya jelasinnya? Lupain deh. Kamu ngantuk?"

Kanaya menggeleng. Ia malah merasa matanya masih segar, padahal sejak pagi dia memang belum sempat tidur lagi.

"Kamu duduk disini ya," kata Saka sambil menepuk kasurnya. "Aku pindah tidur di kamar yang biasa ditempati Wanda aja."

"Aku sendirian berarti?"

Mengganti Pelangi [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang